Setiap samudera memiliki hiunya sendiri-sendiri. Setiap negeri membutuhkan mujtahid yang ahli dan mengerti realitas sosial serta masalah yang lebih kontemporer.
Memahami Realitas secara Kontektual bukan Makna Literal
Teks dan dalil syariah itu sangat banyak. Terkadang kalau kita tidak tahu asal-usul turunnya (asbabun-nuzul), atau sebab dikeluarkannya (asbabul wurud), boleh jadi kita bingung sendiri. Apalagi bila kita tidak mengerti ilmu nasakh wal mansukh, dimana dalil-dalil itu ternyata ada yang dihapus keberlakuannya, maka kita akan kebingungan sendiri.
Di satu ayat, suatu masalah diwajibkan, tetapi di ayat lain malah diharamkan. Di satu hadits, sebuah masalah dianjurkan, tetapi di hadits lain, justru diperintahkan untuk mengindarinya.
Maka penerapan suatu dalil dalam suatu masalah tentu tidak bisa dilakukan, kecuali setelah mengetahui latar belakang dalil itu, serta mengetahui juga latar belakang masalah yang ingin diketahui hukumnya.
Suatu hari datang seorang tua kepada Nabi SAW dan bertanya tentang hukum mencumbi istri di siang hari bulan Ramadhan. Beliau SAW pun mengizinkan dan membolehkan laki-laki tua itu mencumbu istrinya di siang hari bulan Ramadhan, asalkan tidak sampai berhubungan badan
Setelah itu datang lagi seseorang kepada beliau Nabi Muhammad SAW. Kali ini seorang pemuda. Pertanyaannya sama, bolehkah dirinya mencumbu istri di siang hari bulan Ramadhan. Ternyata kali ini jawaban Rasullah SAW berbeda. Beliau tidak membolehkan pemuda itu mencumbu istri di siang hari bulan Ramadhan.
Dari dua kisah itu, kita bisa menyimpulakan bahwa hukum dan fatwa yang beliau SAW keluarkan dipengaruhi oleh konteks, bukan semata-mata aturan yang kaku dan baku.