Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Surat dari Sydney untuk Bulutangkis Indonesia (PBSI)

11 Juni 2019   09:46 Diperbarui: 11 Juni 2019   09:49 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jonatan Christie dan Anthony Ginting, tampil oke di Australia Open 2019/Foto: Pos Kupang

Sayangnya, Greysia/Apri terhenti di semifinal. Mereka takluk dari juara dunia 2017 asal Tiongkok, Chen Qingchen/Jia Yifan yang penampilannya di tahun 2019 ini kembali menanjak setelah puasa gelar BWF di tahun 2018. Keduanya jadi juara All England 2019.

Mengapa Praveen/Melati selalu kalah di final ?

Di ganda campuran, PBSI mengirimkan empat pasangan terbaiknya. Yakni Praveen Jordan/Melati Daeva, Hafiz Faisal/Gloria Widjaja, Tontowi Ahmad/Winny Octavina dan Akbar Bintang Cahyono/Annisa Saufika.

Hasilnya, Tontowi/Winny dan Akbar/Annisa langsung terhenti di putaran pertama. Sementara Hafiz/Gloria kalah di perempat final. Hanya Praveen/Melati yang tampil oke dengan melaju hingga final. Sayangnya, mereka tampil antiklimaks di final. Praveen/Melati kalah di laga puncak dengan skor mencolok, 15-21, 8-21.    

Nah, kekalahan Praveen/Melati di final ini patut menjadi perhatian bagi PBSI. Sebab, bukan sekali ini, mereka kalah di laga puncak. Sejak dipasangkan pada awal tahun 2018 lalu, Praveen/Melati sebenarnya tampil cukup oke. Mereka mampu empat kali tampil di babak final. Sayangnya, semua berakhir dengan kekalahan. Yakni di India Open 2018, 2019, New Zealand Open 2019 dan Australia Open 2019.

Patut menjadi pertanyaan, mengapa Praveen/Melati acapkali tampil kurang ganas di laga final sehingga akhirnya belum mampu meraih gelar. Entah apakah dikarenakan ketegangan laga final, kondisi fisik yang terkuras ataukah lawan yang dihadapi memang lebih siap.

Padahal, lawan-lawan yang dihadapi ya itu-itu saja. Bicara kondisi fisik, lawan mereka pun pastinya juga terkuras kondisinya setelah melakoni laga dari putaran pertama. Boleh jadi mereka perlu tampil lebih rileks di final. Siapa tahu, dengan tampil lebih rileks, mereka bisa 'meledak' karena mampu mengurangi kesalahan sendiri (error) dan menekan lawan.

Saya yakin, pencapaian di Australia Open 2019 menjadi bahan perenungan bagi PBSI untuk berbenah. Dengan atau tanpa "dikirimi surat" seperti ini pun, PBSI pasti akan menggenjot atlet-atletnya untuk menjadi lebih baik.

Hanya saja, terkadang diperlukan kritikan dari 'orang luar' agar penampilan pebulutangkis kita lebih bagus. Termasuk dari penikmat bulutangkis seperti kita. Harapannya, penampilan mereka terus stabil hingga Olimpiade 2020 mendatang, demi kebanggaan Indonesia. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun