Apalagi, opak gambir bikinan Sari memang terkenal crunchy dan enak. Karenanya, tidak mengherankan bila ada banyak orang yang tertarik untuk memesan. Hingga hari ini saja, sudah ada lebih 70 toples pak gambir yang dibuatnya.Â
"Alhamdulillah pesanan tahun ini lumayan banyak. Ini masih bikin terus. Biasanya bikinnya setelah sahur sampai pagi kemudian mengantar anak ke sekolah. Kalau orderan sedang banyak, siang hari juga dilanjut bikin lagi. Kalau malam setelah tarawih, waktunya mengantar orderan," ujar Sari.
Bisnis opak gambir rumahan Sari sebenarnya bisa berkembang menjadi lebih besar. Kalau mau, dia bisa membuka orderan lebih banyak dengan gencar melakukan promosi di akun media sosial miliknya. Namun, karena keterbatasan modal, dia jadi berpikir dua kali untuk 'menerbangkan' bisnisnya. "Modalnya tidak ada untuk membeli bahan lebih banyak, apalagi toplesnya," ujarnya.
Apalagi, selama ini, pembuatan opak gambir yang dibuat secara manual dengan alat cetak konvensional hingga melakukan packaging, semuanya dikerjakan berdua saja bersama suaminya. Seandainya orderan terus dibuka, dia sudah menghitung kondisi fisiknya bakal kecapekan.
"Siapa sih pelaku usaha yang tidak ingin bisnisnya berkembang jadi besar. Tapi, kalau hanya mikir nyari duit, nanti ibadah Ramadannya malah keteteran. Bisa-bisa pas Lebaran nggak bisa silaturrahmi ke kerabat karena kecapekan. Karena itu saya batasi," sambung ibu satu anak ini.
Andai Sari bisa 'melek' fintech maupun memiliki komunitas yang membuatnya bisa berkenalan dan mengandalkan fintech, bukan tidak mungkin bisnis opak gambirnya bisa semakin berkembang. Bahkan, tidak hanya ketika Ramadan untuk sajian Lebaran. Tetapi juga di bulan-bulan lainnya untuk camilan maupun oleh-oleh. Apalagi bila dia mampu mengoptimalkan ponselnya untuk merasakan kemudahan bertransaksi dalam genggaman melalui e-banking. Salam.