Sebab, di banyak tempat, masalah penertiban PKL selalu menjadi persoalan klasik. Klasik dalam artian urusan ini bukan hanya ada sejak dulu, tetapi juga penertiban PKL bak solusi fatamorgana.
Maksudnya, penertiban PKL tersebut memang bisa menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan. Dan itu memang benar karena jalan maupun jembatan seharusnya tidak boleh dipakai untuk berjualan. Hanya saja, seringkali penertiban PKL lantas memunculkan masalah baru terkait nasib PKL nya.
Pernah bekerja sebagai Humas di pemerintahan daerah membuat saya sedikit tahu seputar masalah ini. Tentang bagaimana sikap pemerintah, tentang reaksi para PKL dan juga media dalam memberitakan isu seperti ini.
Umumnya (dan ini memang seharusnya menjadi keharusan), bila pemerintah daerahnya bagus, sebelum melakukan penertiban PKL, harusnya terlebih dulu disiapkan tempat untuk merelokasi mereka. Sehingga, mereka bersedia pindah. Jadi, bukan hanya mengurai masalah ketertiban, tetapi juga mencarikan solusi bagi para PKL tersebut.
Pun, dalam melakukan penertiban, tidak boleh main sok kuasa. Meskipun tindakan yang dilakukan benar, tidak boleh ujug-ujug datang menertibkan dan mengangkut lapak dagangan para PKL ke atas truk penertiban. Bila seperti itu, jangan kaget bila media lantas memberitakan buruk tindakan yang benar itu. Belum lagi keluarnya doa dari mereka-mereka yang merasa teraniya.
Nah, bila sudah ada pemberitahuan dan peringatan tetapi PKL nya ternyata masih bandel, baru-lah dilakukan penertiban. Itupun diusahakan untuk tidak terjadi bentrokan fisik.
Masalahnya, menertibkan PKL itu terkadang tidak semudah menggelengkan kepala. Bahkan, meskipun sudah disiapkan tempat untuk relokasi agar mereka tetap bisa berjualan setelah penertiban, itu terkadang tidak bisa menyelesaikan masalah.
Penyebabnya, para PKL ketika menempati tempat berdagang yang baru, terkadang kurang sabaran. Mereka membandingkan berjualan di tempat yang baru dengan di tempat lama dulu. Tidak sedikit contoh, PKL yang telah direlokasi ke tempat baru, lantas kembali ke tempat lama (berjualan di pinggir jalan).
Alasannya, berjualan di tempat baru, walaupun tempatnya lebih bagus, dinilai merugikan karena sepi imbas pelanggan lama mereka tidak tahu mereka pindah. Belum lagi alasan pembeli tidak suka memarkir kendaraannya terlebih dulu (karena di tempat lama PKL dan pembeli bisa langsung berjual beli di pinggir jalan) ataupun tempat baru tersebut lumayan jauh dari tempat tinggal para pedagang. Â
Karenanya, penting bagi pihak pemerintah di daerah untuk tidak asal membangun sentra untuk para PKL. Niatnya memang mulia karena memberikan tempat berdagang bagi PKL. Namun, bila dalam membangunnya tidak melakukan kajian terlebih dulu, niat mulia itu bisa berbeda dengan kenyataannya.
Kajian tersebut semisal kemudahan akses bagi pengunjung untuk datang alias tempatnya mudah dijangkau, ketersediaan lahan parkir kendaraan, kebersihan tempat, keamanan, kenyamanan dan pertimbangan lainnya.Â