Siapa sih yang bisa di sebut sebagai penguasa? Jawabannya mudah, sebut saja ada Presiden, Menteri, Kepala Daerah, pimpinan DPR/MPR-RI, Pimpinan Lembaga Tinggi Negara lainya dan banyak lagi. mereka mempunyai sub-sub kekuasaan yang di dalam jabatanya bergelimang kepentingan.
Penguasa. Sosoknya terus berganti-ganti setiap waktu tergantung lobi politiknya, namun pekerjaannya masih sama, yaitu sebagai Penguasa. Sosok tertinggi adalah yang mempunyai peranan lebih besar, tapi bukan berarti penguasa-penguasa lain atau yang lebih rendah tidak mempunyai peranan.
Lain Penguasa lain pula Pengusaha. bila Penguasa nasibnya tergantung usaha politik, apabila Pengusaha nasibnya tergantung dengan usaha kerasnya untuk mengelola korporasi agar tetap menghasilkan laba. silahkan pilih karier Anda.
Ah..kok jadi panjang lebar pembukaan ini. Pilkada DKI, okay,. Kita akan membahas Pilkada DKI yang ramai dan heboh dengan banyaknya trik politik dari penguasa. Fadli Zon politisi vokal yang terbiasa ceplas-ceplos mengatakan ada upaya penjegalan terhadap Anies Sandi dari penguasa. indikator Fadli adalah adanya pelaporan-pelaporan terhadap keduanya yang tidak masuk akal dan terkesan politis. apakah benar laporan itu tidak masuk akal.? cekidot.
Saya ingin mengawali dengan setiap individu / orang yang akan mencalonkan diri menjadi pejabat publik wajib melaporkan Harta kekayaanya tanpa kecuali, dan seperti saya lansir dari KPU, inilah Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (LHKPN) calon kepala Daerah DKI Jakarta 2017 (Ahok-Djarot dan Anies Sandi).
Basuki Tjahaja Purnama / Ahok.
Rp 25.655.887.496. (25.6 M)
 USD 7.228
Djarot Saiful Hidayat.
Rp 6.295.603.364 
USD 0
Anies Baswedan.
Rp 7.307.042.605 
USD 8.893
Sandiaga Salahudin Uno.
Rp 3.856.763.292.656. (3,8 T)
 USD 10.347.381
Kenapa saya perlu menampilkan harta kekayaan pasangan calon? karena hal ini penting untuk kita menyimak ketidak masuk akalan yang di maksud Fadli Zon.
Fransisca Kumalawati (menurut media adalah lawyer dan mantan istri Edward Soeryadjaya) adalah pihak yang melaporkan Sandiaga Uno dan Andreas Tjahyadi atas penggelapan tanah pada tahun 2012.