Mohon tunggu...
Gigih Prastowo
Gigih Prastowo Mohon Tunggu... Administrasi - Student

Anak Desa, mantan office boy |Future Finance Expert |Pendaki |Management Student | FEUI 2013 | @gigihprastowo

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

CSR: Seperti Mengenalkan Anemone pada Clownfish-nya

28 September 2016   01:57 Diperbarui: 28 September 2016   02:28 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: asknatur.org

Malam ini, sebenarnya tidak berbeda dengan malam-malam biasanya mahasiswa.. nugas, menyiapkan presentasi seperti biasanya. Hingga larut malam pun seperti biasanya.

Namun mungkin ada satu hal yang sedikit berbeda saat menyelesaiakan tugas mata kuliah Tanggung Jawab Sosial di malam ini. Yah, sebenarnya selasa-selasa malam biasanya, atau bahkan sampai Rabu dinihari tugas mata kuliah itu selalu ada namun entah, kali ini tugas ini berhasil membuatku merenung sejenak tentang apa sebenarnya arti tanggung jawab sosial, lebih-lebih jika dikaitkan dengan kata “perusahaan” yang seringkali dikenal tidak bertanggung jawab asalkan bisa mendapat keuntungan sebesar-besarnya.

Saling Curiga Clownfish dan Anemone

Ketika melihat ada sebuah program CSR (corporate social responsibility) banyak orang, bahkan terkadang akupun ketus melihatnya sebatas sebagai pencitraan semata. Lebih-lebih jika mengingat saat bencana Erupsi Merapi beberapa tahun silam di tempat kelahiranku Yogyakarta, begitu banyak spanduk perusahaan seakan meminta celah di lensa kamera wartawan di area bencana. Keterlaluan banyak hingga akhirnya Sultan selaku Gubernur memerintahkan untuk mencopot semuanya dan membuat koordinasi semua bantuan sosial.

Ini terjadi karena di tempat yang banyak diliput logistic bantuan melimpah tetapi ada zona lain yang ternyata kekurangan. Bahkan, jika mengingat gempa Jogja 2006 pun kondisinya demikian. Walau bagaimana pun semua harus mengakui bahwa banyak diantara mereka adalah relawan, mereka sangat meringankan beban para korban dan mereka layak mendapat ucapan terima kasih. Dan tentu tak sedikit dari mereka yang benar-benar tulus membantu baik dari dalam maupun luar negeri,

Entahlah, mungkin Milton Friedman, salah satu Begawan ekonomi dunia, itu benar bahwa tanggung jawab para manajer adalah memberikan keuntungan sebesar-besarnya saja. Walau jujur dalam hati aku sangat menentang definisi ini. Namun ketika melihat puluhan karyawan yang mewakili salah satu mantan penyedia jasa selular CDMA di Indonesia yang telah gulung tikar berdemo hari ini.  jika melihat mereka menuntut gaji dan pesangon yang belum dibayarkan supaya segera dibayarkan rasanya Milton Friedman seperti tersenyum di kuburannya dan berkata “APA KATAKU, Salah sendiri tak percaya”.

Terlebih, tergugat adalah pengusaha yang saat ini jelas masih memilki aset Triliyunan dan entahlah aku tak tau detail bagaimana hitung-hitungan mereka hingga memutuskan masih menuggak utang pesangon dan gaji mantan karyawannya, orang yang pernah ikut mengeluarkan keringat dalam apa yang sang pengusaha impikan. Mari izinkan sekali lagi Milton Friedman tersenyum sambil menunjuk-nunjuk grafis soal proxy contestnya.

Namun optimisme-ku mulai tumbuh ketika melihat pendapat Business Roundtable yang merupakan forum 150 CEO perusahan Top dunia yang didirikan pada 1972. Mereka bahkan mendefinisikan CSR sebagai keharusan. Karena perusahaan tanpa masyarakat, tanpa sosial, tidak akan bisa hidup. Baik itu masyarakat sebagai konsumen, karyawan, orang sekitar bahkan sampai pemasok mereka.

Konsesus yang akhirnya membuat Kotler and Lee (2005) menyimpulkan bahwa CSR adalah commitment to improve community wellbeing through discretionary business practices and contribution of corporate resource. Ya, di situ aku sangat senang menekankan pada improve community wellbeing dan corporate resource sebagai sebuah pengorbanan.

Sang Laut Sedang Surut

Berita sedih berikutnya adalah kata “defisit anggaran membengkak” hampir selalu tampil di berita ekonomi. Aku sedih juga melihat bagaimana Kakak Angkatan Jauhku, Kakak Sri Mulyani yang kini menjadi Menkeu kantung matanya makin terlihat saja.  Bagaimana sang menkeu bisa tidur nyenayak,  di APBN-P defisitnya diperkirakan melebar hingga 2.7% dari GDP. Sudah banyak Kementrian dan Lembaga Negara yang merasakan tajamnya guntingnya dalam menyunat anggaran. Terlebih, program pengampunan pajaknya banyak dihalangi negara lain yang tak ingin dananya berpindah masuk ke Indonesia, saya hanya bisa mengirmkan semangat ke Kak Sri Mulyani ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun