Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Melihat Langkah Anies Baswedan Tangani Kualitas Buruk Udara di Jakarta

2 Agustus 2019   22:10 Diperbarui: 3 Agustus 2019   06:08 2672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat naik MRT menuju Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia, Senin (1/4/2019).(KOMPAS.COM/ RINDI NURIS VELAROSDELA)

Akhir-akhir ini kualitas udara di Jakarta menjadi sorotan dan diperbincangkan oleh banyak orang. Bukan menjadi apresiasi, tapi malahan kualitas udara di Jakarta ini bak bencana dan pembunuh diam-diam.

Bagaimana tidak, Jakarta mempunyai kualitas udara terburuk ketiga di dunia, satu tingkat di bawah Kota Dhaka di Bangladesh.

Tidak hanya itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Greenpeace Indonesia dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta mengajukan gugatan terkait kualitas udara di Jakarta yang sangat buruk ini.

Sidang perdana gugatan polusi udara Jakarta itupun digelar pada hari Kamis (1/8/2019) yang lalu dengan tergugat mulai dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga Presiden Indonesia.

Tidak tinggal diam daerah di bawah kepemimpinannya mendapatkan citra yang buruk, Anies Baswedan pun terlihat seperti memberikan "perlawanan" dengan mengambil tindakan untuk menyelesaikan permasalahan kualitas udara yang tidak bisa ditangani dengan cepat sehingga membutuhkan waktu yang sangat panjang.

Anies dalam "perlawanannya" menerbitkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara di Jakarta tentunya yang sudah ditandatangani pada 1 Agustus yang lalu.

Dalam Ingub yang dikeluarkan oleh Anies Baswedan itu pun ternyata banyak hal yang menarik. Seandainya eksekusi bisa dilakukan dengan maksimal dan bekerja dengan baik, kemungkinan besar kualitas udara di Jakarta yang sudah sangat mencekam itu bisa ditekan.

Lantas apa saja isi dari Instruksi Gubernur tersebut? Mari kita bedah satu per satu dan lihat celah mana saja yang bisa menjadi sisi buruk dari eksekusi dari aturan yang baru saja ditandangani oleh Anies Baswedan ini.

1. Peremajaan Transportasi Umum dan Kendaraan Pribadi

Jak Lingko | Tribun Jakarta
Jak Lingko | Tribun Jakarta

Pertama adalah peremajaan transportasi umum. Jadi angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun dan tidak lulus dalam uji emisi beroperasi di jalan tidak diperbolehkan lagi untuk beroperasi.

Artinya pada tahun 2020 mendatang ada sekitar 10.047 armada bus kecil, sedang, dan besar yang terintegrasi ke dalam Jak Lingko. Singkat kata, Pemprov DKI akan mengadakan armada baru dalam peremajaan transportasi umum.

Tidak hanya transportasi umum, bila melihat ingub ini kendaraan pribadi yang berusia lebih dari 10 tahun akan dilarang melintas di kawasan DKI Jakarta.

Nantinya aturan pelarangan kendaraan pribadi yang berusia lebih dari 10 tahun ini akan mulai berlaku pada tahun 2025.

Peremajaan transportasi umum yang akan dilaksanakan pada tahun 2020 kemungkinan besar akan berjalan dengan baik bila diawasi dengan superketat. Bagaimana tidak? pengadaan 20 ribu armada transportasi umum bisa menjadi "lahan basah" sehingga bisa menurunkan kualitas dari armada yang seharusnya sendiri.

Sedangkan untuk aturan kendaraan pribadi yang berusia lebih dari 10 tahun dilarang melintas Jakarta, sepertinya hanya akan menjadi angan-angan saja.

Hal ini karena 2020 sepertinya akan terjadi perubahan kepemimpinan di DKI Jakarta. Karena bagaimanapun juga dunia politik di Indonesia sangatlah cair dan tidak bisa ditebak.

Kemungkinan besar Anies Baswedan akan maju di kontestasi Pemilihan Presiden di tahun 2024, sedangkan aturan usia kendaraan pribadi akan mulai berlaku pada tahun 2025.

Meskipun aturan ini akan diterapkan, bagaimana sistemnya? mengingat banyaknya warga DKI Jakarta yang mempunyai kendaraan di atas usia 10 tahun.

2. Ganjil Genap Diperluas

Ilustrasi Ganjil Genap | Media Indonesia
Ilustrasi Ganjil Genap | Media Indonesia

Yang kedua adalah perluasan wilayah memberlakukan kendaraan ganjil-genap yang melintas.

Sebelumnya, per 2 Januari 2019 yang lalu, Pemprov DKI Jakarta sudah menambah rute yang berlaku sistem ganjil-genap seperti   Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan M.H. Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, Sebagian Jalan Jenderal S. Parman (mulai dari simpang Jalan Tomang Raya sampai dengan simpang Jalan KS. Tubun), Jalan Gatot Subroto, Jalan Jenderal M.T. Haryono, Jalan Jenderal D.I. Panjaitan, Jalan Jenderal Ahmad Yani dan Jalan H.R. Rasuna Said.

Perluasan ganjil-genap ini akan berlaku pada 1 September 2019, dan mulai 5 hingga 31 Agustus akan dilakukan sosialisasi terkait perluasan ganjl-genap ini.

Penambahan rute sistem ganjil-genap ini akan diberlakukan mulai dari Jalan RS Fatmawati - Jalan Panglima Polim - Jalan Sisingamangaraja - Jalan Pramuka - Jalan Salemba Raya - Jalan Kramat Raya - Jalan Gunung Sahari - Jalan Majapahit - Jalan Gajah Mada - Jalan Hayam Wuruk - Jalan Suryopranoto - Jalan Balikpapan dan Jalan Tomang Raya.

Dengan perluasan sistem ganjil genap ini berarti akan terjadi pengurangan intensitas kendaraan bermotor baik mobil maupun motor yang ada di sejumlah wilayah Jakarta.

Aturan perluasan ganjil genap ini sepertinya yang mudah diterapkan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Karena sebelumnya perluasan aturan ganjil-genap pada awal tahun 2019 ini sudah berjalan dengan baik.

3. Kenaikan dan Perubahan Sistem Parkir

Parkir di Jakarta | Kontan
Parkir di Jakarta | Kontan

Instruksi selanjutnya adalah nantinya wilayah Jakarta akan mengalami kenaikan biaya dan perubahan sistem parkir.

Melalui Instruksi Gubernur ini Anies akan menerapkan Congestion Pricing, yakni semacam pajak yang dikenakan kepada kendaraan pribadi yang masuk ke kawasan tertentu di Jakarta, terutama pada kawasan padat lalu lintas.

Artinya dengan sistem Congestion Pricing ini nantinya ada beberapa kawasan tertentu di Jakarta yang akan mengalami kenaikan biaya parkir. Pengaturan biayanya sendiri akan ditentukan oleh rute dan waktu kendaraan itu sendiri.

Sebenarnya Congestion Pricing ini mirip dengan Electronic Road Pricing (ERP) atau sejenis jalan berbayar yang diwacanakan akan diberlakukan di Jalan Sudirman-Thamrin pada awal 2019 yang lalu, namun aturan ini mangkrak hingga kini.

Nah, bila ERP di Jalan Sudirman-Thamrin saja mangkrak dan anggap saja belum berhasil, bagaimana dengan aturan Congestion Pricing yang sebenarnya lebih rumit daripada ERP ini?

4. Perluasan dan Penambahan Trotoar di Jakarta

Trotoar di Jakarta | Kompas
Trotoar di Jakarta | Kompas

Instruksi selanjutnya adalah mendorong warga Jakarta untuk menggunakan moda transportasi umum dan juga berjalan kaki. Hal ini didukung dengan pembangunan fasilitas untuk pejalan kaki (trotoar) di 25 ruas jalan protokol arteri dan penghubung ke angkutan umum massal pada tahun 2020 mendatang.

Aturan ini bisa berjalan dengan baik bila tidak hanya pemerintah saja yang menerapkan instruksi dari gubernur ini. Selain melihat tindakan dari pemprov dalam membangun fasilitas untuk pejalan kaki, kita juga harus melihat bagaimana cara warga Jakarta bertindak selama ini dengan menyalahgunakan trotoar untuk tujuan yang tidak seharusnya, seperti dijadikan untuk lahan berjualan dan parkir misalnya.

5. Pengecekan Cerobong Asap Milik Industri Aktif dan PLTU

Cerobong Asap di Jakarta | Tirto
Cerobong Asap di Jakarta | Tirto

Bila empat instruksi sebelumnya berkaitan dengan kendaraan bermotor, dan intruksi yang terakhir berhubungan dengan emisi yang yang dikeluarkan oleh PLTU dan para penggerak di bidang industri.

Namun ternyata seperti gebrakan Anies Baswedan menanggulangi kondisi udara Jakarta yang buruk akibat dari emisi industri aktif ini masih belum terlalu radikal.

Anies Baswedan menginstruksikan kepada Dinas Lingungan Hidup Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pengukuran dan inspeksi setiap enam bulan sekali pada seluruh cerobong industri aktif.

Padahal cerobong asap baik dari industri aktif yang berada di Jakarta dan PLTU salah satu penyumbang terbesar yang berakibat buruknya kualitas udara di Jakarta ini.

Lagi-lagi Instruksi Gubernur barulah langkah awal bagaimana Pemprov DKI Jakarta berusaha membenahi kualitas udara ini. Yang akan dinantikan adalah bagaimana DKI Jakarta baik pemerintah dan warganya mengeksekusi langkah yang sudah dikeluarkan oleh Anies Baswedan ini. Akankah jadi solusi yang matang ataulah hanya langkah using belaka, kita butuh waktu untuk menantikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun