Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Ketika Data Penduduk Indonesia Bocor dan Disalahgunakan, ke Mana Kemkominfo?

29 Juli 2019   21:49 Diperbarui: 29 Juli 2019   21:58 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi eKTP | alinea.id

Beberapa hari yang lalu, seorang pengguna Twitter @hendralm mengunggah foto hasil capturan di sebuah grup Facebook yang digunakan untuk melakukan transaksi jual-beli data penduduk Indonesia.

Dari capturan yang dia unggah tersebut, terlihat banyak orang yang bertransaksi untuk membeli data-data penduduk Indonesia berupa data NIK dan KK. Tidak sampai di situ, diduga ada juga oknum yang mempunyai data sekitar 1000 KTP dengan foto selfie.

Diduga data yang diperjualkan untuk registrasi beberapa pembayaran digital seperti Ovo, Gopay, Akulaku dan beberapa aplikasi yang menyediakan fitur paylater, yakni sebuah layanan untuk kamu membeli barang namun dibayar dibelakangan.

Jadi bisa dibayangkan bila ada seseorang menyalahgunakan datamu dengan sembarangan dan digunakan untuk meregistrasi layanan paylater tanpa kamu ketahui siapa oknum yang menggunakannya tersebut. Ketika telah jatuh tempo, oknum tersebut hilang tanpa diketahui dan pihak aplikator hanya mengetahui bahwa namamu yang menjadi peminjam tersebut.

Mirisnya lagi, ada yang menjual data-data tersebut dengan harga yang sangat murah, yakni hanya Rp 500 per satu data (NIK dan KK).


Setelah ramai diperbincangkan di publik yang menimbulkan keresahan masyarakat, pihak kepolisian pun sedang menyelidiki jual-beli data ini.

Sebelumnya kepolisian juga pernah mengungkap jual-beli data melalui internet, namun pada waktu itu biasanya data-data ini hanya dilakukan oleh para marketing-marketing asuransi yang hendak mencari nasabah baru, bukan untuk disalahgunakan yang mengakibatkan kerugian materil.

Jual beli data memang sudah ada, namun kali ini risiko yang diakibatkan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut menjadi lebih besar lagi.

Sebelum permasalahan ini mencuat, di bulan yang sama juga ramai diperbincangkan terkait pemerintah yang memberikan akses data pribadi kepada pihak swasta.

Hampir riuh dipermukaan, akhirnya Mendagri memberikan penjelasan bahwa izin akses data penduduk Indonesia untuk memastikan agar konsumen tidak melakukan penipuan terhadap jasa yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Perusahaan-perusahaan swasta yang diberikan untuk mengakses penduduk Indonesia sebagaian besar adalah mereka yang bergerak di bidang perbankan dan asuransi.

Namun, meskipun pemerintah sudah memberikan penjelasan tidak ada data penduduk yang disalahgunakan pihak swasta, bagaimana cara pemerintah mencegah terjadinya jual-beli data yang dilakukan oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab pada kasus sebelumnya.

Hal ini karena pemerintah sendiri telah memegang dua ratus juga data lengkap masyarakat Indonesia seperti NIK, KK, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, hingga tanda tangan. Jadi tidak salah bila kita mencemaskan hal ini.

Kasus jual-beli, pencurian dan kebocoran data ini adalah masalah serius yang cukup pelik, ketidak mampuan pemerintah menangani hal ini akan merugikan warganya.

Kebocoran data yang baru saja terjadi adalah pada sebuah marketplace Sephora.

Sephora | Kontan.id
Sephora | Kontan.id

Sephora, sebuah marketplace kosmetik asal Prancis mengumumkan bahwa perusahaannya tengah mengalami kebocoran data pengguna di delapan negara yakni Malaysia, Indonesia, Thailand, Filipina, Hong Kong, Australia dan Selandia Baru.

Data pengguna Sephora yang bocor ini meliputi nama depan dan belakang, tanggal lahir, jenis kelamin alamat email, kata sandi yang tereskripsi dan juga informasi terkait preferensi terkait kecantikan.

Data yang diambil adalah mereka para pengguna yang pernah menggunakan layanan online Sephora. Sephora sendiri mengatakan sebagian informasi pengguna ini kemungkinan telah diakses tanpa izin oleh pihak ketiga.

Kasus kebocoran dan penyalahgunaan data terbesar yang pernah ada di dunia adalah ketika Facebook memberikan izin kepada Cambridge Analytica, sebuah konsultan politik yang secara tidak langsung berdampak pada kemenangan Donald Trump pada Pemilihan Umum AS yang lalu.

Akibatnya, Komisi Perdagangan Federal (Federal Trade Commission) Amerika serikat menjatuhkan sanksi denda kepada Facebook sebesar 5 miliar dolar atau setara Rp 70 triliun.

Namun nilai denda tersebut tergolong masihlah sangat kecil bila dibandingkan dengan kemungkinan 87 juta data yang disalahgunakan oleh Cambridge Analytica.

Selain itu, Facebook juga mengakui membagikan data pengguna nya ke 52 perusahaan teknologi seperti Alibaba, Apple, Microsoft, Samsung, Vodaphone, Western Digital, Yahoo dan masih banyak lagi.

Data saat ini menjadi sebuah harta karun yang sangat berharga bagi mereka yang bekerja di bidang teknologi dan informasi yang semakin berkembang saat ini.

Namun nampaknya pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan Informasi tidak terlalu begitu serius menangani permasalahan penyalahgunaan dan jual-beli data ini.

Padahal perlindungan data pribadi ini sudah diatur dalam pasal 84 ayat (1) dan pasal 85 UU No 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan juga Peraturan Menteri (Permen) Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi.

Namun ternyata payung hukum terkait penyalagunaan dan jual-beli data ini masih belum kuat karena tidak adanya pembaharuan dan juga kekuatan hukum yang yang stabil untuk permasalahan ini.

Kemkominfo dinilai lamban padahal Kemkominfo ini masih mempunyai beragam PR besar yang sudah menjadi bayang-bayang besar seperti permasalahan jual beli data, pembangunan infrastruktur supaya akses informasi di seluruh Indonesia menjadi merata, gangguan sms penipuan kepada para pengguna jaringan komunikasi hingga penerapan sistem verifikasi IMEI pada ponsel yang akan mulai berlangsung pad 17 Agustus mendatang.

Kemkominfo malah sibuk dengan konten Youtube Kimi Hime yang dianggap memenuhi unsur pornografi dan juga gerakan satu juta tumbler untuk mengurangi sampah plastik yang tidak ada hubungannya dengan permasalahan Kominfo.

Sejak kapan Kenkominfo jadi polisi moral yang mengurusi permalahan lingkungan, padahal masih banyak tugas dan PR besar yang harus diurusi terlebih dahulu?

Sumber

Sumber 1, Sumber 2,  Sumber 3,  Sumber 4,  Sumber 5,  Sumber 6,  Sumber 7,  Sumber 8,  Sumber 9,  Sumber 10.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun