Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kualitas Negara ditentukan Pendidikan

27 Mei 2016   22:59 Diperbarui: 30 Mei 2016   20:23 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang anak diajak ibunya kekebun pada hari libur, dan bisa juga nambah libur pada hari sekolah/dokrpi

Pedidikan adalah salah satu hal yang terpenting untuk kebutuhan manusia. Setiap individu, kelompok, organisasi dan bahkan suatu negara tidak bisa berdiri tanpa pendidikan, sebab setiap individu yang tidak terdidik hidupnya akan tidak teratur dan acak – acakan. Suatu kelompok tanpa pendidikan tidak bisa jalan, karena mungkin merasa libih penting dan merasa lebih benar dari yang lainnya. Setiap organisasi tanpa didasari pendidikan, akan menyebabkan kebuntuan gagasan dan kesulitan untuk menjalankan roda organisasi tersebut, sehingga tidak mampu berjalan lagi. Dan begitu pula suatu Negara, tanpa individu, kelompok dan organisasi terdidik akan menyebabkan ketidakmampuan Negara tersebut untuk berdiri.

Rendahnya kualitas pendidikan pada suatu Negara akan merendahkan kualitas Negara, tingginya kualitas pedidikan pada suatu Negara akan meninggikan kualitas Negara tersebut. Begitu pula dengan suatu organisasi, kelompok dan individu. Dengan pentingnya pendidikan untuk kelangsungan kehidupan memmbuat kita sadar diri, perlunya pendidikan ditanamkan sejak dini, diutamakan, diatur sebaik mungkin sehingga mampu meninggikan kualitas kita semua, baik individu, kelompok, organisasi dan Negara.

Adapun hal – hal yang sangat mempengaruhi 'ketersendatan' pendidikan di negeri ini (khusus pedalaman sepengetahuan penulis) adalah sarana pendidikan, mediator (guru), orang tua (untuk anak), budaya dan lingkungan, dan individu sendiri. Berikut adalah sedikit penjelasan awam penulis, tentang beberapa hal tersebut dan sedikit konsep perubahannya.

Sarana dan prasarana

Dalam suatu institusi/lembaga pendidikan, sarana (mediator) pedidikan sangat dibutuhkan untuk melanjutkan suatu kosep pedidikan. Tanpa mediator, suatu gerakan akan cukup kesulitan dan bahkan mungkin mustahil untuk dijalankan. Pentingnya kelengkapan sarana pendidikan akan menunjang pelaksanaan pendidikan dan memudahkan setiap elemen pendidikan dalam hal ini guru dan peserta didik. Dengan tanpa sarana yang memadai proses pedidikan akan 'tersendat' dan bahkan bisa tidak jalan. Misalnya: salah satu SMA di Kabupaten Gayo Lues memiliki lebih dari 300 siswa, yang mana memiliki sarana yang tidak memadai. Sekolah ini memiliki 6 unit computer yang masih bagus, tapi yang rusak banyak. Pada sekolah ini, ada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan hanya ketersediaan computer 6 unit yang masih bagus. Dengan 6 unit Komputer yang ada, apakah mampu memenuhi kebutuhan paraktik computer? Tentu tidak. Berdasarkan contoh ini, pentingnya ketersediaan sarana pendidikan yang memadai sangat penting untuk mencapai pendidikan yang berkualitas. Laboratorium yang yang baik, akan memudahkan siswa melakukan praktik dan hasil praktik siswa akan sesuai dengan yang sebenarnya (akurat). Perpustakaan yang baik (buku yang memadai), akan menambah minat siswa untuk 'mengeksplor' ilmu dari gudangnya (buku). Selain dari perlengkapan yang memadai (Perpus dan Lab), pentingnya perawatan alat dan kondisi ruangan yang bersih dan nyaman juga akan 'memompa' semangat dan minat siswa (betah).

Guru/Pengajar

Dalam suatu institusi/lembaga pendidikan, tidak terlepas dari pendidik (guru). Guru berperan sebagai mediator penyampaian materi pada peserta didik (siswa, pelajar). Materi yang disampaikan guru, diharapkan mampu diserap dengan baik, sehingga terpatri dalam memori penerima materi. Materi yang sudah terpatri, diharapkan mampu diaplikasikan pada kehidupan, sehingga mampu menjadi 'penyuluh' yang terang benderang dalam menjalankan aktivitas bermasyarakat. Pada penyampaian materi, diperlukan keahlian yang terdidik agar semua konsep materi dapat terealisasi dan mudah diterima. Dalam hal ini, perlunya pendidik sadar diri, jika tidak mampu mendidik jangan jadi pendidik. Pendidik yang terdidik dimaksud adalah pendidik yang kreatif dan insfiratif, tegas dan lugas dan yang paling penting menguasai materi, serta mampu mencari metode penyampaian materi yang tepat dalam kelas yang berbeda. Misalnya : Apakah penyampaian harus tenang dan hening? Apakah harus heboh dan riuh? Apakah bersifat humor? Apakah bersifat kejam? Apakah perlu membual dan kasih contoh eksternal? Dan bila perlu semua diterapkan, karena tidak tertutup kemungkinan dalam satu kelompok/kelas berbeda watak (menurut penulis mayoritas). Apakah konsep ini bisa dijalankan? Penulis jawab bisa. Berdasarkan pengalaman pribadi, pada kelas 3 SMP, pelajaran Matematika diajarkan oleh seorang guru berinisial AS, membuat kami bisa kompak paham pelajaran Matematika dan tidak membosankan bagi kami. Pada sebelumnya (kelas 1 dan 2), pelajaran Matematika sangat ‘mematikan’ bagi kami, sulit, rumit, dan sangat membosankan. Setelah dipikir – piker (analisa), yang berbeda hanya metode penyampaian/pengajarannya yang berbeda.

Metode yang diajarkan Pak AS adalah metode rangkap. Beliau biasa mengajar dengan focus/serius, kejam dan ngelawak, yang membuat kami selalu on. Kejam : Beliau sering mengetok kepala kami baik salah atau tidak, baik serius atau tidak dan yang tidak diketok adalah yang bisa menjawab soal yang diberikan. Ngelawak : beliau sering mengganti variavel X dan Y pada materi Fungsi Kuadrat dengan nama kami, nama buah dan bahkan nama binatang. Yang paling heboh, Pada saat memanggil dan mengabsen kami, beliau sering mengganti nama kami dengan nama orang tua kami. Saya bingung darimana beliau mengetahui nama orang tua kami. Menyebut nama orang tua, dalam budaya kami adalah suatu hal yang cukup tabu dan jadinya sering dianggap lucu jika disebut dalam memanggil nama kami. FoKus/serius: metode ini, beliau menerapkan hanya pada saat menerangkan kata kunci dari sebuah materi pelajaran, dan yang tidak serius mendapat hadiah dari beliau ketok kepala atau ditegur dengan memanggil nama orang tua.

Dalam hal ini, diperlukan pengajar menguasai materi (utama), tegas dan lugas, kreatif dan insfiratif, menguasai ‘panggung’ dan mampu menghibur pelajar sambil belajar. Sebaik - baiknya guru adalah seorang guru yang mampu menyampaikan 'pesan' yang baik dari materi yang disampaikan (tidak harus semua) dan seburuk - buruk guru adalah seorang guru yang tidak bisa menyampaikan 'pesan' dari materi yang disampakan (hal ini banyak didaerahku).

Orang tua

Peran pendidikan memang tidak terlepas dari orang tua. Orang tua adalah pendidik yang paling banyak menghabiskan waktunya untuk mendidik. Akan tetapi, permasalahan yang sangat mendasar dari peran orang tua adalah orang tua yang awam pedidikan. Bagaimana seorang yang tidak pernah mengecap pedidikan menjadi pendidik? Tentu sulit dan sangat jarang yang bisa. Ditambah lagi dengan adanya humor bahwa walaupun memiliki ijasah tidak menjamin hidup (kerja). Untuk mengatasi permaslahan ini, diperlukan menanamkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan pada orang tua yang 'model' ini. Sekurang – kurangnya agar orang tua mau menasehati anaknya untuk rajin belajar. Orang tua yang awam, sangat tidak bisa berpengaruh untuk merubah pendidikan. Menurut pengalaman penulis, disini begitu banyak orang tua yang tidak mengizinkan anaknya sekolah karena menurut mereka tidak penting – penting amat. Ada yang membiarkan anaknya mau sekolah mau tidak, terserah anak. Ada pula yang langsung menyarankan berkebun dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun