Mohon tunggu...
Gading S
Gading S Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Gading

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peristiwa '65 dan Urgensi Permintaan Maaf Negara

30 September 2019   13:12 Diperbarui: 30 September 2019   13:21 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perisitiwa 1965 adalah serangkaian perisitiwa politik yang bermula dari munculnya Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam perpolitikan Indonesia pada masa pemerintahan tunggal Soekarno, PKI pimpinan DN Aidit berhasil menjelma menjadi salah satu partai terbesar pada pertengahan 60-an.

Kehadiran PKI dan idenya untuk membuat angkatan ke 5 (selain TNI: AD, AU, AL & Polri) dengan mempersenjatai rakyat, buruh dan tani mendapat penolakan dari berbagai kelompok terutama TNI.

Perang kepentingan dan perebutan kekuasaan pun tak terhindarkan yang berpuncak pada meletusnya gerakan G30S/PKI yang bertujuan menculik 7 Jenderal TNI Angkatan Darat yakni : AH Nasution, Ahmad Yani, MT Haryono, S Parman, DI Pandjaitan, Sutoyo dan R Soeprapto. (Kemudian yang tewas 6 kecuali Nasution ditambah Pierre Tandean, Katamso, Sugiono dan Polisi KS Tubun)

Peristiwa Konfrontasi ini berakhir setelah AD dibawah komando Mayjen Soeharto dan Kol Sarwo Edhie berhasil menumpas tuntas PKI, hingga berujung pada beralihnya kekuasaan yang melengserkan Soekarno dari tampuk Presiden. (Dikenal dengan istilah kudeta merangkak)

Tak sampai disitu saja, demi memuluskan kudeta ini dengan tujuan menarik simpati rakyat, atasnama negara dan berdalilkan penumpasan PKI hingga paham dan simpatisan Komunis sampai ke akar-akarnya. Rezim baru Soeharto melangsungkan modus operasi yang keji, pembantaian, penangkapan pejabat negara eks rezim Soekarno semua dilakukan tanpa proses peradilan Hukum.

Tak pelak, diperkirakan 2 juta orang tewas dibantai, (semacam genosida) ribuan orang ditangkap dan dibuang ke pulau terpencil tanpa proses pengadilan, serta terjadi banyak penjarahan yang membuat kekacauan dan huru-hara. 

Hingga dimasa orde baru, dendam dan sentimen terhadap PKI terus dipupuk.
Melarang atribut dan logo PKI sampai mreajibkan pembuatan dan pemutaran film G30S/PKI sebagai alat propaganda.

Kejahatan kemanusiaan lainnya Pemerintah dimasa itu seakan tutup mata dengan konfrontasi horizontal antar masyarakat. Tak ayal banyak kelompok yang mengaku sebagai Organisasi Kepemudaan melakukan persekusi, intimidasi bahkan penganiayaan dan penjaharan terhadap etnis bahkan kelompok tertentu yang mereka duga berafiliasi dengan Komunis.

Pada masa itu pula terjadi diskriminasi secara administratif, dimana para keturunan atau keluarga eks Simpatisan PKI dilitsus/diberi tanda khusus pada KTPnya yang berdampak sulitnya mereka mencari pekerjaan hingga tidak diperbolehkan untuk bekerja dalam pemerintahan. (Menjadi Pegawai Negeri Sipil)

Selepas orde baru Soeharto sentimen terhadap PKI sudah berangsur dihapuskan, tercatat Pemerintahan Habibie sudah membuka kran demokrasi kebebasa berekspresi yang berdampak pada boleh beredar luasnya buku-buku dan informasi yang faktual sehingga dapat membantu pelurusan sejarah tentang PKI yang selama ini dipropaganda dan didistorsi oleh Orde baru.
Habibie juga melepaskan semua tahanan politik yang berseberangan dengan Pemerintah yang sejak 1965 dipenjarakan rezim Soeharto tanpa adanya pengadilan hukum.

Pemerintahan Abdurahman Wahid menghapuskan diskriminasi secara administratif warisan orde baru itu, dengan menghapuskan sistem litsus dan memberikan ruang yang sama bagi siapapun tanpa terkecuali untuk mengakses pekerjaan terlebih pekerjaan dalam pemerintahan. (Pegawai Negeri Sipil)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun