Akhir akhir ini kegelisahan bercampur aduk kegamangan  semakin luar biasa tak terkatakan, ketika ada dorongan besar dalam dirinya untuk semakin mencoba berbagai pernak pernik yang sebenarnya didoyani kaum mamanya. Itulah yang terjadi dan dilakukannya diam diam, memakai perlengkapan perlengkapan mamanya..sampai untuk yang kedua kali Ayahnya memergokinya..
==
"Aku malu, Ma.." Handoko menghisap rokoknya dalam dalam.
"Tapi rasa malu itu tidak akan menolong, Pa" suara Ningsih tercekat, dan lirih menahan air mata
"Kenapa aku punya anak seperti dia? Aku dosa apa...oh Tuhan..." Handoko meremas kedua tangannya
"Apa kata teman teman satu kantorku? Mau ditarok dimana mukaku!!" suara Handoko meninggi sambil melotot ke udara. Ningsih semakin terisak.
"Aku bekerja keras mencari uang, pulang pulang temukan anak seperti ini..apa salahku??" Handoko tidak kuasa menahan dirinya.
"Pa..coba tenangkan pikiran Papa..aku hanya merasa apakah kita punya salah dalam hal ini. Dalam masa pertumbuhannya Andika tidak menemukan sosok Papa..seorang laki laki.."
"Maksudmu ini semua salahku??" teriak Handoko sebelum istrinya selesai bicara. Astuti hanya menangis semakin menjadi.
Andika mendengar percakapan itu dibalik pintu. Ingin dia memeluk mamanya, merengkuh kaki ayahnya..tapi dia tidak kuasa..dia beranjak menjauh membawa langkahnya keluar rumah
==