Mohon tunggu...
Ferdians Obs
Ferdians Obs Mohon Tunggu...

Mahasiswa Pasca Sarjana UI www.kasatmata.com | www.ninersoffer.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Agenda Polri dan "Counter Attack" untuk Lawan Politik Ahok

17 November 2016   09:52 Diperbarui: 17 November 2016   10:36 4251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabareskrim Polri, Komjen. Pol. Drs. H. Ari Dono Sukmanto, S.H. M.Si. seusai membaca putusan penetapan Ahok sebagai tersangka dugaan penistaan agama (Kompas.com)

Kemarin, Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Ahok dinilai melanggar Pasal 156a KUHP juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Meski dengan status tersangka, nyatanya hal tersebut tak mampu menggugurkan pencalonan Ahok dalam pertarungan memperebutkan kursi panas nomor 1 di Provinsi DKI Jakarta. Adanya proses hukum yang cukup panjang untuk dapat menggantikan status Ahok menjadi terdakwa bahkan terpidana.

Meski demikian, saat ini Ahok dalam posisi yang sangat dilematis, mundur kena majupun kena. Jika Ahok mundur sebagai peserta pilkada, konsekuensi hukum menanti. Terus maju sekalipun menang, belum tentu akan kembali menjadi Gubernur. Belum lagi ditambah tekanan psikologis karena menyandang status tersangka.

Penetapan status tersangka Ahok tak terlepas dari upaya Polri dalam menegakkan hukum di Indonesia. Ini merupakan wujud pembuktian Polri atas janjinya sekaligus menjawab keraguan publik terkait netralitas Polri dalam upaya usut tuntas kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok. Komitmen Polri tak berhenti sampai di situ saja, sederet agenda telah menanti karena selama perjalanan kasus piadato kontroversial Ahok, banyak terseret sejumlah pihak terutama tokoh lawan politik Ahok yang turut tersandung dugaan pelanggaran pidana.

Pertama, dimulai dari kasus Buni Yani yang disebut-sebut sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas polemik dan viralnya video rekaman Ahok kunjungan kerja di Kepulauan Seribu di jejaring Youtube. Buni Yani menghilangkan kata “pakai” dalam video rekaman berdurasi 30 detik tersebut. Akibat perbuatan penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atas permusuhan SARA, Komunitas Muda Ahok-Djarot (Kotak Adja) melaporkan Buni Yani ke Polda Metro Jaya, pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang ITE Nomor 11 Tahun 2008 dengan ancaman pidana enam tahun penjara.

Kedua, Muhammad Rizieq Shihab atau lebih dikenal Habib Rizieq juga tinggal menunggu proses hukum atas tindakan pelecehan terhadap lambang dan dasar negara Pancasila. Dalam rekaman video ceramah yang beredar sejak dua tahun lalu, Rizieq menyebut “Pancasila Sukarno ketuhanan ada di pantat, sedangkan Pancasila piagam Jakarta ketuhanan ada di kepala.”

Atas pernyataan tersebut membuat Sukmawati Soekarnoputri naik pitam dan melaporkan Rizieq ke Bareskrim Polri dengan nomor laporan LP/1077/IX/2016/Bareskrim atas pelanggaran tindak pidana penodaan terhadap lambing dan dasar negara, sebagaimana dimaksud dalam pasal 164a KUHP dan atau Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 57a jo, Pasal 68 UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Kasus hukum yang melibatkan Habib Rizieq, tentu berimbas kepada organiasi yang ia pimpin yaitu Front Pembela Islam (FPI). Itulah mengapa tagar #DeleteFPI sempat menjadi trending topik dan timbul wacana pembubaran FPI di kalangan netizen di media sosial.

Ketiga, segera menyusul pemeriksaan terhadap Ahmad Dhani, Fahri Hamzah, Fadli Zon, dan Amien Rais terkait indikasi pelanggaran pidana dalam orasinya saat pelaksanaan Demo 4 November lalu. Menurut Humas Polri Irjen (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan bahwa semua rekaman orasi tengah diselidiki oleh tim forensik Polri untuk melihat sejauh mana dugaan ujaran kebencian para orator. Adapun hukum pidana ujaran kebencian diatur dalam KUHP, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Dikriminasi Ras dan Etnis dan UU Nomor 70 Tahun 2012 tentang Penangan Konflik Sosial.

Dimulai dari Ahmad Dhani yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh perwakilan Laskar Rakyat Joko Widodo (LRJ) dan Pro Jokowi (Projo) (6/11) dengan nomor laporan LP/5432/XI/2016/Bareskrim atas dugaan penghasutan dan pelecehan terhadap presiden sebagaimana diatur dalam pasal 160 da 207 KUHP dengan ancaman pidana paling lama enam tahun penjara dan satu tahun enam bulan. Menyusul juga laporan organisasi Advokat Bhinneka Tunggal Ika dan Komunitas Pengusaha Indonesia ke Bareskrim Polri atas orasi Dhani yang dinilai menyebabkan pertumbuhan ekonomi terganggu.

Barisan Relawan Jalan Perubahan (Bara JP) melaporkan orasi Fahri Hamzah (9/11) disusul dengan laporan yang sama ormas Solidaritas Merah Putih (Solmet) (11/11) terkait tuduhan tindak pidana penghasutan dan makar terhadap pemerintah yang sah yang diatur dalam pasal 160 dan 107 KUHP. Selain itu, Sekretariat Nasional Komite Penegakan Pro Justicia (KPPJ) diwakili Finsen Mendrofa melaporkan Fahri Hamzah dan Fadli Zon ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akibat orasinya yang “bertujuan menggulingkan pemerintahan Presiden Joko Widodo”. Finsen menilai pernyataan tersebut tidak pantas dan telah melanggar kode etik DPR dan UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Terakhir, turut terseret juga Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J. Mahesa dalam laporan teregistrasi dengan nomor LP/1146/XI/2016/Bareskrim tertanggal 16 November 2016 di Bareskrim Polri. Desmond dianggap telah melecehkan Nabi Muhammad SAW atas pernyataannya dalam salah satu tayangan di stasiun televisi swasta, yang menyebutkan bahwa “Ahok lebih baik membangkitkan Nabi Muhammad ketimbang mendatangkan ahli dari Mesir”. Masya Allah. Menurut Bambang Sri Pujo, pewakilan Aliansi Nasional 98 sebagai pelapor, pernyataan Desmond dinilai lebih berbahaya dari pernyataan Ahok. Alhasil Desmond dilaporkan atas dugaan penistaan agama sebagaimana yang diatur dalam pasal yang sama dengan kasus Ahok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun