Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Paulo Coelho, Seniman Pencari Hakikat

30 Maret 2019   02:36 Diperbarui: 30 Maret 2019   20:01 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis Brasil, Paulo Coelho, difoto fitempat tinggalnya, Jenewa, Swiss. [Foto: Niels Ackermann/TIME]

"Tak seorang pun tahu apa yang akan terjadi bahkan pada menit berikutnya, namun kita tetap berjalan ke depan. Karena kita memiliki iman." ---Paulo Coelho

Seperti seniman dalam artian yang sesungguhnya, mereka tidak pernah puas dengan aspek-aspek lahir dari kehidupan dan juga tidak puas dengan apa yang dicapai oleh akal. Mereka mencari hakikat yang tersembunyi dan menangkap keindahan yang paling hakiki-Acep Zamzam Noor-  

Paulo Coelho, pertemuan saya dengan bukunya berawal di toko buku Gramedia Padang di lantai tiga. Di lantai tiga ini khusus dan mendominasi buku-buku komik, cerpen, novel karya penulis Indonesia maupun penulis luar negeri. Itu di bulan Februari tahun 2013.

Kala melihat-lihat beragam judul cerpen dan novel dan mata saya melirik beberapa buah novel dan cerpen yang ditulis Paulo Coelho dengan jumlah yang cukup banyak namun saya tidak membelinya karena masih diliputi tanda tanya dengan beberapa sebab dibawah ini.

Pertama, harganya yang tak bersahabat  dengan dompet saya-heran pada diri sejak kapan saya berhitung untuk membeli buku. Kedua, saya belum tahu benar sebagus apa karya Paulo Coelho di jagat raya kesastraan. Ketiga, ini lebih kepada aspek ideologis. Kadangkala aspek ideologis saya kambuh tanpa melihat dan membaca dulu karya seseorang tetapi langsung menghakimi.

Di bulan Maret saya ke Gramedia lagi bersama istri dan anak ke lantai tiga dan masih ada rak-rak buku khusus untuk buku karya Paulo Coelho maka untuk membunuh rasa penasaran, saya memanggil dan minta tolong ke customer untuk membuka  dua bungkus plastik buku Paulo Coelho tersebut. Dan buku yang saya beli berjudul Sang Alkemis. Saya terkesan dengan buku berjudul Sang Alkemis.


Sampul buku
Sampul buku "Sang Alkemis" - Paulo Coelho [Sumber foto: Gramedia.com]

Ketika berkunjung ke rumah seorang teman bernama Muksal untuk meminjam buku karya Pidi Baiq di tampakannya pula buku Paulo Coelho berjudul, Seperti Sungai yang Mengalir, Gunung Kelima dan Ziarah. Wah, pucuk di cinta buku tiba. Buku-buku karya Paulo Coelho di Indonesia diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama. Berturut-turut setelah itu walau berbeda tahun saya membeli lagi buku Coelho berjudul Sang Pemenang Berjalan Sendirian dan Kitab Suci Kesatria Cahaya. 

Tentang Paulo Coelho

Lahir di Rio (Brasil) pada bulan Agustus 1947, Paulo Coelho anak dari Pedro Queima Coelho de Souza, seorang insinyur, dan istrinya, Lygia, ibu rumah tangga. Sedari remaja Paulo Coelho berkeinginan karier di bidang seni, meski ini dipandang di luar jalur oleh kalangan keluarganya yang tergolong kelas menengah.

Belajar di sekolah Yesuit -sekolah yang mendidik calon pastor- yang ketat, Coelho menemukan jiwa sejati yang memanggil yaitu menjadi penulis. Tetapi kedua orangtuanya justru memilih jalan yang tak sealur dengannya. Kegagalan menekan kecintaan pada sastra, Coelho dianggap menderita sakit jiwa.

Kala usia Coelho tujuh belas tahun, ayahnya dua kali memasukkannya ke rumah sakit jiwa, dimana Coelho mengalami sesi-sesi "terapi" kejut listrik. Dan lagi-lagi dimasukkan ke rumah sakit jiwa oleh orangtuanya setelah terlibat dengan sebuah kelompok drama dan mulai bekerja sebagai wartawan. Berkepribadian "pemberontak" dan selalu mencari kebaruan itulah Coelho. (Paulo Coelho, 2013)  

Tahun 1968, Brasil dikuasai militer yang selalu menekan rakyat, Coelho ikut serta dalam gerakan-gerakan progresif dan bergabung dengan generasi damai dan cinta. Ia mencari pengalaman-pengalaman spiritual baru dengan berpetualang ke sepanjang Amerika Latin untuk menapaktilasi jejak Carlos Castaneda.

Coelho pernah bergiat di teater dan mencoba menjadi wartawan, meluncurkan majalah Alternatif 2001. Ia mulai berkolaborasi dengan produser music Raul Seixas sebagai penulis lirik lagu yang mengubah peta music rock Brasil tahun 1973 Raul bergabung dengan Masyarakat Alternatif, organisasi yang membela hak-hak individu untuk bebas berekspresi, dan mulai menerbitkan sejumlah komik yang menyerukan kebebasan lebih besar. Para anggota organisasi itu ditangkap dan dipenjara. Dua hari kemudian, Coelho diciduk dan disiksa sekelompok militer. Pengalaman yang pahit.

Kejadian-kejadian tersebut sangat berbekas dan beri pengaruh kepada apa yang dilakukan Coelho selanjutnya di dalam kehidupan. Pada umur dua puluh enam tahun, Coelho memutuskan berhenti dari hidup yang berjalan di rel "bahaya" dan ingin menjadi orang "normal". Pernah jadi eksekutif dalam industri musik.

Coba juga jadi penulis, mulai serius menulis setelah dia bertemu orang asing. Mulanya orang itu mendatanginya dalam sebuah mimpi, dan dua bulan kemudian Coelho berjumpa orang asing itu di sebuah kafe di Amsterdam. 

Orang itu menyarankan supaya Coelho kembali kepada iman katoliknya dan mempelajari aliran sihir putih. Dia juga menyemangati Coelho untuk menempuh Jalan Menuju Santiago, rute penziarah abad pertengahan. (Ibid)

Tahun 1987, setelah menuntaskan ziarahnya, Coelho menulis buku The Pilgrimage (Ziarah), berisikan pengalaman-pengalamannya serta penemuan mengenai banyak peristiwa luar biasa terjadi dalam kehidupan orang-orang biasa. Setahun kemudian, Coelho menulis buku Sang Alkemis yang melambungkan namanya di jagat sastra dunia dan mulai dikenal luas oleh publik.  

Coelho menulis Brida; buku ini mendapatkan banyak perhatian dari pers, dan Sang Alkemis serta Ziarah masuk dalam daftar buku-buku laris. Setelahnya Coelho menulis banyak buku lain yang juga masuk daftar buku-buku laris, diantaranya Valkyrie, Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis, Gunung Kelima, Kitab Suci Ksatria Cahaya, Veronica Memutuskan Mati, Sebelas Menit, Zahir, Iblis dan Miss Pyrm, Seperti Sungai yang Mengalir, dan Penyihir dari Portobello.

Buku-buku Paulo Coelho menduduki peringkat pertama dalam daftar buku-buku laris di dunia. Tahun 2002, Jornal de Letras de Portugal, penguasa sastra paling terkemuka dalam bahasa Portugis, menganugerahkan The Alchemist sebagai buku yang paling laku dalam sejarah bahasa itu. Tahun 2003, novel Coelho, Eleven Minutes, menjadi buku fiksi terlaris di dunia (USA Today, Publishing Trends)

Disamping menulis novel, Coelho juga menulis kolom mingguan di Koran yang memiliki jaringan ke seluruh dunia, dan sesekali menerbitkan artikel-artikel tentang berita-berita terhangat. Tulisan berkalanya, The Manual On-Line memiliki tujuh puluh ribu pelanggan. Coelho dan istrinya, Christina Oiticia, mendirikan Paulo Coelho Institute yang memberikan bantuan-bantuan serta peluang-peluang untuk masyarakat Brasil yang hidup dibawah garis kemiskinan agar bangkit dan tidak terpuruk dengan kemiskinan.

Buku
Buku "Seperti Sungai yang Mengalir" - Paulo Coelho (Foto: Toko Carlos)

Buku
Buku "Kitab Suci Kesatria Cahaya" - Paulo Coelho [Sumber foto: Gramedia.com]

Seni Sastra sebagai Pencarian Makna dan Kebijaksanaan 

Keseniman Paulo Coelho sentuh rasa dan akal serta menggali yang tersembunyi untuk diketahui hakikatnya seperti apa kemudian ditampilkan realitasnya. Ia ingin melampaui pemikiran Plato dan Aristoteles yang berbeda pada simpulan, terpenting yang manakah seni untuk akal atau seni untuk rasa.

Kecenderungan buku Coelho adalah novel yang berisikan pesan-pesan kebijaksanaan agar ketika seseorang setelah membacanya maka ia berkesan di hati dan akal serta diharapkan jadi pelita jalani hidup yang kadang gelap dengan lekuk lika likunya.

Bahan bakar kepenulisan Coelho mulai dari akrabnya dengan khazanah Islam dan karya-karya sufi seperti Sa'di dan Jalalludin Rumi, kebijaksanaan Zen (salah satu aliran Buddha Mahayana), filsuf Cina Lao Tzu dan I Ching, lingkungan dimana ia tinggal, apa yang pernah dihadapi dan pernah menempuh Jalan Menuju Santiago, rute penziarah abad pertengahan berpadu dengan iman Katolik.

Sekujur karya buku-buku Coelho memuat hal tersebut. Khazanah Islam tampak di buku Kitab Suci Kesatria Cahaya ketika Khalifah Muawwiyah pernah bertanya kepada Amru bin Ash tentang rahasia kepiawaian yang luar biasa, "saya tak pernah melibatkan diri dalam sesuatu hal tanpa lebih dahulu menyiasati jalan keluarnya; selain itu, saya tidak pernah masuk ke dalam sebuah situasi lalu terburu-buru ingin segera keluar lagi," jawab Amru bin Ash.

Di Buku berjudul Seperti Sungai yang Mengalir ada cerita tentang makna dibalik belajar memanah yaitu seseorang ketika memanah harus fokus pada targetnya, menghitung arah angin, dan percaya pada intuisi. Begitupun dalam hidup. Memanah biasanya dilakukan oleh orang Jepang-penganut agama Budha.

Kata-kata bijak dari Lao Tzu ditulisnya secara jelas di buku Kitab Suci Kesatria Cahaya, "kasih yang berlimpah membawa keberuntungan, menumpuk kebencian membawa bencana. Setiap orang yang gagal mengenali masalah ibaratnya meninggalkan pintu yang terbuka, dan tragedi pun masuk dengan mudahnya."

Buku novel berjudul Gunung Kelima diambil dari episode di Alkitab.  Ini seperti kelanjutan iman katoliknya dan jalan hidupnya yang bermula di  Sang Alkemis dilanjutkan di Ziarah dan bertemu di Gunung Kelima karena di sinopsis buku ini sang Elia mesti menentukan pilihan antara cinta yang baru tumbuh di hatinya dan kewajiban yang mesti diselesaikannya. 

Dari gambaran tersebut tampaklah bahwa jalan kesenimanan Paulo Coelho mencari hakikat pada yang tersembunyi dibalik suatu peristiwa kemudian di hidangkan maknanya kepada para pembaca dengan penuh kata-kata (baca: pesan) kebajikan dan kebijaksanaan agar manusia mewujudkan impiannya, menerima ketidakpastian dalam hidup, dan bangkit untuk menyongsong takdir pribadi dengan segala keunikannya masing-masing agar berujung kebahagiaan ruhani dan jasmani.  

(Illustrated by PIxabay.com)
(Illustrated by PIxabay.com)

Kisah Sebatang Pensil

Izinkanlah saya menutup tulisan ini dengan membagikan Kisah Sebatang Pensil versi Paulo Coelho. Kisah ini memiliki makna yang kaya dan mendalam.

Si anak lelaki memandangi neneknya yang sedang menulis surat, lalu bertanya,

“Apakah Nenek sedang menulis cerita tentang kegiatan kita? Apakah cerita itu tentang aku?”

Sang nenek berhenti menulis surat dan berkata kepada cucunya,

“Nenek memang sedang menulis surat tentang dirimu, sebenarnya, tetapi ada yang lebih penting daripada kata-kata yang sedang Nenek tulis, yakni pensil yang Nenek gunakan. Mudah-mudahan kau menjadi seperti pensil ini, kalau sudah dewasa nanti.”

Si anak lelaki merasa heran; diamat-amatinya pensil itu. Kelihatannya biasa saja.

“Tapi pensil itu sama saja dengan pensil-pensil lain yang pernah kulihat!”

“Itu tergantung bagaimana kau memandang segala sesuatunya. Ada lima pokok yang penting, dan kalau kau berhasil menerapkannya, kau akan senantiasa merasa damai dalam menjalani hidupmu.

“Pertama, kau sanggup melakukan hal-hal besar, tetapi jangan pernah lupa bahwa ada tangan yang membimbing setiap langkahmu. Kita menyebutnya tangan Tuhan, dan Dia selalu membimbing kita sesuai dengan kehendak-Nya.

“Kedua: sesekali Nenek mesti berhenti menulis dan meraut pensl ini. Pensil ini akan merasa sakit sedikit, tetapi sesudahnya dia menjadi jauh lebih tajam. Begitu pula denganmu, kau harus belajar menanggung beberapa penderitaan dan kesedihan, sebab penderitaan dan kesedihan akan menjadikanmu orang yang lebih baik.

“Ketiga: pensil ini tidak keberatan kalau kita menggunakan penghapus untuk menghapus kesalahan-kesalahan yang kita buat. Ini berarti tidak apa-apa kalau kita memperbaiki sesuatu yang pernah kita lakukan. Kita jadi tetap berada di jalan yang benar untuk menuju keadilan.

“Keempat: yang paling penting pada sebatang pensil bukanlah bagian luarnya yang dari kayu, melainkan bahan grafit di dalamnya. Jadi, perhatikan selalu apa yang sedang berlangsung di dalam dirimu.

“Dan akhirnya, yang kelima: pensil ini selalu meninggalkan bekas. Begitu pula apa yang kau lakukan. Kau harus tahu bahwa segala sesuatu yang kau lakukan dalam hidupmu akan meninggalkan bekas, maka berusahalah untuk menyadari hal tersebut dalam setiap tindakanmu.”

Taman Bacaan

  • Paulo Coelho, Seperti Sungai yang Mengalir; Buah Pikiran dan RenunganJakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. 2013.
  • Paulo Coelho. Sang AlkemisJakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. 2015.
  • Paulo Coelho. Kitab Suci Kesatria Cahaya. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. 2017.
  • Acep Zamzam Noor. Puisi dan Bulu Kuduk: Perihal Apresiasi dan Proses Kreatif. Bandung. Penerbit Nuansa. 2011.

JR
Curup
30.03.2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun