Mohon tunggu...
Fachrul Khairuddin
Fachrul Khairuddin Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

Terus Menulis!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Belajar Sikap Politik dari Empat Abdullah Terbaik di Jamannya

24 September 2017   22:48 Diperbarui: 24 September 2017   22:50 1339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perang (karya S. Rava 03) (alchetron.com)

Ada empat orang bernama Abdullah pada jaman Nabi Muhammad: Abdullah bin Umar bin Khattab, Abdullah bin Abbas (akrab dikenal sebagai Ibnu Abbas), Abdullah bin Amr bin Ash, dan Abdullah bin Zubair.

Keempat Abdullah tersebut adalah sahabat Nabi Muhammad. Tiga di antaranya bahkan keluarga dekat Nabi. Abdullah bin Umar bin Khattab adalah ipar Nabi karena istri Nabi, Hafsah bintu Umar bin Khattab, adalah saudara kandungnya. Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Zubair adalah keponakan Nabi karena ibu dari masing-masing keduanya bersaudara kandung dengan Maimunah dan Aisyah, dua istri Nabi yang lain. Hanya Abdullah bin Amr bin Ash yang bukan keluarga dekat, namun Nabi sudah menganggapnya sebagai saudara.

Keempat Abdullah tersebut semuanya hapal Al Qur'an. Mereka menjadi bagian dari tim pengumpul ayat-ayat Al Qur'an sampai dibukukan. Pada masa Khalifah Abu Bakr Ash Shiddiq dan Khalifah Umar bin Khattab, ayat-ayat Al Qur'an dikumpulkan. Kumpulannya kemudian berhasil dibubukuan pada masa Khalifah Utsman bin Affan dan akhirnya disempurnakan tulisan dan tanda bacanya pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Bukan hanya itu, keempat Abdullah tersebut juga adalah penghapal dan periwayat hadits yang handal. Dua Abdullah bahkan masuk dalam empat besar penghapal dan periwayat hadits: Abu Hurairah (5.374 hadits), Abdullah bin Umar bin Khattab (2.630 hadits), Anas bin Malik (2.266 hadits), dan Abdullah bin Abbas (1.660 hadits). Abdullah bin Amr bin Ash 'tak masuk empat besar, tapi Abu Hurairah pernah memberi testimoni, "Di antara para sahabat, tidak ada yang menyamai saya dalam hal hafalan hadits-hadits Nabi, kecuali Ibnu Amr bin Ash, karena dia selalu mencatat segala apa yang disabdakan Nabi, sedangkan saya hanya mengandalkan ingatan saja."  

Dari penjelasan di atas, kita dapat mengakui: keempat Abdullah tersebut adalah generasi emas Islam dan yang terbaik di jamannya. Alasannya dua: pertama, mereka dekat dengan Nabi sehingga bisa belajar Islam langsung dari Nabi; kedua, mereka menguasai Al Qur'an dan Hadits, dua pedoman inti dalam ber-Islam. Namun ada yang menarik dari keempatnya. Apa itu? Ada perbedaan pendapat dan sikap di antara mereka dalam urusan politik.

Perbedaan Itu mulai terjadi pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib. Akar masalahnya pun berawal dari tersebarnya berita bohong (hoax). Khalifah Ali bin Abi Thalib naik menjadi Khalifah menggantikan Khalifah Utsman bin Affan yang dibunuh pemberontak. Dalam perjalanannya, muncullah hoax: Khalifah Ali punya keterkaitan atas kematian Khalifah Utsman. Untuk itu, Khalifah Ali harus bertanggung jawab atas kematian Khalifah Utsman.

Setelah hoaxtersebar, ada perbedaan pendapat dan sikap dari umat Islam, termasuk dari keempat Abdullah. Abdullah bin Zubair memilih untuk melawan Khalifah Ali. Dia bersama Aisyah bintu Abu Bakar Ash Shiddiq dan beberapa tokoh Islam lainnya berdiri di garda terdepan menuntut pertanggungjawaban Khalifah Ali. Abdullah bin Abbas sebaliknya, dia bersikap pro Khalifah Ali dan bahkan menjadi Komandan Tentara Ali.

Kedua kelompok berbeda sikap tersebut pun akhirnya menyelesaikan perbedaan dengan perang. Dalam perang yang dikenal dengan sebutan perang Jamal atau perang Onta itu, banyak orang Islam menjadi korban, salah satunya Zubair bin Awwam, ayah kandung Abdullah bin Zubair. Khalifah Ali sendiri akhirnya tewas dibunuh oleh seorang Khawarij.   

Di sisi lain, jalan netral justru dipilih oleh dua Abdullah lainnya: Abdullah bin Amr bin Ash dan Abdullah bin Umar bin Khattab. Mereka memilih untuk diam dan bersikap netral. Keduanya lebih berkonsentrasi belajar Islam dan berdakwah. Terkait sikap tersebut, Abdullah bin Amr bin Ash bilang, "Rasulullah telah mengamanatkan kepadaku agar tidak menaruh pedang di leher orang Islam untuk selama-lamanya."

Perbedaan pendapat dan sikap politik kembali terjadi pada masa Khalifah Yazid bin Muawiyah di jaman Dinasti Umayyah berkuasa. Pengangkatan Yazid sebagai khalifah menggantikan ayahnya Muawiyah bin Abu Sufyan tidak disetujui keluarga dekat Nabi Muhammad (Ahlul Bait). Mereka pun menolak berbaiat kepada Khalifah Yazid karena merasa yang sepantasnya menjadi Khalifah adalah keluarga dekat Nabi.

Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin Umar bin Khattab menolak tegas Khalifah Yazid. Abdullah bin Zubair bahkan membujuk Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Amr bin Ash untuk ikut menolak, namun keduanya mengindahkan ajakan itu dan memilih bersikap netral. Dalam perjalanannya, negosiasi Khalifah Yazid mampu membuat Abdullah bin Umar bin Khattab luluh dan menyatakan baiatnya kepada Khalifah Yazid. Tidak demikian dengan Abdullah bin Zubair, dia tetap menolak dan bahkan menyerukan pemberontakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun