Sangat menarik menyimak upaya kudeta yang ternyata gagal menurunkan pemerintahan Venezuela yang  di bawah kepemimpinan Nicolas Maduro. Kudeta itu itu telah digerakkan oleh Juan Guaido yang mengklaim dirinya presiden Venezuela sejak Januari lalu. Kini Guaido dan pendukungnya menjadi pelarian.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Amerika Serikat di belakang semua gerakan Guaido. Amerika Serikat menyokong oposisi dengan pendanaan dan kekuatan militer agar dapat menggulingkan pemerintahan yang sah. Begitu pola yang selalu dimainkan Amerika Serikat di negara negara berkembang.
Kegagalan itu jelas membuat Amerika uring-uringan. Akibatnya, Trump kembali mengeluarkan kebijakan 'konyol' sebagai balas pelampiasan. Salah satunya adalah menetapkan embargo lengkap kepada Kuba yang dinilai tidak kooperatif untuk membantu gerakan Amerika Serikat.
Sikap Kuba menolak membantu invasi Amerika Serikat ke Venezuela bisa dipahami. Sebenarnya embargo Amerika Serikat bukan hal yang baru bagi Kuba. Negara ini sudah lama  menerima sanksi ekonomi dari AMerika Serikat. Dalam hal ini Venezuela yang telah membantu Kuba untuk bertahan.
Kuba dan Venezuela memiliki hubungan yang cukup erat. Kuba mendapat kiriman minyak dari Venezuela dengan melanggar embargo Amerika Serikat. Sebagai gantinya, maka para ilmuwan Kuba memberikan pelatihan dan pendidikan bagi dokter dan perawat dari Venezuela.
Namun apakah hanya bantuan Kuba yang menggagalkan kudeta Guaido? Ada beberapa faktor lain yang menjadi batu sandung pelaksanaan kudeta yang setengah mati diharapkan Amerika Serikat dan sekutunya tersebut. Antara lain:
Faktor pertama adalah kekuatan rakyat atau people power. Meski Guaido dibantu Amerika Serikat menyebarkan berita negatif tentang pemerintahan Nicolas Maduro. Sejak Maduro dilantik menjadi presiden Venezuela tahun lalu, perekonomian Venezuela merosot drastis.
Kondisi perekonomian tersebut yang selalu 'digoreng' oleh Guaido dan media media Barat. Rakyat Venezuela sulit mencari makan sehingga banyak yang eksodus ke luar negeri. Selain itu kejahatan dan kriminalitas merajalela, setiap hari ada saja orang yang tewas di jalan.
Tetapi apa yang dialami rakyat Venezuela bukan tidak mungkin adalah bagian dari skenario Amerika Serikat melalui Guaido agar pemerintahan Maduro tidak berlangsung lama. Guaido sangat ingin menguasai Venezuela dan menikmati eksplorasi minyak bersama bantuan Amerika Serikat.
Karena itulah Amerika Serikat ngotot membantu Guaido. Bahkan melalui cara yang canggih, dengan hacker untuk mengacaukan sistem pertahanan dan satelit. Maduro mensinyalir bahwa pemadaman listrik di sebagian wilayah Venezuela merupakan rangkaian serangan dari Amerika Serikat.
Satu hal yang tidak diperhitungkan oleh Amerika Serikat bahwa rakyat Venezuela tidaklah bodoh. Mereka juga menyadari peran Amerika Serikat yang ingin menguasai ladang minyak Venezuela melalui Guaido. Rakyat Venezuela tetap mendukung pemerintahan yang sah dan membela Maduro.
Setelah upaya kudeta yang gagal, ribuan rakyat Venezuela turun ke jalan untuk menentang intervensi Amerika Serikat. Betapa pun miskinnya rakyat Venezuela, mereka tidak ingin menjadi kacung dan jajahan Amerika Serikat meskipun dengan iming iming pembangunan yang lebih baik.
Bulan lalu pejabat pejabat militer Rusia telah bertandang mengunjungi Maduro. Kunjungan ini yang membuat gusar Amerika Serikat. Padahal, Rusia tidak mengirimkan bantuan militer. Kemungkinan besar, para pejabat militer tersebut memberikan nasihat dan taktik yang diperlukan Maduro untuk bertahan.
Turki dan beberapa negara lain memberikan bantuan materi untuk meringankan rakyat Venezuela. Maduro telah membuka pintu bagi bantuan kemanusiaan berupa makanan dan obat-obatan yang sangat diperlukan oleh rakyatnya. Bantuan itu sangat berarti bagi pertahanan Venezuela.
Negara negara tetangga yang menjalin hubungan baik dengan Venezuela dan pernah ditolong oleh Hugo Chavez di masa lalu juga tidak membiarkan Venezuela direcoki oleh Amerika Serikat. Â Mereka tidak mau membuka pintu perbatasan untuk militer Amerika Serikat.
Saat ini salah satu pemimpin oposisi Venezuela dan kaki tangan Guaido, yaitu Leopoldo Lopez, menyembunyikan diri di kedutaan Chili di Caracas. Ia berlindung di sana bersama keluarganya dan juga tokoh tokoh oposisi yang lain. Chili berpihak kepada Amerika Serikat karena memiliki banyak hutang pada negara adidaya tersebut.