Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Tiga Celah Kecurangan Perhitungan Suara di Daerah

9 April 2019   15:41 Diperbarui: 9 April 2019   16:02 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kertas suara (dok.cnn)

Pemilu dari masa ke masa, masih belum bersih dari kecurangan. Meski peraturan berusaha diperketat, ada saja celah yang bisa dimanfaatkan orang orang tertentu.

Entah karena teramat cerdas atau terlalu licik. Tetapi yang jelas, kecurangan itu baru bisa terjadi jika ada dua pihak (minimal) yang sepakat melakukan kecurangan.

Kalau ibukota Jakarta, boleh dibilang nyaris sulit untuk berbuat curang. Terlalu banyak orang yang mengawasi, dengan berbagai teknologi sehingga mudah ketahuan.

Namun tidak demikian dengan pelaksanaan pemilu di daerah daerah, terutama tempat terpencil. Perhitungan suara bisa berubah secara drastis karena celah celah yang terbuka tadi.

Sebetulnya praktik kecurangan ini sudah dimulai dari zaman Orba. Warisan yang menjadi budaya, terutama dari kader kader Golkar.

Apa dan bagaimana kecurangan seputar Perhitungan Suara, sbb: 

1. Perhitungan suara fiktif. Hal ini terjadi di wilayah terpencil, dimana para penduduknya sangat naif. Bahkan mereka banyak yang tidak bisa baca tulis. Misalnya suku suku di hutan dan puncak gunung.

Biasanya, kepala desa memanfaatkan kepolosan ini untuk memenangkan partai yang membayarnya. Kepala desa tersebut cukup menghitung jumlah penduduk, lalu dia dan stafnya mencoblos sesuai jumlah suara.

Ada pula, penduduk desa yang digiring ke TPS, tetapi sudah diarahkan untuk memilih siapa. Mereka tidak pernah mengenal siapa pemimpin yang bakal terpilih.

Kalau anda bertanya, kok zaman sudah maju masih ada yang begitu? Lho, negara kita ini sangat luas, belum semua penduduk dapat mengikuti perkembangan zaman.

2. Hasil perhitungan suara yang bisa berubah. Dari TPS, hasil perhitungan belum tentu aman. Misalnya di TPS mendapat 150, ternyata di kecamatan merosot menjadi 15, O nya raib.

Di mana kecurangan itu dilakukan? Pada saat pemindahan kotak suara dari TPS ke kecamatan. Banyak yang bisa terjadi selama perjalanan. 

Oleh karena itu, kader militan harus mengawasi 24 jam. Untuk itu diperlukan biaya yang tidak sedikit. Inilah yang menjadi beban partai kecil yang kekurangan dana.

Ada oknum oknum petugas yang bekerjasama untuk memindahkan suara kepada partai atau caleg lain. Cara cara mereka sangat lihai, harus jeli mengawasi mereka.

Malah dahulu (zaman Orba) ada kotak suara yang ditenggelamkan ke sungai yang sangat dalam atau dicemplungkan ke laut. Mereka lalu mengganti kotak suara itu dengan pilihan yang memenangkan partai yang didukung.

3. Jual beli suara. Ada caleg bermodal besar yang berani membayar suara caleg partai lain. Pokoknya dia bisa berangkat ke Senayan jika berhasil mendapat jumlah suara yang dibutuhkan.

Misalnya ada caleg yang hanya mendapat suara kecil, jelas dia gak akan lolos. Maka dari pada suara itu hilang, maka ditawarkan kepada caleg bermodal besar itu.

Praktik jual beli suara ini bisa terjadi antara caleg dan caleg, atau antara oknum petugas dengan caleg. Bisa juga tiga pihak, caleg, petugas dan caleg satunya.

Jual beli suara ini sangat menguntungkan lho. Bagi yang menjual, misalnya satu suara saja seharga 10 ribu, dikalikan 1000 orang jadi berapa.

Sedangkan caleg bermodal besar, senang hati bisa bertahta di Senayan. Di sana ada banyak proyek yang bisa dimainkan untuk mengembalikan modal dan mencari kekayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun