Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Rindu Menyaksikan Lailatul Qadar Seperti di Istanbul Dulu

12 Juni 2018   12:09 Diperbarui: 12 Juni 2018   12:25 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sujud syukur kepada Allah (dok.halalid)

Tidak setiap orang diberi kesempatan untuk menyaksikan kedahsyatan malam Lailatul Qadar.  Tidak setiap tahun pula pengalaman itu terjadi.  Begitulah yang saya rasakan sebagai seorang mukmin. 

Sebagai seorang yang memilih untuk berada di jalur sufi,  saya mencintai Allah di atas segalanya.  Tidak ada urusan duniawi dalam hati dan pikiran saya.  Semua yang saya lakukan semata mata hanya untuk Allah. 

Memang risikonya berat,  karena harus siap dengan segala ujian yang di luar batas manusia biasa.  Semakin berusaha meningkatkan iman setiap tahun,  semakin berat cobaan yang dihadapi.  Kita bakal dijungkirbalikkan dalam keadaan yang tidak terduga. 

Namun di balik itu ada kenikmatan tersendiri.  Biasanya setelah melampaui suatu ujian,  Allah akan memperlihatkan mukjizatNya.  Nah,  itulah yang saya alami. 

Dalam sepuluh tahun terakhir ini,  ujian Allah begitu berat.  Termasuk ketika saya diperintahkan untuk pergi ke Turki.  Tetapi justru di sana,  saya diberi kesempatan menyaksikan keindahan malam Lailatul Qadar. 

Saya berada di Istanbul dengan segenap rencana masa depan.  Secara logika semua akan berjalan lancar.  99% saya yakin akan terwujud. 

Namun Allah juga yang Maha Pembuat Rencana.  Dengan seketika dibalikkannya semua rencana saya,  sehingga tidak ada yang bisa terlaksana.  Dan saya tersungkur menangis menghadapi semua itu. 

Saya berusaha mencari jawaban Allah mengapa saya diperlakukan seperti itu.  Waktu itu puasa Ramadan hari  ke 22, seharian saya shalat di masjid yang berbeda.  Dari Taksim hingga ke Masjid Sultan Ahmet,  menjalankan shalat wajib kemudian shalat istiqarah dan shalat hajat.  Saya berharap akan turun segera pencerahan dari  Allah. 

Kemudian saya pulang sebelum maghrib.  Buka puasa pun saya tidak bernafsu, hanya minum dan makan sekerat roti.  Saya lalu mengunci diri di dalam kamar,  shalat Tarawih,  mengaji dan berzikir. 

Sepanjang malam saya tidak tidur., mempertanyakan rencana yang tidak diizinkan oleh  Allah.  Saya menangis di sela sela zikir Asma Al Husna.  Tetapi saya tidak berprasangka buruk pada Allah.  Saya hanya menginginkan jawaban dari Allah. 

Sahur pun berlalu tanpa kata.  Keluarga mengerti kesedihan saya.  Mereka tidak mengusik saya yang tenggelam dalam kedinginan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun