Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Stigma Melekat pada Teman di Medsos, Sudah Tepatkah?

21 Februari 2020   21:42 Diperbarui: 22 Februari 2020   01:11 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ADA cerita lucu sebenarnya yang telah terjadi dari teman saya. Barangkali saya tak perlu sebut nama demi menjaga privasinya. Hanya cerita dia yang coba saya angkat pada tulisan ini agar menjadi pembelajaran untuk kita semua.

Berawal dari media sosial, alur sirkulasi status, like dan komen, kemudian berlanjut ke minta kontak yang bersangkutan. Chit chat yang paling umum untuk saat ini adalah WhatsApp. Hampir dipastikan bahwa semua pengguna android ada aplikasi WA-nya. Jadi ketika kontak diminta, selanjutnya adalah pesan Japri (jalur pribadi) yang ditunggu.

Mulanya bercerita tentang suasana daerah asal masing-masing. Kesukaan masing-masing. Seru banget. Keduanya sama-sama bersemangat. Tak terasa berjam-jam chit chat pun berjalan tak mengenal waktu.

Sampai pada sebuah pertanyaan, "Sudah berkeluarga belum?" Eh, begitu dijawab, "Sudah." Ternyata foto profil WA teman itu langsung berwarna putih. 

Pesan yang dikirim pun tak lagi contreng dua. Peluangnya, biasanya kontak didelet. Jadi tak ada foto profil. Setelah selidik punya selidik. Kontaknya dibuka tak ada nomornya lagi. Ada tulisan, "Blokir."

Berarti lawan chit chat telah membokirnya. Hanya karena sudah berkeluarga bisa kena blokir? Padahal sebelumnya berjam-jam ngobrol lewat pesan seperti tak ada sekat sama sekali. Hanya karena status sudah berkeluarga semua jadi berubah. Apa yang sebearnya terjadi?

Sebenarnya, melekatkan stigma pada orang yang baru kenal sah-sah saja. Sebagai tanda kehati-hatian dalam menjalin pertemanan. Tapi masak iya sih, hanya karena status keluarga saja menjadikan kendala sebuah hubungan pertemanan.

Tidak semua pertemanan berlanjut pada percintaan kan? Apalagi hanya berteman lewat media sosial. Apalagi terhadap orang yang baru dikenal. Tidak segampang itu sebenarnya.

Walau tidak kita pungkiri bahwa niat dan motivasi setiap orang dalam menjalin hubungan pertemanan berbeda. Ada memang sebagian yang merasa lebih enjoy ketika mencari teman lewat media sosial.

Berinteraksi di media sosial memang tak butuh bamyak persyaratan. Yang penting cocok dalam obrolan. Topik yang dibicarakan sesuai dengan keinginan. Asyiklah jadinya. Dengan begitu pun tak sekonyong-konyong berlanjut pada percintaan. Peluangnya ada, namun sangat kecil.

Tak sedikit dari hasil pertemanan lewat media sosial menjadikan sahabat dekat. Kedekatannya malah kadang melebihi teman-teman yang ada di dunia nyata. Kalau di dunia nyata, interaksinya berlangsung ketika tatap muka. Paling juga hanya sesekali chit chat WA ketika ada perlunya saja.

Berbeda dengan teman yang tidak pernah bertatap muka. Kadang hampir setiap membuka mata, pada saat gawai mulai dibuka, sapa-sapa basa basi diselingi candaan dan emoticon kadang berlangsung lebih lama. Nah, jika pada momen tersebut ada berita atau informasi yang menjadi diskusi, satu jam kadang tak terasa.

Perbedaan gender, terutama wanita lebih selektif memilih teman di media sosial. Jadi peluang stigma datang sebagian besar ada pada wanita terhadap lawan jenisnya.

Tak salah sebenarnya. Setiap orang punya hak untuk melindungi diri dari hal-hal yang tidak diinginkan. Namun semakin banyak stigma yang dilabelkan pada orang yang baru dikenal sedikit banyak akan merugikan yang bersangkutan. Kita tidak tahu dari mana datangnya teman yang suatu saat akan membantu kesusahan dan kesulitan kita.

Stigma boleh saja dimaknai sebagai tindakan antisipasi terhadap peluang kejahatan yang menimpa kita. Namun pilah-pilih juga diperlukan.

Tak seorang pun dari kita ingin mendapat celaka. Waspada terhadap kemungkinan kejahatan dari teman di media sosial perlu. Namun tidak juga hanya karena teman yang kita temukan di media sosial telah berkeluarga lalu WA-nya langsung kita blokir. 

Mengerikan juga jika begitu. Tapi sudahlah, setiap orang punya hak atas perlindungan privasinya. Tugas kita hanya menghormati privasi masing-masing saja.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun