Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Maaf, Aku Tak Bisa

14 Agustus 2019   20:32 Diperbarui: 14 Agustus 2019   20:33 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya Rahmat, ada hal penting yang perlu saya sampaikan. Maaf, posisi mas dimana?" Jawab seseorang yang mengaku Rahmat ini.

"Saya lagi di Kedai Sultan pak....!"

"Baiklah, saya ke sana sekarang..!" Kata Rahmat.

"Oke"

Sambil meneruskan minum kopi, hati Tino menduga-duga maksud Rahmat. Karena dia tidak pernah mengenalnya. Selang 40 menit kemudian, Rahmat sampai di Kedai Sultan dan langsung bergabung di meja Tino.

"Maaf, kalau boleh saya tahu, apa maksud kedatangan pak Rahmat?" Tanya Tino, tanpa banyak basa-basi.

Rahmat menjelaskan, bahwa ia mewakili ayahnya, seorang pengusaha Galian C (usaha eksploitasi pengerukan pasir), membujuk Tino untuk tidak menulis berita tentang pelanggaran perusahaan ayahnya, yang tak mengantongi izin dari pemerintah daerah.

"Jadi saya mohon pengertian mas Tino dan bisa bekerja sama dengan saya. Apapun permintaan mas, pasti saya kabulkan...!" Bujuk Rahmat, sambil memelas.

Tino bergeming, tetap pada pendiriannya. Tekadnya sudah bulat, membongkar kecurangan perusahaan ayah Rahmat, yang diduga kuat melibatkan pejabat negara.

"Saudara tahu, apa yang telah dilakukan ayah saudara itu merugikan keuangan pemerintah. Tak ada pajak masuk, karena usaha ayah saudara ilegal. Tak hanya itu, masyarakat sekitar pun dirugikan. Soalnya bekas galian tak di reklamasi kembali. Dan ini mengancam keselamatan penduduk" Jawab Tino tegas.

"Saya tahu mas, tapi tolonglah.." Melas Rahmat lagi, sambil menyodorkan sejumlah uang yang dibungkus amplop.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun