Kembali ke laptop!
Bukit Kingkong namanya. Lokasi di mana kami diturunkan abang supir setelah berada di dalam jeep kurang lebih 5 jam. Karena menurutnya, bukit itu adalah spot terbaik untuk mendapatkan pemandangan sempurna dari Bromo yang menawan.
Hari masih gelap. 8C disertai dengan jalanan yang cukup menanjak. Nafas yang tak lagi terbiasa mau tak mau berupaya untuk terus beradaptasi dengan suhu yang diadapi kini. Jaket kian dieratkan, kupluk kian dibenamkan, dan tangan yang telah terbungkus sarung tangan tak lupa masuk ke dalam kantung jaket demi memaksimalkan rasa hangat. Bagi yang tak terbiasa, dingin itu cukup menyiksa. Semakin lelah, semakin tinggi kebutuhan Oksigen, maka semakin perih juga hidung ini menghirup udara yang super dingin itu.
Di tengah gelap, akhirnya, untuk pertama kali di tahun 2018, saya kembali menyaksikan lautan bintang di atas sana. Sesuatu yang mustahil untuk ditemukan di tengah hiruk pikuk ibu kota.
Sejam menanti, dari ufuk timur, mentari pagi perlahan mulai mengintip. Menimbulkan keriuhan di tengah ratusan pengunjung yang berkumpul di satu titik dan memberi segenap kesabarannya untuk menyaksikan keindahan Bromo yang rupawan.
Dan ya, saat yang dinanti tiba. Pagi telah menunjukkan wajahnya. Dari ketinggian, saya merasa tengah menyaksikan lautan awan menari-nari di bawah sana. Ya ampun, maklumlah yaa, baru pertama kali. Jadi agak norak gitu. Bodo amat! Ini luar biasa indahnya!
Tak jauh di belakang kami, itulah dia, lukisan yang selama ini hanya bisa saya nikmati dari foto-fotonya saja. Yang hanya bisa saya lihat di frame-frame baru yang dipajang toko di etalasenya. Gambar yang selama ini saya kira hanya akan saya nikmati dari layar komputer saja.