Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Burung Tak Lagi Manggung Lantaran Terpapar Radio Aktif

16 Februari 2020   09:33 Diperbarui: 16 Februari 2020   09:47 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Burung tak lagi bergairah melampiaskan birahinya. Foto | Hai-Online.com

Dijelaskan. Ini ada yang tak beres lantaran tak aktifnya burung diikuti dengan fungsi otot lainnya. Nafsu makan berkurang, malas bergerak dan masih ada hal lainnya. Lalu, sang dokter minta kepadanya untuk melakukan introspeksi.

Sebab, gejala seperti itu dapat dijumpai oleh seseorang yang terkena zat radio aktif. Misalnya, terkena radio aktif di ruang rontsen rumah sakit. Dalam literatur rontgen adalah tindakan menggunakan radiasi untuk mengambil gambar bagian dalam dari tubuh seseorang. Utamanya, rontgen digunakan untuk mendiagnosa masalah kesehatan dan yang lainnya untuk pemantauan kondisi kesehatan.

Sampai di situ, sang kepala dinas baru sadar. Ia telah meletakan jenis batu uranium di ruang kerjanya. Lalu, buru-buru benda tersebut diamankan sesuai prosedur. Sebab, dampak yang diderita ternyata juga dialami stafnya.

 Di Kalbar, menurut catatan penulis, didapati mineral radioaktif Uranium dengan nilai sedikitnya 25 ribu ton.

Hhingga Mei 2014, terdapat 25.436 ton U3O8 di Kalan. Belum di Melawi dan Kapuas Hulu.

Angka tersebut terdiri dari 1.608 ton kategori terukur, 6.456 ton terindikasi, 2.648 ton kategori tereka dan 14.727 ton hipotetik. Kepala Bidang Eksplorasi Pusat Pengembangan Geologi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Dr Ngadenin Hadisuwito pernah mengungkap, penyelidikan umum keberadaan mineral Uranium di wilayah itu telah dimulai pada 1970 di wilayah sekitar 266.000 Km2 bekerja sama dengan CEA Prancis.

Kepala Batan Dr Djarot Wisnubroto pernah mengatakan bahwa uranium di Indonesia mencapai 60 ribu ton dengan wilayah potensial seperti Kalbar dan Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Sulawesi Barat dan Papua.

Tapi perlu diingatkan bahwa penambangan mineral radioaktif tak dapat dilakukan secara komersial karena tak ada peraturan yang membolehkannya.

Sekalipun ada PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir), kita tetap mengimpor Uranium seperti juga banyak negara lain yang memiliki deposit uranium besar, namun tetap mengimpor. Jadi kita simpan saja untuk generasi yang akan datang. Kebetulan harga uranium masih murah.

Nah, berkaca dari pengalaman tersebut, kita harus hati-hati dengan zat radio aktif.

Sumber bacaan satu dan dua.

Salam berbagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun