Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Filosofi "Tong Edan" dalam Laju Berkesenian

21 Mei 2018   12:55 Diperbarui: 21 Mei 2018   19:44 2158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Galuh Taju Malela What The Next, Water Color On Canvas,2016 (Foto oleh Joko Dwi)

Ada beberapa istilah untuk menyebut "Tong Edan". Banyak orang menyebutnya dengan tong setan, tong gila, roda gila, tong maut. Dan kalau memaknai bahasa Inggrisnya sebutlah Wall of Death. Pemaknaan dari Tong Edan itu adalah hidup itu terus berputar, melaju dan tidak boleh berhenti mendadak. 

Laju menentang gravitasi itu (memutari dinding) harus dilakukan dengan terus menerus bergerak sebab jika tiba-tiba langsung berhenti risikonya adalah jatuh, jika jatuhnya ketika masih dalam lingkaran bawah mungkin hanya mengalami kecelakaan kecil, tetapi jika jatuhnya saat di puncak dinding bisa-bisa gegar otak atau parahnya lagi mati. 

Tong Edan adalah pertunjukan penuh risiko, tanpa perhitungan matang dan konsisten bergerak dan berputar hanya akan menemui kecelakaan fatal. Dari situlah metafora kehidupan terus berputar. Perlu kestabilan, kecepatan, keberanian, penuh resiko, totalitas diperlukan. 

Dalam kehidupan berkesenian dan pekerjaan apapun konsistensi, semangat membara, dan terus menerus memelihara kreativitas diperlukan agar tetap hidup dan berkembang.

M Rizal Herlambang Ador Bergerak Acrilic On Canvas (foto Oleh Joko Dwi)
M Rizal Herlambang Ador Bergerak Acrilic On Canvas (foto Oleh Joko Dwi)
"Pelaku seni yang tidak mampu menjaga ritme keseniannya akan tenggelam. Tidak beda dengan Tong Edan, pemain harus menjaga irama kecepatan dan putaran untuk bisa stabil melintas di tabung silinder. Jika kehlangan daya magnetiknya, ia akan berujung terjatuh dan celaka..."Itu yang dikatakan salah seorang pelaku pameran "Tong Edan Visual Art Exhibition yang diadakan di Bentara Budaya Jakarta 17 Mei -- 26 Mei 2018.

Karya Seni Berfungsi Sebagai Sentuhan Keindahan 

Duduk, berdiri dan memandang lukisan-lukisan di beberapa event pameran seni rupa penulis merasa harus mengenalkan beberapa fungsi seni budaya. Selain fungsi individu, seni budaya juga berfungsi untuk membangun relasi, mempererat persaudaraan sebagai fungsi sosial. Seni Budaya tentu berharap dapat terlibat dalam membangun karakter bangsa sehingga dijauhkan dari pengaruh radikalisme agama yang berujung mengancam kerukunan sebagai sesama saudara dan sebangsa.

Yang termasuk dalam salah satu fungsi sosial adalah fungsi religi. Seni dapat memberikan sentuhan keindahan, menghaluskan ajaran-ajaran yang keras dan memberikan fungsi religi sehingga tiap penganut agama mempunyai kehalusan budi dan rasa estetis tinggi hingga berujung saling menerima perbedaan sebagai sebuah dinamika kehidupan beragama.

Kreativitas Anak Muda Malang

Pameran di Bentara Budaya yang beralamat di Palmerah Selatan ini berhasil diselenggarakan atas kerja sama, Kompas Gramedia Group, Bentara Budaya Jakarta dan Tyaga Art Management Malang. Komunitas ini tidak hanya memproduksi event semacam pameran seni tetapi juga bergerak dalam art store, dan art management. 

Di samping itu Tyaga yang menurut bahasa sansekerta artinya"Berkah dari Gusti (Tuhan)" telah mengadakan event donor darah, peningkatan SDM di desa-desa di wilayah Malang maupun kota Batu (khususnya dalam bidang seni budaya).

Ruang Pamer utama di Bentara Budaya masyarakat perlu ditingkatkan apresiasinya gara event pameran ramai pengunjung (foto Oleh Joko Dwi)
Ruang Pamer utama di Bentara Budaya masyarakat perlu ditingkatkan apresiasinya gara event pameran ramai pengunjung (foto Oleh Joko Dwi)
Seni Budaya sebagai Kebanggaan Nasional dan Efektif Meredam Terorisme

Di tengah hiruk-pikuk teror bom yang mencekam dan suasana politik yang cukup memanas akhir-akhir ini, masyarakat harus didinginkan suasana hati, otak dan pikirannya dengan menikmati pameran- pameran seni. Di Jakarta Ruang pamer seni sebetulnya banyak tetapi penikmat karya seni rupa rupanya cukup terbatas. 

Penulis tidak ingin melihat galeri-geleri kosong oleh penikmat seni, sebab ukuran keberadaban sebuah bangsa juga bisa diukur dengan seberapa banyaknya produk budaya yang lahir dari masyarakatnya. Indonesia terkenal dengan seni budayanya namun kebudayaan itu belum mempu mengubah masyarakatnya yang sering memakai produk dari luar.

Kebudayaan telah melahirkan orang-orang terkenal bidang kesenian di level dunia tetapi pemerintah masih harus bekerja keras agar kesenian juga mampu membangkitkan semangat untuk bersaing di tingkat yang lebih luas. Produk digital masih didominasi luar negeri, otomotif, migas, belum mampu memberikan kepercayaan kepada anak negeri untuk menciptakan brand sendiri sehingga tidak perlu memakai produk luar. 

India sudah memulai dengan membatasi produk impor, mereka percaya pada bangsanya sendiri dan pekerja serta pengusahanya yang mampu menghasilkan produk kebanggaan anak negeri.

Seni Budaya tidak kurang orang yang mampu berkarya dan mampu berbicara ditingkat dunia tetapi modal serta anggaran untuk mendorong percepatan kemajuan dibidang kesenian masih minim. Atau mungkin masyarakat masih amat terpukau menikmati produk digital sehingga hanya menjadi konsumen tanpa pernah berpikir untuk membuat sendiri.

Paling tidak sudah ada lembaga yang mulai peduli kesenian, semoga Kompas dan Bentara Budaya terus peduli untuk memperkenalkan kesenian dari pelosok negeri ini menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Penulis Pemerhati Seni budaya dan Guru Seni Budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun