Sisi positif lainnya yang bisa kita dapatkan dengan adanya bioskop di Aceh bukan hanya sisi ekonomis. Banyak sineas Aceh berbakat yang akan bergairah untuk memproduksi film bernuansa agama dan sejarah serta budaya Aceh.
Film-film dokumenter Aceh yang sukar tembus ke bioskop-bioskop nasional bisa ditayangkan di bioskop di Aceh. Cukup sudah uang masyarakat Aceh menjadi PAD Medan maupun Jakarta. Saatnya uang masyarakat Aceh mengalir dalam kas daerah maupun pengusaha daerah.
Saya optimis, rakyat Aceh tidak menolak hadirnya bioskop di Aceh. Tentu saja sebuah keputusan mustahil menyenangkan semua pihak. Pemerintah Aceh maupun Kota Banda Aceh juga pasti sulit memutuskan. Keputusan perlu tidaknya kembali menghidupkan bioskop di Aceh harus mempertimbangkan efek elektabilitas.
'Penyakit' elektabilitas memang sering menghambat seorang politikus berbuat walaupun perbuatan itu benar. Barangkali pemerintah Kota Banda Aceh dapat menjadi pelopor berdirinya bioskop di Aceh. Kalau memang perlu, konsultasilah dengan ulama, dan setahu saya sudah.
Silakan Pemkot Banda Aceh menyerap aspirasi rakyat. Melalui polling, konsultasi dengan wakil rakyat, serta tokoh adat dan budaya. Para sineas Aceh, menurut saya, juga harus rajin mengampanyekan perlunya bioskop hadir kembali di Aceh. Sejauh ini, saya pantau masyarakat Aceh yang ingin bioskop hadir lumayan banyak.
Selama ini, kerap kali pemutaran film dilakukan di gedung-gedung serbaguna. Bukankah lebih baik menggunakan bioskop ketimbang menyewa gedung? Pemutaran film-film di gedung serbaguna sudah membuktikan bahwa penonton Aceh tertib dan sesuai syariat maupun norma budaya serta adat istiadat.
Lalu apa yang kemudian menghalangi Pemkot Banda Aceh maupun Pemerintah Aceh untuk tidak segera menghadirkan bioskop di Aceh? Pemisahan penonton muhrim dan nonmuhrim, saya yakin, akan ditaati penonton di Aceh.
Kehadiran bioskop di Aceh juga bakal menjadi angin segar bagi penjual kecil maupun investor yang ingin berinvestasi. Geliat ekonomi tak terbantahkan. Jangan hanya mengandalkan eksploitasi sumber daya alam kalau bisa mendapat PAD dengan cara lain.
Pemerintah Aceh maupun Pemkot Banda Aceh harus kreatif mencari sumber PAD. Memang bioskop bukan lahan mencari fee senikmat proyek fisik dan pengadaan barang maupun jasa. Setidaknya, bioskop dapat menjadi solusi PAD, terutama Kota Banda Aceh yang hanya mengandalkan parkir kendaraan, pajak retribusi warung kopi dan restoran.
Bagi rakyat Aceh, setujuhkah Anda bila bioskop kembali hadir?