Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Songsong Liburan, Waspadai Daya Rusak Manusia di Candi Borobudur

6 Desember 2016   06:48 Diperbarui: 6 Desember 2016   15:46 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memperbaiki arca yang patah karena digoyang-goyang pengunjung (Dokpri)

Ada beberapa hal yang membedakan Candi Borobudur dengan candi-candi lain. Pertama, Candi Borobudur berbentuk paling besar. Karena itu Candi Borobudur dianggap sebagai monumen milik dunia. Kedua, Candi Borobudur termasuk bangunan unik, dalam arti badan candi bisa dinaiki banyak pengunjung sekaligus. Lokasi demikian sering menjadi sasaran utama para wisatawan.

Sesuai hukum alam, suatu benda semakin lama semakin lemah. Begitu pula tentunya dengan Candi Borobudur. Karena sering dinaiki pengunjung, kini kondisi candi semakin mengkhawatirkan. Hampir seluruh batu pada lantai dan undakan tangga, aus terkena gesekan alas kaki pengunjung. Batu-batu pada bagian lain, terutama pada sejumlah arca, juga rusak terkena jamur. Tidak dipungkiri, ini akibat kerap tersentuh tangan pengunjung yang berkeringat atau kotor. Beberapa kepala arca malah pernah patah, gara-gara sering digoyang tangan usil.

Selain manusia, Candi Borobudur acap mendapat ancaman dari kondisi cuaca, seperti panas, hujan, dan angin yang ekstrem. Menurut hasil penelitian, aliran air telah merusak batu-batu candi yang ada di bagian bawah. Penyebabnya adalah curahan air hujan yang merembes melalui sela-sela batu itu.

Sebenarnya perusakan dan pelapukan batuan candi, sudah diketahui sejak zaman Hindia Belanda. Upaya pencegahan pun pernah dilakukan seadanya. Namun setelah proklamasi kemerdekaan 1945, upaya tadi terlupakan kembali. Sebelum akhirnya tertangani lewat pemugaran besar-besaran pada 1970-an.

Sejak meletusnya Gunung Merapi akhir Oktober 2010 lalu, beban Candi Borobudur semakin berat karena abu-abu vulkanik menutupi seluruh permukaan candi. Abu ini dinilai membahayakan karena mengandung pH atau derajat keasaman sangat tinggi. Kalau tidak segera ditangani batu-batu candi bisa cepat lapuk karena proses kimiawi tersebut.

Amblas
Di antara sekian banyak faktor penyebab kerusakan, sejak lama faktor manusia paling sering disorot. Ancaman-ancaman bahaya dari manusia memang paling sulit ditanggulangi. Karena itu pernah ada wacana untuk membatasi jumlah pengunjung yang akan menaiki candi. Hal demikian dimaksudkan untuk mencegah perusakan dan pelapukan batuan candi akibat beban pengunjung. Biasanya pengunjung memang membludak pada hari-hari tertentu.

Pihak pengelola Candi Borobudur awalnya sangat berharap pada pembangunan sarana berupa taman wisata. Taman tersebut dimaksudkan untuk memecahsebarkan pengunjung yang mendatangi objek ini. Dengan banyaknya objek, seperti museum, atraksi gajah, dan art-shop, diharapkan pengunjung tidak akan terkonsentrasi pada satu objek saja, yakni bangunan candi.

Pada hari-hari biasa jumlah pengunjung Candi Borobudur 2.000-4.000 orang per hari. Namun pada saat liburan sekolah dan lebaran, jumlah pengunjung bisa mencapai 40.000-50.000 orang per hari. Begitu data dari surat kabar yang penulis baca. Bisa dibayangkan beban yang harus ditanggung Candi Borobudur. Semakin berat beban di atas, berarti semakin lemah daya dukung lingkungan candi.

Kelestarian Candi Borobudur pada dasarnya sangat tergantung dari prinsip-prinsip konservasi arkeologi. Di dalam arkeologi dikenal berbagai faktor perusak bangunan purbakala, yang secara umum terbagi dua, yakni non-manusia dan manusia. Di Candi Borobudur, sebagaimana penelitian 1985 (Djulianto Susantio, ‘Pengunjung dan Masalah Konservasi Candi Borobudur’), diketahui bahwa Candi Borobudur memiliki pondasi tanah yang labil karena terletak di atas bukit yang dipangkas bagian atasnya. Kondisi akan semakin membahayakan apabila terjadi bencana alam atau gempa bumi.

Menurut penelitian 1985 itu, berbagai kerusakan yang terjadi karena faktor non-manusia antara lain tumbuhnya lumut dan jamur pada batu. Sementara yang disebabkan manusia adalah pengotoran, corat-coret, dan pengrusakan batu. Dalam kurun waktu 20 tahunan, ternyata pondasi Candi Borobudur telah amblas sedalam beberapa sentimeter. Selain akibat labilnya bukit penyangga, penyebab lain adalah tidak dapat menahan beban berat pengunjung di atasnya.

Konservasi dan Pariwisata
Salah satu tugas pokok arkeologi adalah melakukan konservasi. Konservasi menyangkut pengertian upaya memelihara dan memperbaiki peninggalan purbakala. Saat ini lembaga yang khusus menangani konservasi Candi Borobudur adalah Balai Konservasi Borobudur (BKB).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun