Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Halte MRT dan Transjakarta yang Tidak Nyambung

22 Mei 2019   16:59 Diperbarui: 22 Mei 2019   17:25 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Saat hendak mengunjungi anak saya di Pondok Labu, Senin (20/5) kemarin, saya berencana naik MRT. Walau sudah pernah menaikinya saat masa ujicoba pada bulan Februari lalu, tentu saja suasananya berbeda dengan sekarang. Saat masa ujicoba, belum ada fasilitas yang bisa di ujicoba atau difungsikan bagaimana unjuk kerjanya, seperti loket ticketing, mesin scanner untuk taping masuk ke ruang tunggu atau peron, selain hanya kereta MRT itu sendiri. 

Begitu juga, saat ujicoba tersebut, kami para undangan hanya bisa naik lalu duduk manis di atas kereta MRT tersebut, di Stasiun keberangkatan, Stasiun Bundaran Hotel Indonesia, hingga stasiun akhir di Stasiun Lebak Bulus. Lalu beberapa saat kemudian kembali lagi dan turun kereta di Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia. Makanya, gara-gara ujicoba yang "nanggung" alias tidak tuntas tersebut, pada saat MRT benar-benar mulai beroperasi secara resmi, pihak manajemen maupun tehnisi lapangan MRT kelabakan sendiri, ketika menemukan kejadian tidak semua sistem berjalan dengan benar. Terutama pada masalah ticketing dan mesin scanner tiketnya. Sehingga sempat mendapat komplain maupun nyinyiran kekecewaan dari para penumpang di semua stasiun, maupun di media sosial.

Dengan telah berjalannya operasi MRT dengan lancar, dan tidak terdengarnya lagi keluhan dari pihak pemakai jasa MRT secara keseluruhan. Dengan perasaan tenang pun saya berangkat dari Kota Bambu. Setelah berjalan kaki melewati jalan Kota Bambu Raya, lalu menyeberangi jalan Jati Baru Raya terus memasuki jalan KS Tubun I dan tiba di jalan raya KS Tubnn. Dengan menumpang Jaklingko dengan kode trayek JAK 11, Tanah Abang - Kebayoran Lama, menuju perapatan Slipi, lalu transit dengan bus Transjakarta jurusan Poris Plawad - Bunderan Senayan.

Dari pemberitaan di media mainstream surat kabar, majalah maupun media digital seperti detik.com, kompas.com dan yang lainnya serta televisi. Dinyatakan bahwa kehadiran MRT ini juga akan diintegrasikan dengan keberadaan LRT yang masih dalam taraf ujicoba, Kereta Commuterline dan tentu saja juga dengan bus Transjakarta. Namun dari apa yang saya temui Senin dan Selasa kemarin, hal ini belum sepenuhnya berjalan dengan benar.

Seperti yang saya temui hari Senin, dua hari yang lalu. Dari Slipi, bus Transjakarta meluncur menuju Semanggi. Di Simpang Susun Semanggi bus masuk jalur kiri mengikuti putaran jembatan yang melingkar ke kanan menuju jalan Sudirman arah ke Blok M. Saya lalu transit dari bus Transjakarta di halte Gelora Bung Karno, hendak menyambung perjalanan dengan MRT ke Fatmawati.

Apa yang saya temui untuk melanjutkan perjalanan dengan MRT? Keluar dari halte GBK saya tidak menemukan Stasiun MRT, apakah itu stasiun Senayan atau Stasiun Istora. Setelah memperhatikan dari jauh ke arah selatan, baru saya melihat Stasiun MRT Senayan, begitu juga saat melihat ke arah utara dimana jembatan Semanggi berada, saya melihat Stasiun MRT Istora. Yang manapun di kedua stasiun itu yang saya tuju, keduanya mempunyai jarak yang sama, 400 meter, setelah melihatnya melalui Google Maps.

Panas terik pukul 13 siang harus saya jalani dari halte bus GBK menuju Stasiun Senayan. Sambil menyandang tas punggung yang cukup berat berisi Netbook beserta Kamera DSLR dan perlengkapannya, saya berjalan dengan keringat yang mengucur di seluruh tubuh,apalagi saat itu saya memakai jaket hitam Trans TV, maka makin lengkaplah panas itu terasa. Karena tidak membawa topi, kepala pun rasanya menggelegak kena panas langsung matahari. Tapi karena sudah biasa dalam situasi yang sama, saya tidak begitu menghiraukannya, soalnya mau bagaimana lagi? Toh jarak 400 meter itu bagi saya masih terasa enteng, karena sudah terlatih baerjalan jauh sedari kecil. Kalau tidak percaya, baca saja novel Seorang Balita di Tengah pergolakan PRRI :-).

Yang menjadi pikiran saya selama menempuh perjalanan 400 meter diterpa panasnya  matahari tersebut adalah, bayangan orang tua sepuh yang berjalan tertatih-tatih, nenek-nenek jompo yang harus ada yang menuntun, bayi dalam gendongan maupun balita yang kehausan, serta para disabilitas yang sulit berjalan sendiri, yang bila diuraikan disini hanya akan membuat perasaan tidak nyaman.

Dengan kondisi seperti ini, dimana letak terintegrasinya MRT dengan bus Transjakarta? Ada sisi manusiawi yang terabaikan di sini, salah disain atau ada faktor lain yang belum terungkap ke permukaan?

Stasiun MRT Bendungan Hilir (Kotak merah) difoto dari Halte Busway Bendungan Hilir. (Dokpri)
Stasiun MRT Bendungan Hilir (Kotak merah) difoto dari Halte Busway Bendungan Hilir. (Dokpri)
Setelah menginap semalam di rumah keluarga besan di Pondok Labu, Selasa kemarin, pulang dari Puskesmas Pondok Labu, mengobati gigi saya yang bengkak, saya kembali naik MRT dari Stasiun Fatmawati menuju Stasiun Bendungan Hilir. Saat transit di Stasiun Bendungan Hilir, apa yang saya alami hari Senin sebelumnya saya temukan lagi. Saya harus berjalan hampir 400 meter lagi dari Stasiun MRT Bendungan Hilir menuju halte bus Transjakarta Bendungan Hilir, di bawah terik matahari pukul 11 siang.

Lalu solusi apa yang bisa dilakukan oleh pihak MRT dan Transjakarta agar mereka benar-benar terintegrasi? Solusi sederhana yang bisa saya berikan hanya satu, yaitu memberi atap jalan penghubung diantara stasiun MRT dan halte bus Trasjakarta. Seperti yang terdapat di halte bus Transjakarta Dukuh Atas yang menghubungkan halte bus dengan stasiun kereta Commuterline, Sudirman. Untuk memberi perlindungan bagi penumpang dua moda trasnportasi yang berbeda itu dari sengatan matahari atau siraman hujan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun