Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Bolehkah "Membicarakan" Prinsip Pribadi di Media Sosial?

8 Agustus 2017   04:21 Diperbarui: 22 Agustus 2017   09:04 1682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Brand Chemistry

Maka, agar kita "lebih tenang" dalam menjalani hidup di dunia ini, alangkah baiknya kalau kita mengikuti dan melakukan hal-hal yang positif. Apalagi kalau hanya sebuah prinsip pribadi. Ya, prinsip! Kalau kita mengikuti hal-hal itu, maka nilai-nilai yang positif bisa menular pada diri kita, dan menggerakkan untuk melakukan hal yang sama.

Tapi, bagaimanakah kalau sudah menyangkut prinsip yang "sensitif"?

Nah, itulah masalahnya. Kita ini hidup dalam negara yang menaungi banyak perbedaan, baik suku maupun kepercayaan yang dianutnya. Dan, masalah prinsip yang berkaitan dengan keyakinan, misalnya agama, itu termasuk hal-hal yang sensitif.

Walaupun sebenarnya boleh, bahkan termasuk menyampaikan hal-hal yang baik, tetap saja harus berhati-hati kalau membicarakan hal-hal itu, apalagi kalau di platform dan media sosial yang jelas-jelas ada pengguna yang berbeda-beda. Alangkah baiknya kita memahami, seperti apa "karakter" dari media sosial itu, bukan?

Terus, sebaiknya bagaimana, dong?

Sumber gambar: cdn.lynda.com
Sumber gambar: cdn.lynda.com
Begini, pada intinya, kalau kita hendak memposting konten di platform dan media sosial, kita harus berpikir, apa konsenkuensi dari postingan tersebut. Kalau mereka bisa "kuat" dengan kritikan dari konten tersebut, ya silakan saja. Tapi, bagi orang-orang yang introvert dan bersifat sensitif terhadap kritikan, cercaan, atau semacamnya, lebih baik jangan mengunggahnya!

Apalagi kalau konten yang diunggah tersebut, mengandung prinsip yang sangat pribadi. Saya sih menyarankan, sebaiknya "ditahan" saja dan tidak membagikannya di hadapan netizen. Mengapa demikian? Dikhawatirkan, kalau konten tersebut bakal jadi "ter-kepo" dan dikonsumsi banyak orang, terlebih sampai ada yang mem-bully dan menghujatnya. Malu 'kan, jadinya!

Sekarang, cobalah kalian bayangkan dan mengibaratkannya, kalau kehidupan kalian itu layaknya seorang selebritas. Dan ada kabar yang berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut privasi. Pastinya, ada pro-kontra yang terjadi di kalangan publik, malah jadi bahan gosip di lingkungan tetangga. Sudah jelas, kalian yang jadi obyeknya, merasakan sesuatu yang tidak nyaman, 'kan?

Maka, alangkah baiknya, kalau membicarakan masalah dan prinsip pribadi, dialihkan kepada orang-orang yang dapat dipercaya, seperti sahabat, misal. Tentunya, teman untuk dijadikan tempat curhatnya, yang paling memahami perasaan, dan punya nilai-nilai yang sesuai dengan jati dirinya.

Dan, kalaupun ingin berbagi prinsip tersebut di media sosial, sebaiknya saat "menempatkan" kontennya, akun media sosialnya dalam keadaan terkunci atau diatur 'hanya teman', agar tak bisa dilihat oleh sembarang orang, oke?

Dan, satu hal lagi, jadilah diri sendiri, itulah jalan prinsip yang paling baik.

Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun