Mohon tunggu...
Deasy Puspitaningarum
Deasy Puspitaningarum Mohon Tunggu... Penulis - Selamat membaca semoga bermanfaat

Seorang Mahasiswa Program Studi Komunikasi yang memiliki minat dibidang tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pemkab Nganjuk Inisiasi Pindahkan Museum Anjuk Ladang

14 Mei 2019   19:40 Diperbarui: 15 Mei 2019   13:18 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Anjukladang (Dok. Pribadi)

"Museum itu dibangun agar pengunjung dapat dengan mudah melihat koleksi-koleksi yang disimpan. Mereka akan banyak mendapatkan nilai tambah setelah mengetahui koleksi benda kuna dan bersejarah. Tapi, lokasinya juga harus menunjang, tempat parkirnya luas, lokasinya nyaman, dan memiliki nilai wisata dan edukasi juga," terang Sukadi.

Prasasti Candi Lor. (Dok. Pribadi)
Prasasti Candi Lor. (Dok. Pribadi)
Lebih-lebih, di Candi Lor ini, sebagai komplek ditemukannya prasasti Candi Lor yang di dalamnya memiliki kekuatan sejarah Nganjuk yang sangat erat dengan asal mula nama Nganjuk. Seperti disebutkan pada Prasasti Candi Lor, pernah terjadi perang besar antara prajurit Kerajaan Swanadwipa Sriwijaya yang dibantu oleh Kerajaan Haji Wura-Wari dari Luwaram pada saat Kerajaan Mataram dipimpin oleh Dyah Wawa. 

"Pasalnya, lokasi museum yang sekarang ini selalu sepi pengunjung. Padahal koleksi museum tersebut cukup banyak, bahkan ada koleksi yang belum sempat tertata."

Bersamaan itu, juga terjadi gunung merapi meletus yang sangat dahsyat dan banyak kerajaan kecil yang menentang kepada Raja Dyah Wawa. Sehingga, kondisi Kerajaan Mataram hancur lebur, dan Dyah Wawa mati.

Pu Sindok mendapat bantuan berupa logistik dan tenaga untuk melawan prajurit Swanadwipa Sriwijaya dari rakyat Sima Anjukladang. Merasa kekuatan pasukan perang tidak seimbang dibanding dengan kekuatan musuh, Pu Sindok membuat strategi perang yang disebut "Lorong Parit". 

Sehingga pada saat terjadi perang, banyak prajurit musuh yang terjebak dan masuk ke dalam parit. Akhirnya, kemenangan yang gilang-gemilang ada di pihak Pu Sindok akibat dibantu oleh rakyat sipil Sima Anjukladang.

Selanjutnya, Pu Sindok bersama pengikutnya melanjutkan perjalanan ke Desa Tawmlang, daerah Jombang di dekat Sungai Brantas. Di sana, Pu Sindok dinobatkan menjadi Raja Medang sebagai kelanjutan dari Kerajaan Mataram di Jawa Tengah dengan gelar "Sri Maharaja Pu Sindok Isana Wikrama Dharmotunggadewa".

Delapan tahun kemudian, istana kerajaan Medang dipindahkan ke Watugaluh, masih daerah Jombang, karena sering mendapat gangguan keamanan dari musuh dan dilanda banjir dari Sungai Brantas. Bersamaan perpindahan istana ke Watugaluh ini, Pu Sindok teringat atas jasa dari rakyat Sima Anjukladang ketika perang melawan prajurit Swarnadwipa Sriwijaya. 

Pu Sindok memerintahkan kepada dua pejabat kerajaan, yaitu Pu Baliswara dan Pu Sahasra untuk membangun sebuah prasasti. Isi prasasti tentang pemberian hadiah kepada rakyat Sima Anjukladang agar dibebaskan dari kewajiban membayar pajak atau disebut "Swatantra". 

Sebuah prasasti yang kemudian disebut "Prasasti Anjukladang", adalah sebagai simbol tugu kemenangan melawan musuh (jayastambha). Dalam prasasti itu juga tertulis tentang perintah Pu Sindok agar Sri Jayamerta (Candi Lor) sebagai tempat persembahan kepada para dewa dan perintah tentang pemberian hadiah kepada rakyat sipil Sima Anjukladang berupa emas dan kain.

"Kemudian Prasasti Anjukladang yang di dalamnya tertulis angka 10 April 937 Masehi, ditetapkan sebagai hari jadi kabupaten Nganjuk. Dan nama Anjukladang berubah nama menjadi Nganjuk," pungkas Sukadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun