Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ketika Fahri Hamzah Menguliahi Johan Budi tentang Hukum Acara Penyitaan

10 Mei 2013   17:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:47 12544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_242705" align="aligncenter" width="609" caption="Fahri Hamzah di Primetime News Metro TV, Rabu, 8 Mei 2013 (Metrotv/YouTube)"][/caption]

Saya  kagum juga dengan kenekadan Fahri Hamzah melakukan debat hukum secara terbuka dengan Johan Budi di PrimeTime News Metro TV, Rabu, 8 Mei 2013. Bahkan Fahri memberi “kuliah terbuka” kepada Johan Budi mengenai hukum acara penyitaan barang yang seharusnya dipatuhi KPK. Mengingat latar belakang pendidikanya yang ekonomi, sedangkan Johan Budi yang berlatar belakang pendidikan hukum, dan sudah tiga periode bekerja di KPK.

Meskipun Fahri Hamzah juga pernah duduk di Komisi III DPR-RI, tetapi apakah lantas dia mempunyai kemampuan pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum acara yang cukup untuk bisa berdebat soal hukum acara dengan Johan Budi? Sedangkan Komisi III DPR-RI itu sebenarnya bukan hanya membidangi hukum saja, tetapi meliputi hukum, HAM, dan keamanan. Posisi Fahri Hamzah di Komisi itu mungkin lebih tepat pada posisi HAM dan keamanan, meskipun tentu dia juga memahami sedikit masalah hukum.

Hebatnya Fahri, di acara PrimeTime NewsMetro TV itu, selain berkali-kali menuduh petugas KPK tidak membawa surat apapun ketika hendak menyita mobil-mobil yang diduga terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq dari halaman parkir kantor DPP PKS, dan petugas KPK petantang-petenteng seperti preman, Fahri juga menguliahi Johan Budi tentang ketentuan hukum acara penyitaan berdasarkan KUHAP yang harus dipatuhi KPK.

Berikut rangkuman singkat “kuliah terbuka” Fahri Hamzah yang disampaikan dengan sangat mengebu-ngebu, sampai saya yakin pasti tenggorokannya kering, kepada Juru Bicara KPK Johan Budi:

“Anda mau menyita barang orang itu harus jelas. Anda harus membawa surat yang jelas, siapa yang menyita, apa yang mau disita, bagaimana berita acaranya, nanti ditandatangani, disaksikan oleh minimal dua orang.  ... Ini negara, negara hukum. Harus tertulis.”

“Pertama, dia (Johan Budi)  mengatakan malam itu dia (KPK) membawa surat penyitaan, -- yang dari pengadilan kita tidak mau --, yang penting harus jelas siapa yang datang, dasarnya apa dia datang, dia harus menandatangani berita acara bahwa dia mengambil harta orang. ‘Kan dia mengambil harta orang? Enak aja dia bawa, nggak jelas siapa yang yang bawa.”

Ketika presenter Fessy Alwi menimpalinya, “Apakah memang harus seperti itu?”

Dengan tambah semangat, dan speed bicaranya ditambah, Fahri Hamzah berkata, “Ya, harus memang seperti itu! Undang-undang mengatur seperti itu, KUHAP mengatur seperti itu. Kecuali jika mereka (KPK) tidak percaya kepada KUHAP. Di dalam KUHAP itu jelas, bahwa penyitaan itu harus jelas, siapa yang datang ke situ. Berita acaranya nanti ditandatangani, harus ada saksi, yang menyerahkan, yang menandatangani, lalu dibagi, ini berita acaranya. ”

Fessy Alwi berkata,  “Oke, tetapi hukum acara KPK adalah Undang-Undang KPK itu sendiri.”

Fahri Hamzah berseru,  “Nggak bisa hukum acara KPK! KPK harus memakai hukum acara yang ada (KUHAP). Kalau dia (KPK) punya SOP bertentangan dengan KUHAP, SOP itu batal! Dalam hukum itu dikenal bahwa aturan yang lebih tinggi mengalahkan aturan yang di bawahnya. ‘Kan harus begitu, dong! ... ”

“Kuliah” Fahri baru selesai setelah Fessy Alwi melakukan break untuk acaranya itu.

Dalam konteks ini, entah apa yang dimaksud Fahri Hamzah dengan “aturan yang lebih tinggi mengalahkan aturan yang berada di bawahnya.” Di dunia hukum apa yang disebut Fahmi itu terkenal sebagai salah satu asas hukum, yakni: “lex superiori derogat lege inferiori,” peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah.

Mana peraturan yang lebih rendah yang dia maksudkan? Apakah SOP KPK? SOP KPK jelas bukan peraturan hukum. SOP KPK dibuat berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Di dalam UU KPK ini juga diatur mengenai hukum acara penyitaan khusus untuk penyidik KPK. Maka, sekarang, ada dua hukum acara yang berlaku, satu di KUHAP, yang satu lagi secara khusus di UU KPK. Jadi, dalam hal ini, asas hukum yang berlaku bukan yang disebutkan oleh Fahri Hamzah itu, tetapi yang berlaku adalah asas hukum: “Lex specialis derogat lege generali,” peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang lebih umum.

Dalam kasus ini, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK adalah “lex specialis” dari UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang adalah “lege generali.” Sehingga dalam hal ini, hukum acara penyitaan untuk KPK, yang berlaku adalah yang diatur di UU KPK, bukan KUHAP. Jadi, sudah benar apa yang dikatakan Fessy Alwi bahwa hukum acara penyitaan yang berlaku bagi KPK adalah UU KPK itu sendiri.

Asas hukum tersebut terdapat di Pasal 47 ayat (2) UU KPK mengenai penyitaan, yang berbunyi sebagai berikut: Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur mengenai tindakan penyitaan, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini

Yang dimaksud dengan “Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang mengatur mengenai tindakan penyitaan” itu adalah KUHAP. Dinyatakan tidak berlaku berdasarkan UU KPK itu.

Hukum acara penyitaan yang berlaku khusus untuk petugas peyidik KPK, diatur di Pasal 47 ayat (1): Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya.

Jadi, memang KPK tidak memerlukan surat izin penyitaan (dari Ketua Pengadilan Negeri) sebagaimana umumnya diatur di KUHAP. Surat izin penyitaan ini hanya berlaku bagi penyidik dari Kepolisian dan Kejaksaan.

Oleh karena itu Johan Budi beberapakali bertanya ditujukan kepada Fahri Hamzah, yang dimaksud dengan surat itu, surat apa? Sedangkan khusus untuk penyidik KPK, untuk melakukan penyitaan cukup dibekali dengan surat perintah dari Ketua KPK dengan format khusus. Surat dari Pimpinan KPK itulah yang dimaksud oleh Johan Budi sudah dibawa oleh petugas KPK ketika hendak melakukan penyitaan tersebut.

Mungkin petugas keamanan di Gedung PKS itu tidak paham mengenai hal itu. Kemudian diperparah oleh Fahri Hamzah dengan menguliahi Johan Budi seperti tersebut di atas.

Fahri Hamzah bilang, yang penting semua harus jelas dalam berita acaranya bahwa dia (KPK) mengambil harta orang. Tetapi, bagaimana caranya berita acara penyitaan itu mau dibuat kalau petugas KPK malah tidak diberi izin untuk melakukan penyitaan? Bukankah yang namanya berita acara itu baru bisa dibuat setelah penyitaan itu dilakukan?

Tidak benar, ketika dikatakan bahwa bahkan berita acara saja petugas KPK tidak bawa. Faktanya, mereka membuat berita acara tentang penolakan penyitaan itu berikut berita acara penyegelannya itu.

Tentang berita acara seperti itu diatur di Pasal 47 ayat (3) UU KPK.

[caption id="attachment_242706" align="aligncenter" width="441" caption="Petugas penyidik KPK membuat berita acara penyegelan mobil-mobil di halaman parkir gedung kantor PKS (Metrotv/YouTube)"]

13681814672094166374
13681814672094166374
[/caption]

Jangan-jangan “kuliah” Fahri Hamzah kepada Juru Bicara KPK Johan Budi itu menjadi seperti apa yang peribahasa katakan: “Seperti mengajar bebek berenang.”  Maka itu Johan Budi bilang kepada Fahri, “Anda itu perlu belajar dulu ...” ***

Artikel terkait:

-Kalau Begini, yang Kayak Preman Itu Siapa?

- Pelintiran Informasi ala PKS Piyungan

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun