Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ada Apa di Balik Terungkapnya Kasus Dhana Widyatmika?

28 Februari 2012   17:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:46 9511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_163853" align="aligncenter" width="558" caption="(Jawa Pos, 28/02/2012)"][/caption]

Media massa serentak mengistilahkan kasus rekening gendut nan tak wajar dari mantan PNS Ditjen Pajak Dhana Widyatmika (sekarang sebagai PNS Golongan III-c di Dispenda DKI Jaya) dengan sebutan “Gayus Jilid II”. Termasuk Kompasiana yang juga memakai sebutan ini untuk “Topik Pilihan”-nya kali ini.

Sebenarnya, sebutan ini kurang tepat. Bukan karena Gayus Tambunan memproteskan sebutan tersebut, tetapi karena memang secara faktual kejadiannya kurang tepat disebut sebagai “Gayus Jilid II”. Modus operandinya seperti yang diungkapkan pihak Kementerian Keuangan dan Kejaksaan, memang mirip, bahkan bisa dikatakan sama dengan apa yang dilakukan oleh Gayus Tambunan, tetapi kasus yang diduga dilakukan oleh Dhana Widyatmika bukan setelah Gayus melakukannya, tetapi jauh sebelumnya.

Kalau Gayus Tambunan terungkap di pengadilan melakukan kejahatan pajaknya itu sejak tahun 2009, maka Dhana diduga melakukannya sejak tahun 2002. Saat itu dia masih bertugas sebagai petugas pemeriksa pajak Ditjen Pajak. Dhana juga adalah senior dari Gayus di Sekolah Tinggi Akuntasi Negara (STAN). Dhana angkatan tahun 1996, Gayus 1997 (Jawa Pos. 28/02/2012).

Jadi, kasus Dhana Widyatmika ini, kalau kemudian nanti terbukti di pengadilan,  bukan kasus jilid II, atau “sequel”-nya kasus Gayus, melainkan lebih tepat adalah “prequel”-nya. Kisah sebelum kasus Gayus. Bisa jadi, Gayus justru belajar dari apa yang telah dipraktekkan Dhana sejak 2002 itu, dan dia menirunya mulai tahun 2009.

Lepas dari soal sebutan ini, percayakah Anda bahwa kasus kejahatan perpajakan yang melibatkan orang dalam di instansi perpajakan itu hanya kasusistis, hanya satu-dua kasus, atau satu-dua pegawai pajak yang begitu?

Sudah lama sekali menjadi rahasia umum bahwa salah satu instansi pemerintah yang paling banyak tukang korupsinya dengan modus melakukan kongkalikong dengan wajib pajak, atau cara lainnya, ada di Kantor Pajak. Mulai dari daerah sampai pusat.

Sudah seolah menjadi pemandangan biasa pula bahwa banyak sekali pegawai pajak yang berpenampilan kaya-raya. Jauh daripada penghasil resminya. Mulai dari pegawai rendahan sampai dengan pucuknya.

[caption id="attachment_163889" align="aligncenter" width="620" caption="KOMPAS/ALIF ICHWANRumah Dhana Widyatmika yang diduga melakukan tindak korupsi berada di alamat Jalan Elang Indoputra A7/15 Cipinang Melayu, Jakarta Timur, Senin (27/2/2012). Rumah yang sudah tidak ada penghuninya ini awalnya merupakan rumah warisan dari orang tua Dhana, itu menurut cerita tetangga yang tinggal sekitar rumah tersebut. "]

13304839461088620948
13304839461088620948
[/caption]

Terungkapnya kasus Gayus, dan kini diduga dilakukan juga Dhana, justru semakin menimbulkan kejanggalan. Karena kasus-kasus kejahatan pajak seperti yang dilakukan Gayus, atau yang diduga dilakukan Dhana ini amat sangat mustahil mereka bisa lakukan secara sedemikian bebas selama bertahun-tahun, dengan mengeruk sedemkian banyak uang negara (dengan jumlah fantastik), tanpa diketahui sama sekali oleh atasannya, dan atasan dari atasannya lagi itu, dan seterusnya ke atas. Menjadi semakin janggal lagi, karena penyelidikan dan pengungkapan kasus ini selalu hanya terhenti sampai di pegawai menengah/rendahan seperti ini.

Secara kasat mata saja, pemandangan seorang pejabat tinggi Pajak (Eselon) mempunyai rumah besar dan mewah di kawasan perumahan mewah, dengan (beberapa) unit mobil mewah pula itu sudah kerap terjadi. Tetapi apa kah kita pernah dengar pejabat-pejabat Eselon di Perpajakan ini tertangkap dan diusut serta disidang seperti pegawai-pegawai Pajak Golongan III ini?

Besar kemungkinan meraka ini sebenarnya hanyalah pelaksana di lapangan, dengan mendapat komisi tertentu dari sang “Godfather”, yang juga atasannya di Kantor Pajak tempat mereka kerja. Sang “Godfather” ini kekayaannya jauh lebih fantastik daripada pegawai-pegawai pajak “ajaib” seperti Gayus dan Dhana ini.

Percayalah kisah kejahatan pajak seperti ini sama sekali tidak hanya terdiri dari dua jilid saja (bukan hanya ada “Gayus Jilid II”), tetapi berjilid-jilid, sehingga sulit mengetahui jumlah sebenarnya. Tinggal dipilih saja seperlunya, mana yang hendak dijadikan tumbal untuk menunjukkan ke publik tentang keseriusan penyidik mengungkapkan kasus kejahatan seperti ini. Padahal sebetulnya, di baliknya hanyalah suatu bentuk intrik pencitraan, atau intrik politik untuk mengalihkan perhaian kita dari kasus-kasus kejahatan yang sejenis namun jauh lebih besar lagi, yang dilakukan oleh pelaku yang jauh lebih tinggi dan berpengaruh di bidang politik, maupun jabatan.

Ahmad Yani, anggota Komisi III DPR mengungkapkan bahwa di sektor pajak selama ini sangat rawan terjadinya kejahatan korupsi. “Saya ingin menguatkan apa yang selama ini saya katakan. Bahwa di sektor pajak itu memang sangat rawan. Setiap tahun potensi kerugian negara dari sektor pajak sebesar Rp300 triliun,” katanya di Jakarta, 27/02/2012 (jpnn.com).

Begitu cepatnya Kejaksaan mengusut laporan PPATK tentang rekening gendut mencurigakan dari Dhana Widyatmika, tetapi temuan PPATK bahwa ada 12 rekening gendut yang mencurigakan dari jaksa sendiri, kenapa terkesan begitu lamban sekali diusut? Sudah lebih dari satu bulan PPATK melaporkan bahwa ada 12 rekening mencurigakan/tidak wajar dari jaksa, tetapi sepertinya kok didiamkan saja?

Ditanya soal itu, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Noor Rachmad menjawab, “Tunggu perkembangannya. Kerja kami bukan itu saja!” (Jpnn.com, 27/02/2012).

Bagaimana pula dengan kisah rekening gendut milik sejumlah perwira polri yang pernah dilaporkan PPATK, dan diungkapkan majalah Tempo itu? Kata, Kapolri, tidak ada masalah pada rekening-rekening tersebut, alias kekayaan miliaran rupiah yang dimiliki para perwira polri itu adalah wajar. Tetapi anehnya, ketika ICW minta kalau memang betul wajar, pihak polri seharusnya berani memperlihatkan posisi rekening tersebut bagaimana bisa jumlahnya yang sampai miliaran rupiah itu dikategorikan sebagai wajar oleh Kapolri /Mabes Polri itu?

Apakah juga wajar, ketika bagi publik rekening gendut perwira polri itu tetap tidak wajar, Mabes Polri malah mempromisikan salah satu pemilik rekening gendut perwira polri itu, Inspektur Jenderal  Polisi Budi Gunawan, kini menjadi Kapolda Bali? Menurut laporan PPATK, per 19 Agustus 2008, kekayaan Irjen Pol Budi Gunawan adalah sebesar Rp. 4.684.153.542. Tentu sekarang jumlahnya sudah lebih besar daripada itu?

Majalah Tempo, dalam laporannya tentang ini, antara lain menulis bahwa dari laporan PPATK, Inspektur Jenderal  Budi Gunawan dituduh (pernah) melakukan transaksi dalam jumlah besar, tidak sesuai dengan profilnya. Bersama anaknya, Budi disebutkan telah membuka rekening dan menyetor masing-masing Rp. 29 miliar dan Rp. 25 miliar. Ketika dikonfirmasi pada 25 Juni 2010, yang bersangkutan membantahnya dengan mengatakan bahwa berita itu sama sekali tidak benar.

Kemudian, bagaimana dengan kelanjutan laporan PPATK tentang 2.000 lebih rekening mencurigakan yang sebagian besar dari anggota DPR. Terutama sekali di Badan Anggaran (Banggar)? Kok, malah seperti berlalu seperti angin yang lewat? Apakah hanya kebetulan saja, ketika publik mulai menaruh perhatian lebih besar ke laporan PPATK tentang rekening mencurigakan anggota Banggar DPR, mendadak muncul kasus Dhana Widyatmika ini? Mengingat sebenarnya rekening mencurigakan ini sudah diketahui lama, bahkan sejak sebelum Gayus.

Masih sangat segar ingatan ini apa yang terjadi baru-baru ini di Komisi III DPR, ketika dalam laporan tertulis tanya-jawabnya dengan Komisi III itu, PPATK mencoret dengan spidol hitam satu paragrafnya. Tetapi rupanya, coretannya itu tidak sempurna sehingga masih bisa dibaca dengan jelas. Paragraf yang dicoret itu bunyinya sebagai berikut:

“Saat ini PPATK sedang melakukan analisis atas lebih dari 2000 laporan terkait dengan anggota DPR, dimana mayoritas transaksi dilakukan oleh anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR.”

[caption id="attachment_163891" align="aligncenter" width="460" caption="(detik.com)"]

13304842451815740766
13304842451815740766
[/caption]

Publik pun menaruh curiga, ada apa-apa di antara PPATK dengan Banggar ini. Apakah ada semacam intimidasi dari anggota Banggar terhadap PPATK? Ataukah memang ada semacam deal-deal tertentu di antara mereka? Kalau tidak begitu, kenapa ada paragraf dengan kalimat seperti itu yang kemudian dicoret? Bisa jadi, pegawai PPATK yang mengetik naskah tersebut dari catatan aslinya, yang lupa diedit oleh pejabat-pejabat tinggi tertentu di PPATK. Seperti yang pernah saya ulas di Kompasiana dengan judul: “Ketika Nyali Ketua PPATK Mendadak Ciut.

Kejadian ini (terungkap ada pencoretan dengan spidol hitam di laporan tertulis PPATK itu) sebenarnya tak disengaja. Karena lupa diedit, terlanjur diketik. Tidak ada lagi waktu untuk memperbaikinya, maka yang bisa dilakukan hanyalah dicoret. Tapi, ternyata masih bisa dibaca. Apa yang harus dilakukan untuk bisa segera mengalih perhatian publik yang mulai menyorot PPATK dengan Banggar ini?

Gampang, PPATK mempunyai banyak sekali data rekening gendut mencurigakan (yang sangat tidak wajar). Tinggal dipilih saja, mana yang mau dipakai, diungkapkan supaya perhatian publik tercurah ke sana. Bukan ke PPATK dan Banggar. Dan, terpilihlah rekening gendut milik Dhana Widyatmika. Terbukti, berhasil, bukan? ***

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun