Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadikan Pesawat Ekslusif Lagi, Mungkinkah?

1 November 2018   02:18 Diperbarui: 1 November 2018   02:46 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setidaknya selama sepuluh tahunan belakang ini, pesawat adalah transportasi paling digemari oleh banyak khalayak. Tingkat keamanan yang super tinggi (meski masih patut dipertanyakan), juga kecepatan luar biasa menjadi alasan terbang dibalik awan menjadi pilihan. Terlebih, harga yang murah, bahkan kalau dihitung -- hitung cost perjalanan dengan pesawat biasa lebih murah daripada bus darat sekalipun.

Bayangkan saja, untuk mencapai Jakarta dari Medan dengan menggunakan Bus membutuhkan setidaknya tiga hari dua malam. Harga tiket sebesar empat ratus lima puluh ribu rupiah. Dengan perkiraan makan dua kali dalam satu hari, dimana setiap kalinya menghabiskan dua puluh lima ribu rupiah per orang.

Maka biasa ditotal membutuhkan sekitar enam ratus ribu rupiah untuk satu kali jalan. Biaya ini belum termasuk rokok bagi perokok, atau sekedar membeli cemilan untuk sepanjang perjalanan. Sedangkan hanya butuh sekitar enam ratus ribu rupiah sampai satu juta untuk menumpang pesawat. Waktu yang dibutuhkan pun berpuluh kali lipat lebih cepat dari bus. Hanya dua jam, Medan -- Jakarta sudah terhubung.

Kalau perhitungan antar kota dalam satu pulau yang sama, biaya penerbangan lebih murah. Sedangkan biaya perjalanan lewat darat, selain kereta api ekonomi kelas "C" masih mendekati harga tiket pesawat. Dengan tiga ratus lima puluh ribu rupiah, anda bisa terbang dari Jogja menuju Jakarta. Bahkan, harga tiket kereta api eksekutif masih lebih mahal seratus ribu rupiah.

Bila pada awal tahun 2000-an pesawat masih sangat ekslusif, maka kini tidak lagi. Siapa saja bisa menjangkau biaya untuk terbang kemana saja.

Sayangnya, dengan harga yang rendah terkadang maskapai nyaris tidak memperhatikan kenyamanan bahkan keselamatan penumpang (juga awak mereka sendiri).

Ibarat kata, resiko ditanggung oleh calon penumpang (juga pilot dan awak kabin). Kalau sudah terjadi kecelakaan menyebabkan ratusan jiwa melayang, maskapai hanya memberikan satu atau dua milyar rupiah sebagai ganti rugi. Seolah nyawa dapat dibeli dengan uang!

Pertanyaan kemudian muncul ;

Apakah dengan harga luar biasa murah itu, pihak maskapai benar -- benar "mengamankan" kita dari resiko ketidaknyamanan bahkan kematian?

Pernah suatu ketika, saya akan menumpang satu maskapai yang seharusnya terbang pukul 21.00 harus terlambat sampai 23.00. Menelisik lebih jauh, saat mengobrol bersama penumpang disebelah, menurutnya penerbangan yang akan ditumpanginya tidak mengalami keterlambatan.

Sebab dirinya memang membeli tiket dengan penerbangan pukul 23.00. Darisana, saya ambil kesimpulan bahwa maskapai tersebut sebenarnya tidak ada kendala teknis. Selain karena "kejar setoran" satu pesawat biar diisi penuh akan lebih menghemat biaya produksi.

Akhirnya, sebisa mungkin calon penumpang yang seharusnya berangkat pukul 9 malam disatukan dengan mereka yang berangkat dua jam setelahnya. Konyol!

Menjadi menarik, sebab pada akhirnya kita tidak serta merta bisa menyalahkan perusahaan maskapai. Apalagi bila menghitung untung rugi ketika mereka harus menerbangkan pesawat setengah kosong sebanyak dua kali. Lebih baik sekaligus saja, dua penerbangan dijadikan satu. Lebih hemat, walaupun penumpang akhirnya menyimpan dendam kesumat.

Akhirnya, satu -- satunya solusi yang bisa ditawarkan adalah meminta pemerintah untuk menghentikan penerbangan murah dengan harga diluar kewajaran. Menurut saya, calon penumpang juga akan lebih merasa aman dan nyaman bila menumpang di kabin pesawat dengan harga dua atau tiga kali lebih mahal tapi tepat waktu dan dengan pesawat yang benar -- benar layak diterbangkan. Daripada harus "berhemat" tapi resiko nyawa menjadi taruhannya.

Kalau kita bicara tentang "takdir" atau "jalan Tuhan seperti itu". Memang tidak ada salahnya. Tapi, ketika mengetahui bahwa penyebab kecelakaan adalah human error . Alasan itu sebaiknya disimpan kalau tidak mau menjadi "pembenaran dari seorang pecundang" saja.

Dan lagi, dengan pesawat murah itu, pernahkah kita berpikir berapa banyak uang yang mungkin dihasilkan Pilot, Co-Pilot serta awak kabin? Hitungan kerja mereka mungkin benar dibayar setiap jam terbangnya. Mungkin pula gajinya memang benar jauh lebih besar dari kebanyakan profesi lainnya. Tapi menjadi soal, ketika anda menyadari bahwa mereka adalah orang -- orang paling dekat dengan kematian daripada semua profesi yang ada.

Percayalah, jika terjadi sesuatu diudara tidak ada jalan keluar lain selain kembali ke daratan. Kalau berhasil, bersyukurlah. Kalau tidak?

Maka, jika tingginya harga bisa setidaknya memberi kenyamanan penumpang. Tingginya harga, menjadi perusahaan maskapai benar -- benar memperhatikan kualitas pelayanan dan armada mereka. Tampaknya, menjadikan pesawat sebagai transportasi eksklusif (lagi) perlu dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun