Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Basah Oleh Keringat dan "Mager" di Tokyo, Karena Kelembaban Tinggi

11 September 2019   11:03 Diperbarui: 11 September 2019   11:11 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

                                                                                                                    

Lihatlah! Langit biru, terik matahari, bercampur mendung, tetapi tidak menyurutkan suhu udara yang tetap tinggi, dan kelembaban yang tetap tinngi .....

Masing2 negara memang berbeda2, termasuk suhu, cuaca dan kelembabannya. Aku hidup di Jakarta, dari lahir dan sampai sekarang. Sepanjang tahun, untukku Jakarta sudah menjadi bagian hidupku. Ya, panasnya, ya polusinya, bahkan kelembabannya.

"Kenyamanan" Jakarta itu, tidak bisa dibandingkan dengan negara2 lain, dimana aku pernah datangi. Disatu sisi, Jakarta sangat panas dan humit, tetapi ketika aku ke Amerika di musim panas, terntata sangat berbeda.

Amerika, khsusunya di Dallas tempat adikku bermukim, adalah kota yang panas di musim panas, sampai 40 derajat Celcius, bahkan mungkin lrbih, karena berada di tengah padang pasir dan padang rumput Texas, dan udaranya sangat kering!


Jika diluar rumah di musim panas, kita bisa2 terserang dehidrasi, dan berusaha masuk bangunan untuk mendapatkan semburan angin dari kipas angina tau AC. Kepala bisa sakit berat karena matahari sangat keam memancarkan sinarnya!

Berbeda dengan musim panas di Jepang, tempat anakku bermukim di Chiba. Rata2 seluruh Jepang, musim panas yang berada diantara mulai bulan Juni sampai akhir Agustus, suhu udara bisa sampai 35 derajat Celcius, tetapi kelembabanya sangat tinggi!

Di Jakaarta, karena aku tinggal di kota ini, aku sudah merasakan kelembaban yang cukup tinggi jika berada di luar bangunan. Apalagi, aku adalah seorang yang bekerja di lapangan, naik turun proyek dan meeting di tengah2 sinar matahasi terik di siang bolong, beberapa tahun lalu, sebelum aku terserang stroke.

Dan, karena aku tinggal di Jakarta, aku tidak akan complain dengan apa yang Tuhan berikan untukku, sehingga aku sangat menikmatinya, walau sekali2 aku menjadi sakit kepala dan sungguh jatuh sakit, dengan cuaca dan suhu Jakarta.

Tetapi, sangat berbeda dengan di Jepang. Dalam 2,5 tahun ini, aku menjenguk anakku yang tingaal di Chiba, sekitar 3 bulan sekali, dan aku sempat merasakan musim panas 2x, di tahun 2017 dan tahun 2019 sekarang ini.

Ternyata, ada perbedaan yang signifikan antara 2 tahun ini. Ketika tahun 2017, aku merasakannya suhu dan cuaca setara dengan suhu dan cuaca di Jakarta. Tokyo dan Chiba saat itu tahun 2017, adalah sama dengan di Jakarta, sehingga aku ungguh menikmatinya.

Bedanya adalah, karena Tokyo dan Chiba adalah kota yang berada di sebuah Negara yang sangat memperhatikan kenyamanan dan kebersihan, aku justru merasakan udara segar, sedikit sejuk karena angin yang berhembus sepoi2.

Dibandingkan dengan Jakarta dengan polusinya yang mungkin sudah diambang batas kesehatan, suhu dan udara Jakarta, seakan kita berada dalam sekam! Suhu 33 derajat Celcius di Jakarta, seharusnya setara dengan suhu 35 derajat Celsius di Tokyo. Tetapi, pada kenyataannya sangat berbeda!

Tokyo lebih nyaman jauh, disbanding dengan Jakarta, dimusim2 panas dengan kesetaraan suhu dan cuaca!

Ok. Itu musim panas Jepang di tahun 2017.

Bagaimana dengan musim panas Jepang di tahun 2019 ini?

Aku menjenguk Michelle di bulan Agustus 2019 lalu. Kupikir, akan sama dengan musim panas tahun 2017 sebelunya, sehingga dengan santainya aku membawa baju2 musim panas dengan beberapa asesoris untuk pelengkapnya, untuk bergaya jika berfoto, hihihi ......

Tetapi yang ada adalah kelembabannya sangat tinggi sehingga tubuhku selalu berasa lengket dengan keringat! Padalah, selama di Jepang aku hanya duduk di kursi roda ajaibku, dan jika aku melaju diatasnya, seharusnya angin yang berhembus bisa membasuh rasa lembab tubuhku.

Ternyata tidak demikian!

Aku berada di atas kursi roda ajaibku, dan melaju cepat pun, angin yang berhembus tidak mampu membasuh keringat di tubuhku. Kelembabannya sangat tingga, sehingga akhirnya sangat "malas" untuk bergerak!

Apalagi di musim panas 2019 ini, Jepang banyak dilanda hujan, hujan deras, typhoon bahkan badai. Dan, jika hujan besar pun, kelembaban nya tetapi tinggi! Sehingga, sungguh membuat aku sangat tidak nyaman, kecuali jika aku berada di dalam bangunan!

Suhu udara terntinggi "hanya" 35 derajat Celcius dan terendah 30 derajat Celcius. Jika hujan rintik (shower), justru aku sangat senang, karena udara sedikit sejuk!

Suhu udara di Tokyo musim panas 2019 ini, sekali lagi kukatakan adalah setara dengan suhu udara di Jakarta, sebenarnya. Tetapi, karena kelembabannya sangat tinggi, membuat seakan suhu udara jauh melebihi dari 35 derajat Celcius.

weather-and-climate-com-5d7871f2097f3633bc400242.jpg
weather-and-climate-com-5d7871f2097f3633bc400242.jpg
                                                                                                                      www.weather-and-climate.com

www.stastistikjakarta.go.id
www.stastistikjakarta.go.id
                                                                                      

Dari referensi yang aku baca, ternyata di bulan Agustus, tingkat kelembaban di Tokyo berada di titik2 tertinggi setelah bulan Juli, yaitu hampir 80%, sedangakan justru di Jakarta, bulan Agustus tingkat kelembabannya dibawah beberapa strip dari Tokyo, dan justru di titik rendah, dibandingkan titik kelembaban di bulan Februari di Jakarta.

Dan, ternyata memng semakin kesini, karena global warming, semakin tidak menentulah semuanya, yang berhubungan dengang bumi. Dan itu adalah salah kita (manusia) sendiri ......

***

Ok lah .....

Ini adalah hanya perbandingan, antara titik kenyamananku berada di Jakarta, disbanding dengan berada di Tokyo. Yang jelas, ketika musim panas seperti ini, Michelle harus keluar dana lebih banyak dibandingkan dengan di musim2 yang lain di Jepang.

Mengapa?

Karena, jika tidur malam kami hrus memakain AC full, jika tidak mau kepanasan sungguh! Karena kelembaban yang sangat tinggi, kami berbaring pun terasa sangat sangat panas!

Tapi, tahu tidak?

Jika musim panas, Michelle keluar uang untuk bayar listrik lebih banyak disbanding dengan bulan2 lainnya, ternyata justru di musim dingin, anakku akan membayar tagihan listrik lebih tingga .....

Musim dingin memang tidak menyalakan AC, tetapi sekali2 kiuta harus menyalakan heater, jika tidak mau kedinginan, juga harus menyalakan air panas jika kita mandi, atau paling tidak, kita menyalakan pemanas ir untuk minum atau buat the, jika tangan kita tidak mau beku, hihihi .....

Akhirnya,

Untukku, Jakarta memang lebih nyaman untukku, untuk tempat hidup, sedangakan Tokyo sangat nyaman untukku, untuk hanya menjenguk anakku dan bersenang2.

Bukan karena suhu dan cuaca saja, tetapi juga karena pengeluaran standard yang harus dibayarkan jika kita hidup di Tokyo, dibandingkan hidup di Jakarta, hahaha .....

Catatan :

Ini sedikit pengamatanku hanya di Tokyo dan Chiba saja, entah dengan kota2 dan perfecture2 Jepang yang lain, ya. Dan hanya di musim panas yang setara dengan Jakarta .....

Sebelumnya :

"Buntut" Typhoon Krosa, Sungguh Terasa di Tokyo dan Chiba!

"Typhoon Krosa", Awal Keberadaanku di Jepang di Musim Panas 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun