Mohon tunggu...
Hilal Ardiansyah Putra
Hilal Ardiansyah Putra Mohon Tunggu...

Pengiat Literasi Kutub Hijau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Laut Merah Terbelah ( II )

12 Maret 2015   19:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:45 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Musa As VS Fir’aun

Bayi kecil munggil yang ditaruh dengan butiran air mata ibunya dalam peti dan mengalir tenang ke istana Fir’aun kini semakin dewasa. Hari demi hari berkembang dan tumbuh dalam lingkungan istana. Merasakan kenikmatan istana dan kemegahannya. Kini waktunya telah tiba. Dialah seorang Nabi penerus yang menyeruh di kalangan banis Israel dan segenap penduduk di wilayah mesir dan sekitarnya. Tugasnya bukanlah tugas yang enteng. Penuh resiko dan harus dengan kesabaran yang tinggi.

Musa As yang kurang pandai bersilat lidah untuk berdakwah, maka dari itu ia meminta kepada Allah. Musa As ingin Allah menjadikan Harun bin Imran, saudaranya, untuk mendampinginya berdakwah dikalangan qibti dan bani Israel. Munculnya Musa As sebagai nabi dari kalangan bani Israel bukanlah hal yang unik dan ajaib. Sebab semua orang telah tahu jika Ibrahim As perna berdoa untuk menjadikan anak keturunannya sebagai penerus kenabian. Salah satunya adalah Musa As. Keturunan dari Nabi Ya’qub, yang kepadanyalah disematkan nama Bani Israel, atau bani Ya’qub.

Ya, Musa adalah keturunan Ibrahim As dari Ya’qub, nasab pertama bani Israel. Kini nabi itu telah datang. Telah bersiap untuk berdakwah. Telah bersiap untuk memeras keringatnya demi meneruskan tugas mulia para pendahulunya Yusuf, Ya’qub, Ishaq, dan Ibrahin As.

Mulailah Musa As berdakwah di istana. Fir’aun dibuatnya tercengang. Sekarang, Fir’aun baru sadar bahwa dia selama ini telah merawat seokor singa padang pasir yang nantinya akan meruntuhkan kekuasaannya dan akan menghabisi nyawanya. Musa bersama Harun sangat gigih dalam berdakwah, masuk keluar istana mengajak sang raja lalim dan keji untuk bertobat dan memeluk Islam.

Fir’aun si raja angkuh jelas tidak mau menerima ajakannya, bahkan bisa dikatakan tidak akan perna mau. Bagaimana mungkin seorang tuhan memiliki tuhan. Mungkin itulah yang sedang bergulat dalam pikiran ciut Fir’aun. Kemegahan istana, kejayaan, dan sujud para rakyatnya tidak akan bisa dimilikinya jika dia menerima ajakakan anak angkatnya. Pamornya akan turun drastis. Ibarat air hujan yang jatuh dari langit ke bumi. Betapa tingginya, pasti sakit sekali jika harus terjun bebas dari langit ke bumi.

Untuk mengamankan pamornya, Fir’aun pun menolak keras ajakan Musa As. Padahal Fir’aun sendiri sudah tahu bahwa Musa lah yang akan menghabisi nyawanya. Sebagaimana tafsiran para tukang sihir yang dahulu diundang ke dalam istananya. Namun, batu tetaplah batu. Tidak akan bisa berubah menjadi bubur.Sudah tahu nyawanya berada dalam gengaman anak angkatnya, tapi tetap saja ingkar dan memusuhinya. Padahal jika Fir’aun mau menerima ajakan Musa dan Harun, pastilah dia akan aman dan tidak harus berurusan dengan ganasnya laut merah nantinya.

Para penyihir Istanapun Bertobat

Segala macam cara digunakan Fir’aun untuk mematikan langkah Musa dalam berdakwah. Dia tidak ingin banyak orang qibti maupun bani Israel yang memeluk islam dan menjadi musuh besar yang mengancam kedudukannya. Jika musa terus dibiarkan berdakwah, maka ummat islam akan semakin banyak, akan semakin berkembang, hingga akhirnya tidak mau tunduk kepada Fir’aun dan bahkan akan membakar habis istana beserta isi-isinya.

Suatu hari, untuk menyakinkan masyarakat mesir bahwa musa hanyalah seorang pembohong yang mengaku nabi, maka Fir’aun memanggil musa. Fir’aun ingin menghakimi musa didepan rakyat dan para tukang sihir. Musa ditantang untuk mengalahkan tukang-tukang sihir Fir’aun. Fir’aun mencoba untuk berspekulasi tinggi, mungkin saja kekuatan Tuhan bisa dikalahkan oleh para tukang sihir andalan kerajaan.Jika itu berahasil, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap musa dan akan mengikuti ajakan Fir’aun untuk menentangnya dan menjulukinya sebagai pembohong besar yang sedang ingin menggulingkan kekuasaan ayah angkatnya.

Maka berkumpullah para jagoan-jagoan sihir Fir’aun. Dengan gaya pakaian khas penyihir, dan tongkat-tongkat yang berbentuk aneh, para penyihir tersebut berdiri gagah bersiap untuk adu tanding. Musa As hanya berdiri santai menghadapi para penyihir tersebut. Musa yakin Allah bersamanya dan akan memenangkan dia dan islam. Maka mulailah para penyihir tersebut melemparkan tongkat-tongkatnya yang kemudian dengan tipuan penglihatan jin tongkat-tongkat tersebut seolah-olah menjadi ular sungguhan yang berbisa dan mematikan. Maka orang-orang di istanapun dibuat kagum super heran dengan apa yang mereka lihat. Masing-masing berbicara dengan orang yang berdiri disampingnya, bercakap-cakap, bertanya dan berspekulasi tentang apa yang sedang terjadi. Hati-hati mereka berdetak, saling bertanyak, bagaimana mungkin seongok tongkat kayu yang biasa-biasa saja bisa menjadi ular hidup yang ganas.

Ya, itulah persepsi orang-orang yang melihatnya. Padahal itu semua hanyalah tipaun. Kayu yang mereka lempar tetaplah kayu. Tidak bisa berubah menjadi apapun. Bahkan kayu yang tadinya bengkok, sama sekali tidak akan bisa menjadi lurus apalagi menjadi ular hidup yang bergerak dan berbisa. Itu semua hanyalah tipuan yang dilakukan oleh jin-jin para penyihir tersebut. Mereka menjadikan buram penglihatan manusia sehingga seolah-oleh apa yang mereka lihat adalah kenyataan.

Melihat hal yang terjadi, Musa diperintahkan oleh Allah untuk melemparkan tongkatnya. Tongkat yang didapatnya dari Allah di Bukit Thur tatkala pulang dari negeri Nabi Syuaib. Maka Musa pun melemparkan tongkatnya. Secara mengejutkan, tongkat yang dilempar musa berubah menjadi ular besar sungguhan. Benar-benar ular nyata. Dan bukan tipuan apalagi dengan bantuan jin. Tongkat itu memang mukzijat. Berubah menjadi ular raksaksa nyata dan melahap kayu-kayu tukang sihir yang kelihatan seperti ular yang bergerak-gerak dengan bantuan jin tersebut. Maka dilahaplah semua kayu itu oleh tongkat nabi musa as. Dan tidak tertinggal satupun dari tongkat-tongkat tersebut.

Melihat tongkat-tongkat sihirnya musnah ditelan ular Nabi Musa, para penyihir mulai sadar dengan apa yang dilakukannya. Hati mereka mulai terbuka, dinding kekafiran mulai runtuh, kerasnya otak mulai hancur, perlahan, tapi pasti, cahaya Allah mulai masuk, menerjang berbagai halag rintang dan bersemayam di qolbu para tukang sihir kerajaan yang selama ini diandalkan oleh Fir’aun.

Ya, cahaya telah masuk ke relung paling dalam jiwa mereka. Mereka bersujud meneteskan air mata. Berharap Allah mengampuni segalanya. Kini para tukang sihir tersebut telah beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun. Fir’aun mulai bingung. Apa yang harus dilakukannya. Dia mengancam para tukang sihirnya. Fir’aun berjanji akan memotong tangan-tangan dan kaki-kaki mereka secara bersilangan, dan akan mengantungkan tubuh mereka di batang salib yang tinggi. Sebuah ancaman yang sangat keras. Tidak main-main. Karena Fir’aun memang terkenal berdarah panas. Sangat suka memisahkan nyawa dengan jasadnya. Bayi-bayi mungil kecil tak berdosa saja dia bunuh, apalagi tukang sihir yang suda dewasa.

Mendengar ancaman Fir’aun yang datang bak petir di siang bolong, tidak membuat nyali tukang sihir ciut. Begitulah keimanan. Keimanan hakiki tidak akan bisa tergadaikan oleh harta, tahta, apalagi wanita, bahkan ancaman kematian sekalipun. Hati yang sudah terpatri dengan iman kepada illahi akan menjadi benteng kokoh yang menjulang ke angkasa, menepis, menolak, mementalkan berbagai macam peluru kekufuran ke arah pelemparnya. Begitulah jika Allah sudah memberikan hidayah maka tidak akan ada yang bisa menyesatkannya.

Berlarian Mengejar Musa

Merasa putus asa, Fir’aun bukannya menyerah malah naik darah. Habis sudah kesabarannya. Tukang sihir telah meninggalkannya. Kini dia sendirian. Hanya bersama panglima-panglima dan ribuan prajurit yang sama tololnya dengan dirinya. Mereka semua dihasut oleh Fir’aun, dia ingin semua orang istana membenci Musa dan Harun. Dia memotivasi semuanya untuk berusaha membunuh musa dan menghabisi orang-orangdari bani Israel.

Melihat istana yang telah bersiap menghabisi Musa dan para pengikutnya. Musa mulai mendapatkan perintah untuk segera meninggalkan mesir dan berhijrah. Maka bersiaplah segenap pengikutnya untuk berhijrah. Para wanita, orang tua, anak-anak, semuanya diajak untuk melarikan diri. Tak ketingalan binatang-binatang ternak dan harta benda mereka turut dibawanya. Mereka mulai berkumpul. Menata barisan. Membulatkan tekat. Berharap-harap cemas mereka bisa melarikan diri dengan selamat dari kejaran Fir’aun.

Setelah semua telah berkumpul mulailah mereka memulai perjalanan. mereka terus berjalan, sedangkan di belakang mereka mulai terlihat Fir’aun dengan ribuan pasukannya mengejar. Bani Israel mulai ketakutan. Mereka mulai mempercepat langkah. Berharap Fir’aun kehilangan jejak. Namun apa daya, jejak ribuan orang tidak akan hilang tersapu angin dalam sekali hembusan.

Fir’aun dan tentaranya mengikuti jejak-jejak tersebut. Mempercepat langkah, dan berharap supaya bisa secepatnya menyusul bani isrel dan menghabisi mereka semua. Bani Israel terus berjalan. Terus melangkahkan kaki mereka. Sejengkal demi sejengkal. Hingga akhirnya mereka menemui jalan buntuh. Ya, di depan mereka kini laut merah dengan ombak raksaksa yang siap mennggulung siapa saja yang berani bersentuhan denganya.

Bani Israel mulai bingung. Tabiat asli mereka yang buruk mulai muncul. Merekah menyalah-nyalahkan musa dengan keputusannya mengajak mereka lari dari mesir. Begitulah bani Israel. Tidak perna berterima kasih. Munuduh para napi sebagai pembohong. Menuduh para nabi sebagai pemecah belah. Padahal mereka semua tahu bahwa akan lahir banyak sekali nabi dari kalangan mereka. Banyaknya nabi yang diutus ke bani isrel menunjukkan betapa rusaknya moral mereka. Betapa buruknya tabiat mereka. Dan betapa tolol dan bodohnya meraka.

Bani isrel dalam menentang para nabinya, tidaklah hanya dengan boikot dan cemoohan. Tapi sampai tingkat pembunuhan. Banyak nabi mereka yang mereka bunuh. Berbagai riwayat bercerita tentang itu. Ada yang mengatakan bahwa mereka membunuh lebih dari tiga ratus nabi, ada juga yang mengatakan jauh lebih besar dari itu. Di antar para nabi yang mereka bunuh adalah Zakariyah dan Yahyah As.

Laut Merah Yang Berbisa

Kini mereka berhadapan dengan deruan ombak laut mereka dan dibelakang mereka ringikan suara kuda yang tak terhitung jumlahnya. Panik, sangat panik. Musa mencoba untuk menenangkan mereka sembari menunggu wahyu datang. Bani Israel tidak sabar dengan itu. Mereka masih menyalakan musa. Dan menuduh musa ingin menghabisi mereka. Betapah kecinya tuduhan mereka terhadap musa. Niat suci dengan risalah suci selalu dibenci, dimushi dan dicaci maki.

Maka perintah langitpun datang. Allah memerintahkan untuk memukulkan tongkatnya ke lautan. Maka berubalah ombak ganas tersebut menjadi dua belas jalan yang datar dan kering. Tidak ada basah sedikitpun dan tidak ada batu karang yang menyakiti kaki-kaki mereka. Maka mulailah mereka memasuki jalanan di tengah laut tersebut. Mereka berjalan di antara dua gulungan ombak di kanan dan kiri yang menjulang tinggi bagai gunung. Allah memerintahkan mereka supaya tidak takut dengan apa yang terjadi.

Melihat musa dan bani Israel berjalan dengan aman di tengah lautan. Fir’aun mulai menginjakkan kakinya di jalanan laut tersebut. Mulanya dia ragu, tetap mengejarnya atau berhenti dan melihat bani Israel lolos bergitu saja. Tidak ingin kehilangan buruan. Mereka memutuskan mengejar musa dan bani Israel.

Nulailah mereka berjalan, mengajer dengan sekuat tenaga dan secepat mungkin. Supaya mereka bisa segera menyusul dan supaya gulungan laut itu tidak menyatu sebelum mereka berhasil ke tepian sebrang.

Musa dan bani Israel mulai melihat tepian padang pasir putih. Mereka merasa bahagia. Namun banyak juga dari mereka yang belum tenang karena melihat bala tentara Fir’aun masih mengejar mereka dari belakang. Mereka masih menyalahkan musa. Padahal musa telah menolong mereka menyeberangi lautan. Begitulah bani Israel. Kaum yang sangat ingkar dan tidak tahu terima kasih.

Setelah mereka semua keluar dari lautan. Musa kembali diperintahkan untuk memukulkan tongkatnya. Dengan tujuan supaya gulungan omabak kembali menyatu dan menengelamkan Fir’aun bersama para tentaranya. Maka musapunmemukulkan tongkatnya. Seketika itupula Fir’aun dan para tentaranya habis ditengelamkan oleh ganasnya lautan merah. Tamatlah sudah seorang raja keji yang kejam dan berdarah panas tersebut di tengah lautan merah yang ganas.

Keajaiban Laut Merah

Laut mereh memang ajaib. Ya, dia bisa berubah menjadi dua belas jalan. Dia juga bisa berubah kembali menjadi lautan. Super ajaib. Tatkala Fir’aun hendak menemui ajalnya. Ketika dia melihat lautan akan kembali ke keadaan semula. Fir’aun mulai sadar. Di tengah kesadarannya air mulai membasahi tubuh busuknya. Dia bertobat. Meminta ampun kepada Allah. Bahkan terucap dari mulut pendustanya kalimat tauhid. Namun, tobat ketika nyawa di kerongkongan bukanlah berarti apa-apa dihadapan Allah. Tobat diwaktu seperti itu bukanlah tobat. Melainkan hanya penyesalan. Fir’aun yang sangat ingkar terhadap musa, memusihinya sama sekali tidak beriman kepada musa. Namun tatkalah apa yang dibawakan musa benar-benar nyata, senyata air yang menengelamkan jasadnya, maka keimanan itu sudah tidak berarti apa-apa. Sebab dia telah melihat adzab yang telah dijanjikan. Jika tobat tersebut dia lalukan sebelum memasuki laut, mungkin akan diterimah. Namun tatkala adzab sudah datang maka tidak ada kata ampun dan tobat. Sebab adzab itu sendiri adalah hukuman bagi keingkaran.

Allah swt telah mengisyaratkan empat belas abad yang lalu melalui mulut suci Nabi Muhammad Saw dalam surat Yunus ayat 92. Bahwa Allah berjanji untuk menyelamatkan jasad Fir’aun dari bakteri-bakteri pemusna. Menyelamatkan jasadnya dari ikan-ikan kecil maupun besar. Berharap supaya menjadi penambah keimanan dan tanda kekuasaannya yang nyata.

Allah swt berkeinginan menjadikan jasad Fir’aun sebagai peringatan bagi ummat manusia sesudahnya. “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami”. Pada ayat suci tersebut kita melihat dua kemukjizatan al-Qur’an. Yang pertama adalah mu’jizat berita terselamatkannya jasad Fir’aun “Kami selamatkan badanmu”. Dan yang kedua adalah kemu’jizatan kalimat “supaya kamu dapat menjadi pelajaran”.

Kemukzijatan Pertama Sekaligus kemu’jizatan kedua

Pada tahun 1819 Masehi, seorang arkeolog bernama Lorete menemukan sesosok mumi Fir’aun di lembah muluk, Mesir. Pada tahun 1907, tepatnya tanggal 8 Julli, seoarang arkeolog bernama Elliot mengangkat mumi tersebut dan menuliskan tentang mumi tersebut dalam bukunya The Royal Mummies, tahun 1912 M. Selanjutnya mumi fir’aun tersebut disimpan di museum kairo di Mesir.

Dari penemuan tersebut. Nyata sudah kabar bahwa Allah akan menyelamatkan Jasad Fir’aun dari segala macam hal yang dapat memusnahkan jasadnya. Hal tersebut terbukti dengan penemuan tersebut. Selanjutnya dalam mu’zijat kedua “supaya kamu dapat menjadi pelajaran” menunjukkan bahwa jasad Fir’aun akan ditemukan. Sebab bagaimana mungkin kejadian tenggelamnya Fir’aun dapat dijadikan pelajaran jika jasad Fir’aun tidak ditemukan ?. Dan memang benar jasad itu telah ditemukan pada abad modern ini.

Dari sini, bagi orang yang berhati jerni akan melihat kekuasaan Allah dalam Al-Quran. Berita yang disampaikan al-Qur’an terbukti kebenarannya. Hal ini sekaligus mematahkan persepsi orang-orang yang beranggapan bahwa al-Qur’an adalah bait-bait ubahan Muhammad Saw.

Muhammad Saw14 abad yang lalu tidak mempunyai kapal selam, tidak juga peralatan selam. Muhammad 14 abad yang lalu juga tidak mempunyai mesin waktu untuk melihat kejadian tersebut. Namun bagaimana bisa apa yang disampaikan Muhammad itu benar-benar nyata ?. apakah itu sebuah kebetulan ? apakah al-Qur’an itu benar-benar berasal dari Tuhan ?. Tidak, itu semua bukan kebetulan namun sebuah kenyataan.

Dengan penemuan jasad Fir’aun tersebut, hendaknya kita semakin mantap dengan keimanan kita, menepis semua bayang keraguan yang mengotori hati. Menyingkirkanya, dan membangun sebuah banteng kokoh dengan mentadabburi isi al-Qur’an. Al-Qur’an jika kita tadaburi dengan seksama akan megguatkan hati kita, akan memperkokoh, dan akan menjadi imunitas bagi ruh kita. Semoga kita termasuk hambahnya yang bersyukur dan semoga Allah mengumpulkan kita bersama nabi kita Muhammad Saw dan menjadi keluarganya kelak di Surga. Amin.

Oleh : Hilal Ardiansyah Putra

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun