Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

(Masih) Belajar Memahami Konteks

18 Mei 2020   17:15 Diperbarui: 23 Mei 2020   18:28 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bahasa (Thinkstocks/Drante) via Kompas.com

Masyarakat Indonesia cukup beruntung. Wikipedia bisa jadi rujukan buat nyari padanan lokal bahasa asing yang sebenernya cukup nyaman di telinga. Misal pelantang sebagai padanan buat loudspeaker, purwarupa untuk prototype, atau klub janapada buat country club.

Terus terang, istilah bernuansa lokal itu kadang membantu kadang bikin repot. Sebagai penikmat acara masak di teve (konon yang bener begini bacanya, walaupun mahluk se-Indonesia Raya lebih suka menyebutnya tivi), saya mulai terbiasa mendengar kata penanggah atau sepen sebagai sinonim kata pantri. 

Cuman saya nggak bisa seenak itu make kata sepen atau penanggah kalau saya ada di kantor, terutama kalau lagi ngobrol. Kalau udah terbiasa ga majalah, tapi alih-alih kopi yang kita minta cepet jadi, kita malah ngasih kuliah bahasa dulu ke mas atau mbak pramukantor. Begitu juga kalau kita minta tolong orang lain untuk diambilin sesuatu di atas nakas. 

nakas (puffy mattress)
nakas (puffy mattress)
Ngomong-ngomong tentang nuansa lokal, saya sendiri termasuk yang kagok pas nemu kata "sanggraloka" di salah satu serial Jepun, terutama di bagian judul episode. Yang bikin saya kagok sebenernya bukan kata sanggralokanya, tapi karena saya nggak terlalu akrab dengan istilah=istilah lokal yang dipakai. 

Kebenaran di episode tersebut, di beberapa adegan yang sebenernya emang berdekatan dan nyambung, muncul istilah-istilah seperti pengulas restoran, sanggraloka, dan saya lupa istilah apa lagi di bagian sulih teksnya yang bikin saya jadi kurang bisa nangkep jalan ceritanya. 

Sebenernya nggak masalah kalok waktu kata itu nongol, langsung ada adegan orang ngejogrok di sanggraloka, lah ini yang ada malah orang makan sushi di kedai sushi. Buat orang-orang yang blom ngeh kalok sanggraloka itu resor wajar kalau mereka eh saya garuk-garuk kepala.


Itulah pentingnya kita ngeh sama konteks, terutama untuk hal-hal yang baru.

Sumber ilustrasi marketing land
Sumber ilustrasi marketing land
Menarik juga buat nyaksiin bagaimana istilah yang padanannya udah saklek bisa diterjemahkan berbeda di lapangan, termasuk di dalamnya untuk subtitle alias sulih teks.

Jujur, saya sendiri lebih suka istilah subtitle dipadanin sama istilah alih atau sulih bahasa, meski ujungnya bisa rancu dengan istilah "terjemahan" atau "diterjemahkan oleh", di lapangan, istilah sulih atau alih bahasa nggak bikin saya kagok.

Poin nggak saklek ini juga saya temuin di serial Jepun Zettai Reido musim terbaru beberapa waktu lalu. Nggak tau apakah istilah yang dipake merupakanan padanan dari kata bully atau bukan, tapi berdasarkan konteks, alih-alih pake kata sasaran perundungan atau perisakan, penerjemahnya, kalau ngga salah waktu itu, justru dengan jeli make istilah "ia kerap menjadi sasaran kebencian."

zettai reido
zettai reido
Penggunaan istilah sasaran kebencian tentu saja bukan tanpa alasan. Kebetulan, karakter yang dimaksud memang dirundung teman satu panti asuhan hanya lantaran ia menjadi korban yang selamat saat ayahnya mencoba bunuh diri dengan menggunakan gas beracun yang sengaja ia sebarkan di gedung bioskop. 

Anak yang selamat sendiri menjadi sasaran kebencian setidaknya karena dua hal. Satu, korban yang meninggal bukan hanya ayah sang anak seorang tapi juga sebagian penonton di gedung bioskop. 

Dua, anak yang oleh ayahnya dimaksudkan ikut menjadi korban justru malah ditolong oleh petugas dan tentu saja selamat. Jadi, mau nggak mau, anak yang sebenernya nggak tau apa-apa itu jadi sasaran kebencian, bukan hanya oleh para pengunjung bioskop yang selamat dan kerabatnya, tapi juga nyaris semua orang mengetahui kejadian tersebut, meski hanya lewat media.

Ngomong-ngomong soal korban yang selamat atau istilah simpelnya penyintas saya jadi inget kalau pernah diceritain tentang editor yang protes karena puisi berjudul survive atau survivor saya lupa, diterjemahin jadi sintas atau penyintas beberapa tahun lalu, tahun di mana istilah sintas belum sepopuler sekarang.

Bicara soal konteks emang nggak ada abisnya kalau emang nggak mau diabisin. Salah satu yang paling sering nongol adalah kata sosialisasi. Menurut KBBI, sosialisasi, salah satunya, berarti upaya memasyarakatkan sesuatu hingga menjadi dikenal atau dipahami.

Kalau kita kira sosialisasi bisa diterjemakan jadi socialize atau socialization, rasanya kita perlu buka kamus lagi. Socialize dalam bahasa sono berarti berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau mengajarkan orang agar bisa berperilaku sesuai dengan norma yang diterima. Melihat definisi yang nggak nyambung, mau nggak mau kita mesti kreatif biar kata sosialisasi bisa dipahami orang sono.

Untuk menerjemahkan kata sosialisasi, kita bisa pake kata-kata share atau disseminate information about... atau kurang lebih berarti menyebarkan informasi tentang.. Meski terkesan ribet, cara itu bikin orang sono lebih ngeh dengan istilah yang dipake atau bahasa sononya beterima.

Ngomong-ngomong soal berterima, kadang kita juga harus mengalihbahasakan kata memasak kue menjadi make atau bake a cake karena secara umum, meski rang luar tau kalau cook a cake itu berarti bikin kue istilah cook a cake kurang lazim dipake di tempat mereka.

Soal lazim tidak lazim, terkadang, kita juga perlu ngeliat dari sisi konteks juga. Nggak usah jauh-jauh, meskipun bagi pegiat bahasa, penggunanaan awalan di bisa bikin gatel, kadang kita mesti berdamai sama orang yang masih nulis dipasar karena sejatinya untuk sebagian orang itu nggak penting dan nggak ngefek-efek amat sama kehidupan orang lain. Di sisi lain, kita juga bisa memahami orang yang riweh mengoreksi penggunaan kata depan "di" ini.

Toh di luar negeri sono, penggunaan istilah yang belum tepat juga masih berceceran. Contohnya adalah penggunaan kata written notice dan some people. 

Tanpa perlu pakek kata written, notice sebenernya udah berarti pernyataan atau pemberitahuan yang ditulis atau dicetak. Menariknya meski udah cukup gamblang, kamus kolokasi masih tetap mengakomodasi istilah written notice.

Some people dan written notice sejatinya mirip. Tanpa perlu pakek kata some yang berarti sebagian, people dari sononya udah berarti sebagian orang. Menariknya, buat nyampein kata semua orang, kita bisa pakek istilah all people.

Berterima sendiri sejatinya emang nggak selalu saklek. Selama pesan yang disampein itu nyampe, meski kadang ada "rasa" yang hilang, kadang bisa itu diterima #halah.

Misal dalam serial masterchef yang sekarang lagi tayang, kalau memang ada menyulih teks yang menerjemahkan go up to the gantry/balcony jadi silakan atau naiklah ke atas, saya cuman bisa mingkem sembari nyengir meskipun gantry berarti galang dan balcony berarti balkon karena penonton emang udah ngeh maksudnya tanpa pakek ribet.

Saya juga cuman nyengir seneng ketika istilah service please diterjemahkan jadi silakan atau mohon disajikan. Kebetulan, buat saya pribadi, istilah silakan disajikan emang pas mengingat istilah service please memang digunakan ketika masakan yang dipesan oleh konsumen sudah selesai dimasak koki dan siap disajikan.

Saya sendiri masih penasaran kira-kira gimana ya penyulih teks masterchef musim terbaru menerjemahkan kata serve yourself. Serve yourself sendiri bukan kata yang asing bagi dunia kuliner prasmanan (tapi buat saya jelas masih asing) karena serve yourself berarti mempersilakan para konsumen di restoran prasmanan mengambil menunya sendiri tanpa perlu dilayani orang lain.

Kata serve yourself ini kebetulan dipake salah satu juri masterchef, Andy Allen, ketika mempersilakan Gordon Ramsay mengambil sendiri menu yang disajikan peserta.

Inti dari coretan unfaedah ini sebenernya simpel. Padanan kata atau frasa, meskipun udah ada istilah"baku", di lapangan nggak sekaku keliatannya, kita masih perlu ngeliat konteks teks yang dimaksud.

Konteks jugalah yang selama ini bikin saya jarang bikin coretan dengan struktur kalimat yang simpel. Struktur kalimat yang sejatinya udah mulai ditanamkan sejak kita belajar nulis yaitu format Subjek-Predikat-Objek-Keterangan atau SPOK, kayak kalimat-kalimat yang saya comot dari asianwiki berikut.

Sinopsis by AsianWiki
Sinopsis by AsianWiki
Kalimat-kalimat di atas sendiri sederhana. Subjek, Predikat, Objek dan Keterangan. Kalimat sambungannya pun enak. Polanya masih sama dan antar kalimat, disadari atau nggak, pasti nyambung. Bahasa kerennya gayut.

Konon, kunci kalimat dalam bahasa asing bisa gayut ada di kata ganti. Penggunaan artikel the dan berbagai variasi kata ganti lainnya memungkinkan kalimat yang nggak sesuai konteks bisa dengan mudah terdeteksi.

Hanya saja, nulis model begono juga nggak selamanya gampang karena kebanyakan dari kita, termasuk saya, lebih sering mengekspresikan apa yang ingin kita tulis lebih dulu baru ngecek tata dan keruntutan antar kalimatnya kemudian.

Wajar jika kalimat atau paragraf yang kita eh saya bikin cenderung panjang-panjang dan disadari atau nggak banyak yang ngulang dan nggak nyambung dengan paragaf selanjutnya.

Bukti paling sahih adalah coretan kali ini. Alih-slih membahas tentang konteks kalimat, coretan yang sejatinya udah hampir kelar ini malah saya tambahin penjelasan nggak mutu soal kalimat sederhana dan kalimat kompleks sederhana yang kehadiraannya dipaksakan dan disambung-sambungin dengan tema utama.

Rasanya coretan unfaedah saya kali ini cukup sekian. Sebagai penutup, saya seneng karena coretan ngga mutu saya ini ngga lebih dari tiga halaman.

Oh iya, kalau boleh saya mau pesen, nih kalau boleh, kalau misal gambar-gambar di coretan nih pada mau dihapusin, bisa ngga disisain yang terakhir biar yang baca bisa liat model kalimat yang simpel itu kek mana dan yang jelas bukan saya yang bikin #eh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun