Mohon tunggu...
Budhi Wiryawan
Budhi Wiryawan Mohon Tunggu... profesional -

mengikuti kemana darah ini mengalir....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Diorama Kota di Pagi Hari

29 Maret 2013   09:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:02 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

barangkali surga hanya hadir di pagi hari
pengamen kecil itu mengipas-ipas lembaran limapuluhan ribu
sebelum akhirnya masuk warung kucing memesan nasi dan segelas air teh

Tuhan, tentu tak memanjakan pagi, hingga orang-orang mengiranya hedonisme
hanya berumur sesaat sebelum matahari mengangkang congkak di tengah
senter langit

sejatinya Tuhan menggiring kaki dan tangan menjemput seutas tali, alat tangkap,
keranjang atau sekop untuk membawa sebongkah rizki-rizki itu, agar dipinggirkan
dari keramaian jalan, lalu dirayakan bersama, mirip pesta anggur  warga hedonis
yang tinggal di istana -istana angin yang memabukkan

hari ini peristiwa para pencari rumput basah berkumpul
mereka tak serta merta membentangkan spanduk,mewakili warga kota
yang miskin, yang tak selalu bisa makan pagi, atau para buruh yang
sudah kehilangan akal logikanya, karena dikiranya demo yang mengutuk-ngutuk
orang lain itu tidak butuh laporan pertanggungjawaban

"Itu kolusi sama juga dengan korupsi, jika menerima uang kok tak dilaporkan
jumlahnya, bukan persoalan besar kecilnya  uang, tapi cara memperlakukan kejujuran itu"
pesan korlap, yang setiap pagi selalu mengganti ikat kepala yang dikenakannya

kota semakin ditelan dengan tumpukan dioramanya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun