Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kampung Rawa; Resensi dari Seorang Pengunjung

2 September 2012   12:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:01 6105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para penikmat wisata akhir pekan di sekitar Salatiga,Magelang dan Semarang kini punya sebuah tempat kunjungan yang lumayan baru. [caption id="attachment_210052" align="aligncenter" width="512" caption="Note : Hamparan Sawah dan Gunung menjadi latar belakang Kampung Rawa. Panas, tetapi cukup semilir udaranya."][/caption]

Kampung Rawa, terletak di jalan Lingkar Selatan Bejalen, Ambarawa memang cukup menarik untuk dikunjungi.  Tempat wisata kuliner yang mempunyai konsep 'apung' ( karena memang terapung diatas kolam buatan ini) menyajikan hamparan pemandangan pematang sawah yang hijau dengan latar belakang Gunung Merbabu dan Telomoyo.  Bagi para pencinta pemandangan, anda akan dimanjakan dengan view yang cantik dan juga Rawa Permai yang terkenal dengan legenda Baru Klintingnya. Komplek resto lesehan dan balai balai ini tampaknya memang masih belum seratus persen selesai.  Masih tampak pembangunan di areal yang sama, yang tampaknya juga akan mengambil tema resto apung juga.  Tampak permainan lain seperti becak mini untuk anak anak, atv, becak air dan rubber raft ( perahu karet ) yang bisa disewa para pengunjung. Sayang, kunjungan di hari Minggu justru menunjukkan ketidak siapan manajemen Kampung Rawa dalam menerima pengunjung yang cenderung lebih banyak dibandingkan dengan hari hari biasa.  Pengaturan arus pengunjung yang masuk tidak dibarengi dengan kesigapan staff disana untuk mengamodasi para pengunjung untuk segera mendapatkan tempat untuk duduk dan menikmati hidangan. Tempat ramai saat akhir pekan adalah sesuatu yang biasa. Namun kesalahan yang cenderung fatal dari Kampung Rawa adalah tidak memberlakukan sistem antrian atau waiting list terhadap saung lesehan yang tersedia atau tempat duduk biasa di balai resto mereka.   Saat kami menanyakan apakah ada tempat yang tersedia, mereka pun menjawab penuh namun tidak meminta kami untuk menunggu antrian. Apabila terlihat ada yang selesai, maka siapa yang cepat dialah yang akan mendapatkan tempat duduk baik di resto balai atau saung lesehan yang cukup menjadi favorit para pengunjung tersebut. Tidak ada sistem antri, first come first serve. "Indonesia banget", itu kesan saya yang cukup kecewa melihat para pengunjung harus berebut sendiri untuk mendapatkan tempat duduk mereka.  Budaya antri, lagi lagi harus dikalahkan disini, dan itu adalah poin minus awal. [caption id="attachment_210047" align="aligncenter" width="500" caption="Note : Masuk Ke Resto Apung Kampung Rawa. Cukup unik dengan menggunakan perahu untuk menyeberang, walaupun dari dua perahu hanya satu yang difungsikan sehingga cukup menyebabkan antrian. Panaaas."]

1346583789949850201
1346583789949850201
[/caption]

Setelah dibantu oleh seorang yang tampaknya merupakan bagian dari manajemen, akhirnya kamipun mendapatkan tempat duduk di balai resto.  Itupun masih dalam kondisi kacau balau. Lagi lagi tanpa sistem antrian.  Walaupun demikian, kami tetap harus berterima kasih pada bantuan staff tersebut sehingga akhirnya bisa mendapatkan tempat duduk. Pemesanan makanan pun dilakukan, dan melihat banyaknya pengunjung berarti otomatis penyajian akan cukup memakan waktu. Satu jam kemudian, makanan pun datang.  Sempat terjadi salah taruh makanan yang dipesan oleh meja pengunjung lain disebelah.  Bahkan karena tidak sabar menunggu piring yang tak kunjung datang ( gimana mau makan kalau gak dikasih piring?? ) akhirnya kami dan para 'tetangga' meja pun memutuskan untuk mengambil piring dari meja yang nampaknya di set untuk set buffet. Masih sempat melihat ke antrian pengunjung dan aksi rebutan saung lesehan yang sebenarnya bisa dibilang cukup memprihatinkan, karena banyaknya pengunjung yang merupakan keluarga. Untuk penggemar kuliner sejati, nampaknya harus siap kecewa.  Gurame bakar yang sangat masih beraroma tanah, ayam goreng dengan bumbu yang biasa biasa saja. Udang goreng telur asin yang merupakan favorit kami sekeluarga? Tidak direkomendasikan. Belum lagi, salah satu pesanan kami, sambal goreng terong yang sampai dengan kami selesai makan tidak menampakkan bentuknya, alias gagal delivery ke meja. Saat ngobrol dengan tetangga meja, ternyata mereka pun mengalami hal yang sama. Cumi goreng  yang mereka pesan pun tak pernah  sudi bertandang ke meja mereka. [caption id="attachment_210051" align="aligncenter" width="512" caption="Note : Sebelah kanan adalah saung untuk lesehan. Tempat yang menjadi ajang perebutan karena view hamparan sawahnya memang sangat menarik untuk dinikmati. Sebelah kiri adalah resto balai. Ada satu lagi resto balai yang sayangnya sudah terisi dengan grup pribadi sehingga semakin mengurangi kapasitas pengunjung di sana."]

1346584633343861567
1346584633343861567
[/caption]

Setelah cukup kenyang dan cukup kecewa, akhirnya kami memutuskan untuk menyudahi kunjungan di resto tersebut tanpa berlama lama lagi.  Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ada permainan becak air, perahu karet, atv mini, becak mini dan terakhir wisata perahu. Berikut resensinya, yang sayang tidak disertakan foto untuk ilustrasinya. Becak Air dan Perahu Karet : Terletak di tempat yang sama.  Becak air atau bebek bebekan air memang cukup mengundang. Sayang banyaknya pengunjung dan teriknya sinar matahari sangat mengurangi minat.  Lagipula tempat permainan hanya disekitar resto apung tersebut. Becak Mini dan ATV Mini :  Untuk becak mini, walaupun sebetulnya sangat tertarik untuk menyewanya, ada sedikit kekhawatiran. Area permainan menjadi satu dengan tempat parkir mobil. Jangan membayangkan ada area khusus untuk bermain becak mini tersebut, dan tampaknya sisi keamanan agak diabaikan disini.  Not recommended  tanpa pengawasan orang dewasa ! Lantas bagaimana dengan ATV Mini ? Sebetulnya cukup lumayan untuk dijajal. Ada lahan 'semi offroad' yang disediakan , meskipun sangat terbuka tanpa ada kerimbunan dari tanaman sama sekali di areal tersebut. Panas, itu jelas. Tapi bukan faktor itu yang menghalangi untuk mencobanya.  Tulisan " Max 60 kg" atau diperuntukkan hanya untuk berat badan maksimal 60 kg jelas membuat mundur teratur. Khusus anak anak :( Wisata Perahu : Ini jelas yang dinanti nanti! Berkunjung kesana tanpa menikmati Rawa Pening dengan ekologinya ibarat makan tanpa sambal.   Dengan biaya 70 ribu rupiah  dapat menikmati berkeliling Rawa Pening dengan sebuah kapal dengan motor tempel yang cukup nyaman, untuk maksimal 7 orang + 1 pemandu.  Nilai plus yang saya berikan untuk wisata perahu ini bertambah, saat melihat bahwa para penumpang kapal diwajibkan untuk mengenakan live vest atau pelampung pengaman yang memang disediakan sebelum naik. Dua jempol untuk pengelola, karena walaupun sekedar wisata tapi keamanan tetap diutamakan.  Tak perlu menunggu lama untuk bisa naik, karena 3 kapal yang disediakan dan hilir mudik bergantian cukup memadai untuk antrian pengunjung yang memang relatif tidak terlalu panjang ini. Tak lama kemudian, kami pun menikmati wisata perahu ini. [caption id="attachment_210053" align="aligncenter" width="500" caption="Note: Perahu dengan Logo Sebuah BPR melintasi kanal buatan menuju Rawa Pening"]

13465868351978675752
13465868351978675752
[/caption]

Dari 'dermaga buatan' pun perahu tempel menyusuri sebuah kanal yang tampaknya juga merupakan buatan dan menghubungkan dengan Rawa Pening sendiri.   Di kanal sendiri tidak terlihat ada pemandangan yang menarik, namun setelah mencapai Rawa Pening, perasaan tenang yang didapatkan.

[caption id="attachment_210054" align="aligncenter" width="500" caption="Note : Rumpon atau Tambak tempat Nelayan Tradisional Menjaring Ikan"]

13465869881604099503
13465869881604099503
[/caption]

Hamparan tanaman enceng gondok,  pemandangan Gunung Telomoyo dan Merbabu, angin yang bertiup semilir dan burung kuntul yang sibuk mencari makan pun berdampingan dengan para nelayan tradisional.  Sayang, karena suara motor tempel yang cukup kencang, burung burung kuntul pun menjadi terganggu dan terbang meninggalkan area disana.  Dan sedikit berbeda dengan kunjungan yang lalu lalu dimana populasi burung kuntul terlihat cukup banyak. Kali ini bisa dibilang sedikit.

[caption id="attachment_210055" align="aligncenter" width="500" caption="Note : Burung Kuntul. Bagian dari Ekosistem Rawa Pening"]

1346587078690074871
1346587078690074871
[/caption]

Tak jauh dari kanal, tampak sebuah resto apung lainnya yang merupakan bagian dari Kampung Rawa juga. Saat ini hanya difungsikan untuk grup dan ruang meeting saja, meskipun menurut Pak Supri, sang tukang perahu, nantinya juga akan difungsikan untuk menerima pengunjung lain juga yang ingin bersantap di tengah Rawa. Ini yang unik, karena pemandangan sekitar adalah asli Rawa Pening, bukan hanya sebuah kolam buatan.   Rasa gembira ingin mencoba resto apung tersebut juga sedikit banyak berbarengan dengan rasa khawatir. Bagaimana nantinya pengelolaan limbah mereka?

[caption id="attachment_210057" align="aligncenter" width="500" caption="Note : Nelayan Tradisional Dengan Latar Belakang Resto Apung Baru "]

13465871702083257098
13465871702083257098
[/caption]

[caption id="attachment_210058" align="aligncenter" width="500" caption="Note : Seorang Petani Bekerja Dengan Latar Belakang Back Hoe"]

134658726130205546
134658726130205546
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun