Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berkorban Kenikmatan

30 Agustus 2017   09:11 Diperbarui: 30 Agustus 2017   09:25 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Thalabil ilma walau bi sina, bahasa Indonesianya tuntutlah ilmu walau sampai ke Negeri Cina, merupakan sabda Nabi Muhammad SAW. Sebagai penganut Islam, sudah sewajibnya melaksanakan apa yang diperintahkan Nabi. Sabda Nabi ini mengisyaratkan, agar para pengikutnya menjadi insan yang pintar dan cerdas, memiliki wawasan luas, memiliki penalaran rasional tanpa membeda-bedakan bangsa dan suku bangsa, serta tanpa membeda-bedakan warna kulit dan bahasanya. Mengapa demikian? Untuk memahami makna yang terkandung dalam judul dimaksud, izinkan aku menceritakan kisah nyata seorang kakek. Si kakek berusia sekitar 69 tahun, lahir di Metro Lampung, dan pernah menimba ilmu di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta angkatan tahun 1969. Dimasa aktifnya, si kakek mengawali tugas dinasnya di Balai Penelitian Kimia Semarang Jawa Tengah, kemudian pindah ke Kantor Wilayah Departemen Perindustrian Lampung.

Dari penggalan surat Al Baqarah ayat 177, ada pernyataan memberikan harta yang dicintai. Harta yang dicintai dalam hal ini, hendaklah tidak diartikan sempit berupa harta benda belaka. Namun sebagai pengikut Nabi yang diharapkan memiliki penalaran rasional dan wawasan luas,hendaklah juga dapat memaknai harta yang kita miliki dan cintai dengan harta yang tidak berwujud, seperti tenaga, waktu, ilmu pengetahuan, keterampilan, keahlian, kenikmatan, pikiran dan lain sebagainya. 

Dari semua harta yang dimiliki dan cintai, adalah menjadi kewajiban untuk memberikannya kepada orang lain dengan sabar dan ikhlas. Atas bantuan yang diberikan secara sabar dan lkhlas, mudah-mudahan dapat memberikan rasa suka cita dan atau rasa bahagia bagi si penerima bantuan, yang tentunya juga akan dirasakan Allah. Siapapun dia, dapat memupuk rasa suka cita dan atau rasa bahagia kepada sesama, bila setiap tingkah laku, perbuatan dan tutur katanya sehari - hari, dapat membuat suka cita dan membahagiakan orang lain.

Mengapa memberikan rasa suka cita dan atau rasa bahagia orang lain, juga memberikan rasa suka cita dan atau rasa bahagia kepada Allah? Ya karena, janji Allah memang demikian! Mari dikaji surat Al Mujaadilah ayat 7 berikut : Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Benarkah demikian? Benar! Mari penggalan ayat tersebut, dikaji melalui rasa yang merasa kan atau dikaji melalui roso pangroso, dengan mengganti kata pembicaraan rahasia dengan rasa suka cita dan atau rasa bahagia. Tentu penggalan ayat tadi akan berbunyi, Tiada rasa suka cita dan atau rasa bahagia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada rasa suka cita dan atau rasa bahagia lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) rasa suka cita dan atau rasa bahagia antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka dimanapun mereka berada.Untuk lebih memahami makna surat Al Mujaadilah ayat 7 tersebut dikaitkan dengan judul berkorban kenikmatan, mari kita ikuti kisah nyata si kakek berikut.

Hidup tak ubahnya sebagai roda berputar, orang mengistilahkan. Betapa tidak, pada tahun 1979 si kakek berangkat kerja sehabis subuh, kadang-kadang hanya memakai singlet, celana kolor bila turun hujan dimalam hari. Dan baru berganti pakaian kerja setelah mencuci kaki dipinggir sungai dekat jalan raya. Bisa dibaca ulang dalam tulisan berjudul Menepati Janji Bila Berjanji. Dengan keikhlasan dan kesabaran si kakek dalam melakoni perjalanan hidupnya, pada tahun 1984 atas perkenan Allah SWT. 


Si kakek  mempunya kendaraan roda 4 ( kijang tahun 1982 ), walaupun membeli dari tangan kedua. Alhamdulillah si kakek dapat berangkat dan pulang kantor, bila panas tidak kepanasan, dan bila hujan tidak kehujanan, ibaratnya. Demikian juga saat berangkat sore ke apotek yang berlokasi di kota Kudus, sepulang dari apotek sudah tidak perlu lagi menunggu bus jurusan Semarang berlama -- lama di terminal, sehingga sampai di Semarang, tidak terlalu malam.

Mempunyai kendaraan roda 4 sendiri, memang memudahkan bagi pemiliknya untuk jalan -- jalan, dan mengunjungi obyek wisata, disamping untuk menunjang kelancaran menjalankan tugasnya sehari-hari. Atau bisa saja dikatakan sebagai sebuah kenikmatan, karena perjalanan si pemilik tidak lagi tergantung dengan pihak lain. Tak jarang si kakek bersama keluarganya bepergian, dengan selalu membawa bekal makanan dan tikar sekedar untuk alas duduk. Apakah bepergiannya keluar kota, ataupun dalam kota. Kalau dalam kota biasanya di simpang lima, Semarang. Kalau keluar kota, kadang -- kadang si kakek dan keluarganya beristirahat diketeduhan kebun karet atau pernah juga dijalanan kebun tebu, dan bahkan pernah beristirahat dipinggir jalan raya.

Tikar digelar, bekal bawaan dibuka lalu makan bersama ditempat tersebut sambil beristirahat. Setelah cukup beristirahat, tidak lupa anak -- anaknya selalu mengumpulkan bungkus makanan, untuk disatukan kemudian dibuang ditempat tertentu. Kalau diluar kota, biasanya dikumpulkan dibawah pohon. Yang penting tidak berceceran. Tetapi bila didalam kota, sampah -- sampah tadi oleh anak - anaknya lalu dimasukkan kedalam tong sampah, tanpa dikomando orang tua. Hal tersebut berjalan secara otomatis, karena sudah dibiasakan sejak kecil. Demikian pula selama dalam perjalanan, anak -- anaknya sudah terbiasa tidak membuang sampah disepanjang jalan, karena didalam kendaraan memang sudah disediakan tempat membuang sampah.

Suatu saat dalam perjalanan malam sepulang dari Kudus berkendaraan sendirian, kendaraan dihentikan kerumunan orang di wilayah Demak. Tepatnya di areal persawahan antara Kecamatan Gajah dengan Kota Demak. Setelah kendaraan berhenti, ternyata ada orang yang pingsan, akibat kendaraan yang ditumpangi rombongannya terperosok masuk ke sawah. Maksud kerumunan orang menghentikan kendaraan si kakek, mau minta tolong membawa orang yang pingsan ke Rumah Sakit Umum (RSU) Demak.

Setelah si kakek menghentikan kendaraan dan  membukakan pintu kendaraan, orang yang pingsan digotong oleh beberapa orang dan selanjutnya dilarikan ke Demak. Sesampai di  RSU Demak oleh petugas jaga, orang yang pingsan lalu dibawa masuk, diikuti beberapa orang dari rombongan pengantarnya. Setelah semuanya masuk ke RSU Demak, si kakek lalu keluar areal RSU dan melanjutkan perjalanan pulang ke Semarang. Si kakek tidak tahu siapa mereka, demikian juga merekapun tentu tidak tahu siapa si kakek yang menolongnya.

Kisah nyata lain si kakek. Suatu saat sekitar pukul 2 dini hari, ada suara orang yang mengetuk pintu rumah. Si kakek terbangun dari tidurnya, menyalakan lampu lalu menuju ke pintu melihat siapa orang yang mengetuk pintu tersebut. Ternyata tetangga depan rumah, pak S inisial namanya. Dengan minta maaf sebelumnya, beliau mengatakan kalau saat ini mau minta tolong pinjam kendaraan, untuk membawa anaknya yang sakit ke RSU Karyadi Semarang. Kalau peminjam dapat membawa kendaraan sendiri, biasanya kendaraan diberikan beserta STNK-nya.

Tetapi kalau peminjam yang memerlukan tidak dapat membawa kendaraan sendiri, sudah barang tentu si kakek sendiri yang mengantarkannya. Alhamdulillah, nikmat punya kendaraan roda 4, dapat membantu orang yang memerlukan. Kebetulan pak S ini tidak dapat mengendarai mobil, jadi ya si kakek yang dengan ikhlas dan sabar mengantarkannya ke RSU Karyadi. 

Jauh hari sebelumnya si kakek sekeluarga berencana, hari minggu yang akan datang, ingin jalan -- jalan rekreasi keluar kota untuk menghirup udara segar. Segala keperluan yang akan dibawa, sudah dipersiapkan layaknya orang berwisata. Sebagaimana biasanya hari sabtu si kakek ke kantor melaksanakan tugas dinasnya. Siang hari menjelang pulang, teman sekantor yang bertugas di laboratorium datang ke ruang kerja menemui si kakek. 

Dengan meminta maaf sebelumnya, beliau mengatakan kalau mau pinjam kendaraan si kakek, untuk pindahan rumah besuk minggu. Tanpa mengatakan kalau hari minggu sudah direncanakan akan berwisata sekeluarga, si kakek menjawab silahkan kendaraan besuk diambil dirumah. Si kakek sekeluarga rela dan ikhlas, meminjamkan kendaraan kepada teman yang akan pindahan rumah, meski harus menunda rencana berwisatanya.   

Aku masih akan menceritakan kisah nyata si kakek yang lain. Kota Jepara di Jawa Tengah, kiranya sudah tidak asing lagi bagi kita bangsa Indonesia, karena merupakan kota kelahiran ibu R.A. Kartini. Dan juga, Jepara dikenal sebagai kota ukir, karena masyarakatnya banyak yang bermata pencaharian dari keterampilannya mengukir kayu. Di kota Jepara ini si kakek mempunyai teman, yang kebetulan beliau pengusaha mebel ukir. Si kakek ingin memiliki seperangkat meja dan kursi makan ukir, karena itu si kakek dan istrinya ke Jepara menemui temannya untuk memesan 1 set tempat tidur, dan 1 set meja-kursi makan. 

Sepulang dari tempat teman, si kakek dan istrinya mampir ke pantai Kartini yang merupakan obyek wisata di Jepara. Setelah siang dengan mengendarai mobil kijangnya pulang ke Semarang, melalui jalan pintas. Artinya dari kota Jepara menuju ke Semarang tidak lewat kota Kudus, tetapi lewat jalan yang tembus ke Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak.

Cuaca memang tidak bersahabat, mendung dan gerimis yang makin lama makin deras. Ditengah perjalanan kearah Kecamatan Gajah, si kakek melihat orang naik sepeda motor memboncengkan anak dan istrinya. Anaknya masih balita didudukkan ditengah, antara bapak dan ibunya, serta dikerudungi kain agar tidak kehujanan, maksudnya. Melihat kondisi tersebut, si kakek dan istrinya sepakat untuk mengajak agar ibu dan anaknya ikut naik mobil, sedangkan bapaknya mengikuti dari belakang. Kasihan kalau si balita terus menerus kehujanan bisa sakit, pertimbangannya.

Akhirnya pengendara sepeda motor didahului dan agak jauh didepan mereka, si kakek lalu menghentikan kendaraannya. Istri si kakek turun dari kendaraan, sambil memberi isyarat agar pengendara sepeda motor berhenti. Setelah sepeda motor berhenti, istri si kakek lalu mendekati dan mengutarakan maksud menghentikan sepeda motornya. Singkat ceritanya mereka setuju, dan akhirnya ibu dan anak ikut bersama si kakek dan istrinya, sedangkan bapaknya mengikuti dengan mengendarai sepeda motornya dibelakang kendaraan si kakek, sampai ke Semarang.

Hal serupa terjadi belasan tahun kemudian, tepatnya setelah si kakek pindah ke Propinsi Lampung. Adalah sudah menjadi kebiasaan di keluarga si kakek, meski si kakek merupakan anak tertua, tetapi dalam hal silaturahmi, tak jarang si kakek dan keluarganya yang berkunjung ke keluarga adik -- adiknya di Metro, yang berjarak sekitar 50 km dari Bandar Lampung. Kebetulan sore hari ketika si kakek akan pulang ke Bandar Lampung tepatnya di Way Halim, cuaca mendung dan gerimispun sudah mulai bertambah lebat. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, si kakek melihat sepeda motor melaju dengan berboncengan. Ternyata pengendara sepeda motor yang berboncengan tersebut, membawa seorang anak balita. Si balita didudukan antara kedua orang tua, dengan dikerudungi kain selendang.

Singkat ceritanya, si kakek mendahului pengendara sepeda motor, tepatnya di bulak sawah Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah. Agak jauh didepan sepeda motor, si kakek lalu menghentikan kendaraannya. Kemudian istrinya turun dari kendaraan, lalu memberi isyarat agar pengendara sepeda motor minggir dan berhenti. Setelah disampaikan maksud dan tujuan menghentikan sepeda motornya, ibu dengan menggendong anaknya lalu naik kendaraan dengan dibantu istri si kakek.   

Hanya bedanya, saat di Jawa Tengah sang suami mengikuti  kendaraan si kakek dari belakang, karena belum marak penggunaan HP saat itu; Sedangkan yang di Lampung, suaminya yang mendahului atau didepan kendaraan si kakek posisinya. Hal ini dimungkinkan, karena sang suami sudah tahu dimana istri dan anaknya akan turun. Yaitu di pertigaan Jl. Sultan Agung ( jalur 2 orang menyebutnya ), dan kebetulan suami -- istri ini masing - masing membawa HP.  Setelah sampai dipertigaan Jl. Sultan Agung Kedaton Bandar Lampung, si kakek menghentikan kendaraan dan dengan dibantu istri si kakek, mereka lalu turun. 

Setelah turun, menelepon suaminya dan ternyata sang suami belum sampai di lokasi, karena mampir di masjid menunaikan sembayang magrib terlebih dahulu. Karena sudah kontak dengan suaminya, sang ibu tadi lalu berkata kepada istri si kakek, agar mereka ditinggal saja. Selanjutnya si kakek dan istrinya, melanjutkan perjalanan menuju rumahnya di Way Halim Bandar Lampung.

Demikian contoh nyata amal saleh atau perbuatan baik berupa berkorban kenikmatan,sebagai salah satu cara pendadaran demi terwujudnya insan yang berakhlak mulia dan berbudi luhur.Betapa nikmat dan bahagianya si kakek demi dapat mengorbankan kenikmatan tidurnya, berwisatanya, berkendaraannya, demi dapat menolong orang lain yang membutuhkan, alhamdulillah. Apakah yang ditolong juga mempunyai rasa nikmat dan bahagia seperti yang si kakek rasakan? Maha Suci Allah, hanya Allah-lah yang mengetahui, dan yang penting si kakek rela, sabar dan ikhlas dalam melakukannya. 

Si kakek yakin, anak-cucu dapat berbuat jauh lebih baik dari sekedar kisah nyata si kakek ini. Karena itu biasakanlah menumbuhkan rasa bahagia manakala dapat membahagiakan orang lain, karena kita tidak tahu ada hikmah Allah apa dibalik semua itu. Selanjutnya, tahukah para pembaca, siapa kakek yang menceritakan kisah nyata tersebut? Kakek tersebut, tidak lain adalah aku yang menulis kisah nyata ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun