Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Otak Penyair

27 Juni 2019   17:25 Diperbarui: 27 Juni 2019   17:37 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gundul menduga ini migren biasa. Sakit di dalam batoknya yang mutakhir kerap mendera. Menenggak pil warung leb sekali telan nyut di pelipisnya biasa sekejap musnah. Namun sekarang ini tidak semudah itu ferguso. Rekoveri nyeri pasca mencerna obat memakan waktu lama dan semakin lebih lama. Pasti saja amat memprovokasi terhadap tulisan tulisan kerennya. 

Gundul itu penyair bernama, kidungan sanjaknya dalem. Kebanyakan menguak tentang jelajah hamparan kosmos mencari Tuhan atau perjuangan kebebasan dari ancaman eksistensial dari dunia yang dihantui kematian. Puisi Gundul berjalan jauh dan luar biasa. Dialah puisi gambar yang kuat dan segar tentang bagaimana dunia pada akhirnya membatasi otaknya. Bukan itu saja, meja, situs, admin dan kaki tangannya, secara individual dan kolektif adalah ruang sempit yang memenjarakan otak kepenyairannya.

"Barangkali ini musababnya" Gundul merenung.

Tidak jelek juga berdiskusi dengan karibnya seorang psikiater. Iyak! Gundul memencet selularnya menggapai Prof. Shrink kawannya diseberang.

."Hei, Gun? whats up?"  prof. Shrink merespon.

" Shrink! Kepalaku mumet, susah tidur, tangan kaki dingin, jantung berdebar debar, buang air.."

"Ah, udah dimari aja Gun. Guwe tunggu.." prof Shrink menyisip bicara, seraya memutus gawai.

Gundul berganti pakaian dan bergegas menjelang sohibnya, masih dengan kliyengan di ubun endasnya dia memesan grab, yang tak lama merapat lalu tancap gas.

***

Prof. Shrink membebat lengannya dengan tensi. Namun tekanan darah digital Gundul tertera normal tiada indikasi bludrek atau setres. Pula stetoskop yang dilekat di dada Gundul, tak ada tanda fisik mencurigakan, paru dan laring lazim saja layaknya.

"Berapa waktu sudah?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun