Lotek, makanan tradisional yang banyak ditemukan di Kota Salatiga, ternyata tak pernah surut pamornya. Kuliner yang didominasi sayuran ini, mampu bertahan di segala jaman dan tidak tergerus oleh keberadaan berbagai kuliner cepat saji yang terus merangsek ke segala lini.
Ya, lotek merupakan perpaduan sayuran bayam, kol, kacang panjang,sedikit kecambah, irisan ketimun, irisan tahu/ bakwan, mi goreng, lontong dan selanjutnya dicampur sambel kacang. Saat akan disajikan, biasanya ada kerupuk di atasnya. Sepintas, makanan ini mirip pecel, namun perbedaannya terletak pada sambal kacangnya. Bila lotek sambal kacangnya dibuat ketika ada pembeli. Sedang pecel, sambalnya sudah disiapkan alias telah dibuat lebih dulu.
Tidak diketahui persis mulai kapan lotek ada di Salatiga, yang pasti, menurut bu Kusrini (80) warga Jetis Barat, sejak pemerintahan kolonial Belanda kuliner itu sudah ada. Yang membedakan, jaman dirinya kecil, lotek hanya bisa ditemukan di pasar- pasar tradisional. “ Penjualnya menempati lapak ukuran 1 X 1,5 meter. Langganan saya dulu di pasar Berdikari,” ungkapnya.
Untuk menikmati kuliner sehat ini, kita hanya cukup merogoh kantong sebesar Rp 8.000- Rp 10.000 seporsi. Sensasi yang didapat, biasanya selain faktor kelezatannya, juga rasa pedas yang timbul akibat kolaborasi sambal kacang dan cabe segar. Lucunya, di tengah melonjaknya harga cabe, para pedagang tak mau mendongkrak harga yang telah dipatok. “ Padahal, kadang ada konsumen yang meminta cabe hingga 10 biji,” kata Bekti (50) pedagang lotek di jalan Merbabu.
Dari puluhan warung lotek yang ada di Salatiga, berdasarkan penelusuran, tidak ada satu pun yang menempati kios yang representatif. Mayoritas, warungnya hanya semi permanen. Meski begitu, belum pernah terdengar ada pedagang lotek mengalami kebangkrutan. Dengan kata lain usaha kuliner ini merupakan suatu bisnis yang kebal krisis.
Tidak lengkap rasanya bila mengulas lotek tanpa menyebut almarhumah Mak Nin, seorang penjual lotek lagendaris yang membuka usahanya di jalan Brigjen Sudiarto gang I sejak jaman dirinya masih muda. Warungnya yang sederhana dan terletak di gang sempit, jadi langganan para pejabat di Kota Salatiga. Praktis, dari mulai Walikota hingga anak buahnya pernah menikmati lotek produk Mak Nin.
Warung mak Nin yang buka mulai Pk 09.00- 15.00, biasanya selalu ramai oleh pembeli. Mulai pejabat hingga rakyat jelata, harus mengikuti antrean. Siapa yang datang lebih dulu, maka bakal menerima gilirannya. Yang belakangan nunggu giliran kalau mau bersabar. Aturan tersebut berlaku secara permanen, mirip konstitusi di warungnya yang tidak bisa diganggu gugat siapa pun. Keren !