Filsafat Platon dan Makam Somenggalan Jogjakarta [2]
Tulisan ini adalah hasil riset etnografi cara memahami secara berpartiasipasi dalam dimensi {geist} untuk memahami hakekat The Birth of Tragedy,  Makam Somenggalan yang beralaman di Jalan  Pedes  Godean, Srontakan, Argomulyo, Kec. Sedayu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55752. Tidak kurang mengharukan, mengusik batin dan melahirkan sebuah repleksi pemahaman mendalam pada lokasi penelitian ini.Â
Sekalipun dalam waktu relative pendek, yakni selama 6 hari saya mengamati dan membatinkan suasana lahiriah, dan batiniah pada Makam Somenggalan; akhirnya saya menyelesaikan riset etnografi secara mandiri.  Tulisan ini adalah pemaparan hasil riset  Prof Apollo [2019] Studi Etnografi Praktik Filsafat Platon [Thumos] di Makam Somenggalan.Â
Di ini terdapat setidaknya ada 202  nyawa dan nama Pahlawan Negara Demi Mempertahankan Eksistensi  Negara Indonesia.  Pada akhirnya seluruh Hasrat Manusia [epithumia] harus dicampur dengan akal sehat [logistikon], demikian juga keberanian atau Andrea atau Thumos harus dicampur dengan fakultas akal budi atau rasionalitas, semua apapun tinkana manusia wajib dicampur dengan fakultas akal budi manusia untuk menghasilkan ketegakan manusia [Arite]
Plato menyebutkan thumos ketika mengomentari seekor anjing yang setia kepada tuannya, namun berbahaya bagi pelaku kejahatan apa pun yang mungkin dia temui. Pata teks buku The Republic Platon menyatakan: ["Dan apakah dia mungkin berani yang tidak punya semangat, apakah kuda atau anjing atau hewan lain? Pernahkah Anda mengamati betapa tak terkalahkan dan tak terkalahkannya roh dan bagaimana kehadirannya membuat jiwa makhluk apa pun menjadi benar-benar tak kenal takut dan gigih? "- Plato (Republic Book II)
Dalam dialouge Phaedrus , Platon membandingkan jiwa manusia dengan kereta yang ditarik oleh satu kuda putih dan satu kuda hitam, dengan seorang kusir yang terampil di masa pemerintahan. Pada teks buku The Republic  dinyatakan: ["Pertama-tama kusir jiwa manusia menggerakkan sepasang, dan yang kedua salah satu dari kuda itu adalah keturunan yang mulia dan berbudi luhur, tetapi yang lainnya bertolak belakang dengan jenis dan karakter. Karena itu, dalam kasus kami, menyetir tentu sulit dan menyusahkan. "- Plato atau Platon (Phaedrus);
Platon manusia memiliki tiga bagian dari jiwa, yang dalam beberapa kombinasi membuat panggilan takdir kita yang menjadikan kita lebih baik, ini adalah dasar tersembunyi untuk mengembangkan ide-ide yang merupakan ide bawaan. Thumos dapat mengambil dari ini untuk memperkuat manusia dengan alasan, tripartit ini adalah sebagai berikut: [1] bagian reason atau logistikon sebagai alasan (pemikiran, refleksi, pertanyaan) ; [2] Spirit atau Thumos  berupa jiwa atau mental atau roh (ego, kemuliaan, kehormatan) dan [3]  Appetites atau epithumia berupa hasrat atau keinginan (misalnya makanan, minuman, seks, produksi reproduksi yang tidak alami, misalnya uang, kekuasaan).
Democritus menggunakan " euthymia " (yaitu "thumos baik") untuk merujuk pada suatu kondisi di mana jiwa hidup dengan tenang dan mantap, diganggu oleh tidak ada rasa takut, takhayul, atau nafsu lainnya. Bagi Democritus, euthymia adalah salah satu aspek mendasar dari tujuan hidup manusia.
Metafora Kuda hitam dikatakan mewakili selera atau hasrat pria. Kuda putih dikatakan mewakili thumos jiwa. Dan kusirnya adalah alasan [fakultas akal budi atau rasionalitas], yang membuat kedua kuda tetap mantap dan tidak akan membiarkan keduanya menjadi liar. Jika semuanya baik-baik saja, kuda putih dan kuda hitam akan mendorong jiwa maju sementara akal  memastikan  kuda tidak pernah berlari menuju kehancuran atau penderitaan.
Platon percaya  thumos adalah sumber untuk berbagai atribut seperti keberanian, tekad, dan kebutuhan akan keadilan. Namun, tidak seperti thumos epos Homer yang kejam dan merusak diri sendiri, gagasan Platon tentang thumos dipengaruhi oleh kebutuhan akan kesopanan dan ketertiban.
Dalam negara kota yang ideal, setiap warga negara  memiliki thumos yang sehat dalam jiwa mereka. Thumos ini  memungkinkan warga negara untuk menegakkan kehormatan mereka dan dengan berani menegaskan pendapat mereka dalam kehidupan sipil. Namun warga negara juga harus tahu kapan harus membatasi thumos jika itu menjadi terlalu keras atau kapan itu salah arah.
Jadi bentuk thumos ini akan jauh lebih ringan daripada kemarahan mengamuk dari Achilles yang legendaris. Jika seseorang mengekspresikan thumosnya, sambil secara bersamaan mempertahankan alasan dan rasionalitas, maka individu tersebut akan menjadi wali atau tentara yang cocok yang ditugaskan untuk melindungi negara-kota. Jiwa seperti itu, menurut Platon, akan mencapai puncak baru dari pertumbuhan manusia dan kebahagiaan tanpa syarat.
Metafora pada kuda putih  duduk malas dan lamban. Individu yang tidak memiliki rasa thumos, tidak ada keinginan untuk membela apa yang adil, akan sering puas dengan biasa-biasa saja, menjalani kehidupan yang didikte oleh jiwa-jiwa lain. Seseorang dengan thumosnya sudah dikebiri dan tidak efektif, sering mengasihani diri sendiri, atau membenci diri sendiri sehingga tidak akan pernah sepenuhnya menyadari potensi roh manusia; dan karenanya hidup setengah umur, hanyut dalam ketidakjelasan.
Bahaya lainnya adalah menemukan  thumos manusia menjadi terlalu kuat. Ketika dibiarkan berlari bebas, kuda putih itu akan menghancurkan hidup manusia. Kekerasan yang berlebihan, kemarahan, dan amarah yang tak henti-hentinya biasa terjadi pada orang-orang yang tidak mampu mengendalikan thumos dengan fakultas akal budi. Dan seperti halnya Achilles,  menemukan diri mereka sendiri tersiksa dan  menjadi tak berdaya, mungkin dengan unsur  kekerasan.
Namun, ketika manusia thumos terlibat dengan benar, diizinkan untuk berlari tetapi masih dikontrol dengan alasan [fakultas akal budi], jiwa manusia dikatakan unggul di ketinggian baru dan mencapai prestasi luar biasa. Tidak ada pria atau wanita yang pernah mencapai sesuatu yang hebat, tanpa bantuan roh [gesit] atau mental  yang berdedikasi.
Diandaikan  setiap gedung pencakar langit dibangun, dengan setiap perang salib besar untuk perdamaian dan reformasi sipil, makam  Somenggalan Jogjakarta  The Birth of Tragedy demi kemerdekaan Indonesia, maka seluruh sembah roso pada keberanian manusia yang gigih  menentang semua hambatan yang menghalangi jalan keadilan umat manusia secara universal.
Daftar Pustaka: Laporan Hasil Penelitian Mandiri,. Prof Apollo [2019]., Studi Etnografi Praktik Filsafat Platon [Thumos] Pada Makam Somenggalan Jogjakarta