Mohon tunggu...
Oktavian Balang
Oktavian Balang Mohon Tunggu... Jurnalis - Kalimantan Utara

Mendengar, memikir, dan mengamati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tato Bukan Bagian dari Kriminal

18 Januari 2020   15:11 Diperbarui: 18 Januari 2020   15:17 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Toh penampilan tidak mempengaruhi pekerjaan kita.saat ini, sudah banyak contoh di masyarakat Indonesia, bagaimana mereka yang berpenampilan necis, rapi, wangi, Ternyata mereka seorang kriminal, mereka menguras uang rakyat, melakukan penipuan, bahkan yang lagi hangat saat ini kasus Reyhard sinaga yang secara tidak langsung mematahkan teori Lamboroso.dari kejadian-kejadian tersebut, kini masyarakat luas pun mulai kritis dan menilai bahwa Tatto saat ini bukanlah kejahatan,melainkan Tatto adalah sebuah gaya hidup.

Bila kita berfikir secara luas dan memberanikan diri untuk menerima perubahan yang begitu pesat, bahwa yang sebenarnya yang patut dinilai itu bukan penampilannya, melakinkan kinerja, bagaimana seseorang itu berintegritas, bertanggung jawab atas atas apa yang dia embang, bila kita kembali kezaman nenek moyang dan melihat dari sudut pandang agama, bagaimana Tatto di suku dayak melambangkan seorang kesatria,kedewasaan, yang dimana mereka yang memiliki tatto adalah orang yang di hormati dan disegani di lingkungannya yang  berperan sebagai penjaga dan pelindung  masyarakat.pada zaman itu tatto tidak bisa sembarang melekat di tubuh seseorang, bila tidak memiliki sebuah Integritas maka tatto itu tidak bisa di sematkan.

Tidak hanya itu, masih banyak contoh orang-orang yang layak di acungi jempol dan sudah membuktikan lewat kehidupan mereka di tengah-tengah masyarakat serta memberikan tamparan yang keras bagi mereka yang berpenampilan rapi namun sikap tak terbukti,contoh nya seperti:

Pendeta Agus Sutikno, yang dimana pendeta ini memiliki gaya nyentrik, memakai sepatu boot, baju dan calana serba hitam, rambut gondrong, belum lagi sekurjur tubuhnya mulai dari wajah sampai tubuhnya dipenuhi dengan tatto, dimana beliau tercatat sebagai Pendeta Gereja Pantekosta Di Indonesia (GPDI).

Penampilannya pun berbeda dengan pelayanannya yang biasanya Pendeta hanya berkotbah di dalam gereja, di ruangan yang teduh dan nyaman, namun beliau berbeda, beliau lebih memilih pelayanan di jalanan yang seluruh waktunya dia dedikasikan untuk melayani kaum kaum Marjinal seperti anak jalanan, anak dari pekerja sex (PSK), transgender, pecandu narkoba, bahkan sampai pengidap HIV dan AIDS. Bahkan pelayanannya tidak melihat latar belakang agama, rasm dan golongan mana pun, sehingga beliau menjadi seorang sosok inspirasi bagi saya dan orang lain.

Ditambah lagi dengan Mantan mentri Kelautan dan perikanan yaitu Ibu Susi Pudjiastuti, yang dimana penampilannya di kacamata masyarakat awam tidak sesuai dengan ruang lingkup yang notabenenya tokoh masyarakat dan Pejabat-pejabat penting, namun siapa sangka masyarakat asing sangat segan atas kehadiran beliau beliau sangat tegas dan berdedikasi.

Dari contoh di atas, kita bisa membuat sebuah perbandingan, apakah tatto itu bekerja dan begerak, atau individu itu sendiri ?
Lalu apakah Tatto yang dimiliki seseorang mengancam hidupmu ?
Namun, Semua kembali dari mana kamu melihat permasalahan dari sudut pandangmu.

Terima kasih.
Semoga bermanfaat
Mohon maaf atas ke amatiran saya

Sumber :

Teori Lamboroso, Blog

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun