Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menerka Strategi Tim Hukum BPN Prabowo di Mahkamah Konstitusi

25 Mei 2019   13:04 Diperbarui: 25 Mei 2019   16:10 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Hukum BPN I Gambar : Tribun

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subinato-Sandiaga Uno siap bertarung di Mahkamah Konsitusi (MK).  Tadi malam tim hukum BPN Prabowo-Sandi mendaftarkan gugatan Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Belum ada penjelasan tentang strategi apa yang akan disiapkan oleh tim hukum BPN Prabowo-Sandi menghadapi sidang gugatan nantinya. Meskipun jelas bahwa pembuktian terjadinya kecurangan bukanlah hal yang mudah bagi tim BPN, sekaliber apapun orangnya.

Mengapa? Paling tidak ada dua alasan. Pertama, BPN harus sebaik mungkin menyiapkan bukti karena sebelumnya laporan dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), dari BPN tidak dapat  diterima oleh Bawaslu.

Alasan Bawaslu adalah  bukti yang diajukan BPN  berupa hasil cetak atau print-out dari media daring atau online sebanyak 73 serta 2 kasus penanganan pelanggaran pemilu di Jawa Tengah dan Jawa Timur. tidak memenuhi kriteria karena tidak ada dokumen atau video yang menunjukkan terlapor, yaitu Jokowi dan Ma'ruf, melakukan kecurangan TSM yang dilaporkan.

Kedua, selain validitas bukti, persoalan untuk membuktikan bahwa ada kurang lebih 16 juta sura yang melakukan kecurangan bukan hal yang mudah. Jika dianggap bahwa satu TPS ada kecurangan sebanyak 300 suara, maka plaing tidak harus ada puluhan ribu TPS yang harus dibuktikan oleh BPN di persidangan nanti.


Persoalannya, bukan kedua bukti itu saja yang akan menjadi kekuatan BPN, tetapi mereka juga harus siap berargumentasi di dalam sidang nanti, di sinilah kualitas tim hukum BPN akan diuji.

Dari beberapa pemberitaan media, ada empat nama yang disebut sebagai ujung tombak dari tim hukum BPN. Ada nama mantan wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sejak 2011 hingga 2015, Bambang Widjojanto sebagai ketua. Lalu ada mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011-2014), Denny Indrayana.

Selain BW dan Indrayana, ahli tata hukum negara Irman Putra Sidin dan Rikrik Rizkiyana menjadi dua nama terakhir yang akan bertarung mewakili BPN di MK nanti.

Dalam riwayatnya, Irman pernah mendampingi Jusuf Kalla saat mengajukan gugatan terkait syarat calon wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi, sedangkan Rizkiyana pernah menjadi Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) bidang Komite Harmonisasi Regulasi yang dibentuk Anies Baswedan-Sandiaga Uno setelah memenangkan konstestasi Pilkada DKI Jakarta 2017.

Dari profil ini, kita bisa menebak strategi apa yang akan digunakan nanti di MK. Pertama, tentu saja tim ini akan menyiapkan dalili-dalil mereka di sidang nanti. Belum mendaftarkan saja, BW telah mengatakan bahwa akan kembali memberikan bukti dengan mengharapkan spirit MK dapat berbeda dari Bawaslu nantinya. Bukan saja melihat kuantitatif bukti tapi juga sisi kualitatif.

Kedua, sepertinya dengan mengedepankan BW sebagai pimpinan, BPN seperti ingin membentuk narasi bahwa perjuangan BPN adalah melawan pemerintahan yang dibentuk karena tindakan curangan atau berpotensi korup di masa depan.

Lihat saja apa yang dikatakan BW saat datang ke MK. "Mudah-mudahan Mahkamah Konstitusi bisa menempatkan dirinya menjadi bagian penting di mana kejujuran dan keadilan harus menjadi watak dari kekuasaan, dan bukan justru menjadi bagian dari satu sikap rezim yang korup," kata BW di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019).

Ini dapat dilihat sebagai sebuah pernyataan politis, BW membuat tim hukum diprediksi akan menggunakan narasi yang sama di setiap proses persidangan nanti. Pemerintah dianggap seabgai rezim yang korup.  Strategi yang cerdik, namun beresiko.

Mengapa? Publik tentu berharap agar sidang di MK berjalan dengan seadil-adilnya dan itu hanya dapat terjadi jika ada pertarungan data dengan metode ilmiah yang dipertanggungjawabkan.

Jika BPN gagal bertarung di ranah tersebut dan terus bermain dengan narasi di luar itu yang cenderung tendensius dan menyerang kubu lawan, maka hanya akan membuat tim hukum BPN terlihat tidak siap dari soal substansial data.

Jika itu terjadi, sidang di MK hanyalah sebuah keterpaksaan demi janji menempuh langkah konstitusional, selebihnya tidak ada yang berbeda dari sebelum-sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun