Mohon tunggu...
Aradea Rofixs
Aradea Rofixs Mohon Tunggu... wiraswasta -

Aktifitas: wirasuasta : suka membaca. Suka berimajenasi. Penggiat sastra komunitas tangan bicara pekalongan. : wira usaha, suka seni. Kesenian, filsafat, puisi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Suksesi Berdarah Raja-raja Singasari (4)

8 Juni 2011   14:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:43 8209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Jika bercerita tentang kerajaan Singasari. Maka, yang terlintas dibenak kita pasti: cerita tentang dendam yang panjang. Tentang pembunuhan berantai. Juga tentang kelicikan-kelicikan yang mengerikan --- yang terjadi dalam "sebuah perang dingin" disebuah istana nan megah. Mendung gelap serta pertumpahan darah yang tak berkesudahan. Yang selalu mewarnai lingkaran suksesi Raja-raja di Kerajaan Singasari itu 'konon' menurut Kitap Pararaton: dendam membara itu sampai berlarut-larut dari generasi ke generasi.


Masih menurut Pararaton: semua pembunuhan yang terjadi selain bermula dari kutukan Mpu Gandring seorang Pembuat Keris yang dibantai oleh Kenarok --- untuk melenyapkan "saksi" kunci terhadap rencana yang telah ia susun sebelumnya. Juga karena doa dari seorang pertapa yang bernama Mpu Purwa ayah dari Kendedes yang memohon agar semua keturunannya dapat menjadi Raja.


Jika Mpu Gandring menyanggupi membuat keris dalam jangka Setahun tapi Ken Arok, baru lima bulan sudah datang. Lalu, Kerispun diambil dan Sang-Mpu melarang karena belum selesai. Sampai terjadi perebutan sengit yang berujung pada Kematian sang-Mpu tersebut. Betapa sangat mengerikan. Kutukan tersebut mampu membakar ambisi. Menyalakan api dendam. Dan seperti ada suhu panas di hati mereka; dari Kenarok sampai kepada para keturunannya baik Keturunannya yang notabene adalah bangsawan dan orang-orang berpengaruh pada masa-nya. Bisa-bisanya sampai mereka mengubur dalam-dalam rasa persaudaraan.

Dari sinilah "NILAI" lebih-nya dari sebuah sejarah. Sesungguhnya kita bisa mengambil sebuah pelajaran yang sangat berharga: yakni "Nngunduh woh-ing Pakarti" (memetik buah dari apa yang kita tanam) Ketika "Wangsa Rajasa" yang dibangun oleh Ken Arok dengan menghempaskan Tunggul Ametung kemudian memperistri Kendedes istri Tunggul Ametung yang waktu itu tengah hamil 3 bulan --- pun akhirnya harus menuai buah dendam yang panjang dari para keturunannya di kemudian hari.


Tak terkecuali, pada kenaikan tahta Anusapati ---- putra sulung KenDedes dengan Tunggul Ametung --- yang harus membunuh ayah tirinya yakni Kenarok, terlebih dahulu. Kenarok mati tertikam sebilah keris yang dahulunya pernah digunakan untuk membunuh Tunggul Ametung.*1). Hal itu dilakukan Anusapati setelah ia mengetahui duduk perkara --- tentang insiden kematian ayahnya --- dari ibunya sendiri Kendedes yang juga istri Ken Arok. Dia; Kendedes adalah orang yang menyaksikan secara langsung peristiwa pembunuhan tersebut. Tertulis dalam Kitab Pararaton, Peristiwa itu terjadi pada tahun 1244m.

Anusapati membunuh Kenaroh dengan menyuruh seorang pembunuh bayaran dan setelah pembunuh bayaran tersebut berhasil melaksanakan tugasnya. Anusapati pun membunuh pembunuh bayaran tersebut, guna menghilangkan jejak. Dan, Anusapati pun naik tahta menjadi Raja ke 2.


Namun Anusapati tidak begitu lama berkuasa di Singasari. Ia hanya menjadi Raja sekitar 2 tahun. Yakni dari tahun 1247m sampai 1249m ketika pada tahun itu juga, Paji Tohjaya yang dalam "setatusnya masih adik tiri Anusapati" --- setelah mendengar kabar berhembus, jika yang membunuh ayahnya 'Kenarok' adalah Anusapati --- maka ia merencanakan pembunuhan terhadap Anusapati.


Perencanaan pembunuhan yang sangat menarik serta "licik" yaitu dengan memanfaatkan kesenangan Anusapati yakni 'sabung ayam'. Maka dalam sebuah arena sabung ayam yang sudah direncanakan itu, Tohjaya pun menikam Anusapati yang tengah lengah, dengan menggunakan keris Mpu Gandring kembali.

(Tohjaya adalah anak pertama KenArok dari permaisuri kedua yakni Ken Umang.) Dalam prasasti "Mula Malurung" disebutkan pada waktu itu Tohjaya berkedudukan sebagai Raja Kediri yang bersetatus Raja bawahan Singasari. Akan tetapi se-meninggalnya Anusapati. Akhirnya Tohjaya-red berkuasa di kerajaan Singasari. (namun dalam Negarakertagama tak ada nama Tohjaya tertulis sebagai Raja Singasari. Mungkin karena kekuasaannya yang singkat. Jadi ia diindikasikan sebagai sebuah pembrontakan apalagi kitab "Negarakertagama" yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada masa pemerintahan Hayamwuruk adalah kakawin yang diperuntukkan sebagai persembahan leluhurnya "Kendedes". Sedang Tohjaya adalah bukan anak Ken Dedes) meski dalam Pararaton Ia dicatat berkuasa selama setahun yakni dari tahun 1249m sampai 1250.


Lalu kemudian dalam sebuah insiden yang cukup dramatis pula, ia; Tohjaya dibunuh oleh orang-orang kepercayaan-nya sendiri.


"Diceritakan dalam kitab Pararaton: ketika Tohjaya minta pendapat dari para mantri, Nhayaka dan Pranapaja tentang sosok kedua keponakannya yakni 'Ranggawuni anak dari Anusapati, cucu Ken Dedes dengan Tunggul Ametung' serta 'Mahesa Cempaka putra Maahisa Wonga Teleng, cucu Ken Dedes dengan Ken Arok'. Para Nhayaka kemudian berpendapat jika mereka berdua-red tak ubahnya seperti duri dalam daging yang lambat laun --- hanya menunggu saat tepat --- dan, jika ada kesempatan mereka pasti akan balas dendam dan merebut tahta yang sesungguhnya masih hak mereka."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun