Mohon tunggu...
Anton Suryanto
Anton Suryanto Mohon Tunggu... Musisi - Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Semarang

Penikmat Kopi,Hujan, Dan Senja

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Panas Ibu Kota yang Meluas

20 September 2017   00:19 Diperbarui: 20 September 2017   00:27 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak didunia saat ini, terdiri dari berbagai macam suku, budaya, bahasa, adat istiadat, dan tentunya agama, jalan yang diyakini setiap insan untuk kembali kepada sang pencipta serta berbagai perbedaan lain yang menciptakan ikatan persatuan dalam bermasyarakat yang sudah turun-temurun. Bahkan ikatan persatuan itu telah muncul sejak 1336 masehi saat seorang patih dari kerajaan terbesar nusantara saat itu Gajah Mada bersumpah yang bahkan sumpahnya menggelegar hingga pelosok dunia. "Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa" tidak akan beristirahat sebelum bersatunya Nusantara. Jauh sebelum negara Indonesia berdiri.

Bhinneka Tunggal Ika Berbeda-beda namun tetap satu jua. Sebuah ikrar suci tentang sejarah sebuah negara yang mampu merdeka lewat tangan sendiri, perjuangan para pahlawan yang tidak memperdulikan perbedaan yang menyekat, tak peduli keringat ku Muslim keringatmu Kristen, darahku Hindu dan darahmu Katolik semuanya ditumpahkan menyatu di tanah air tercinta ini untuk sebuah makna merdeka, untuk sebuah harapan kedamaian di masa yang akan datang. 

"Bhinneka Tunggal Ika menjadi garda terdepan dalam bermasyarakat, termasuk dalam berpolitik. Hal ini selaras bahwa membangun kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara di atas ke-Bhinneka Tunggal Ika-an untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang rukun, aman, damai, dan saling menghormati dalam rangka persatuan dan kesatuan bangsa" (Aeni, 2012). Ya Bhinneka Tunggal Ika 3 kata sederhana namun sarat makna, sebagai pondasi dan landasan hidup bangsa Indonesia

Namun, belakangan ini nampaknya ke-Bhinnekaan tunggal ika kita sedang diuji, konflik dan krisis kemanusiaan tengah melanda Indonesia. Seperti yang telah terjadi sebelum-sebelumnya, Sebagian besar konflik dan krisis kemanusiaan terjadi karena persoalan agama, seperti kasus di Suriah dan pertikaian Israel-Palestina yang hingga kini belum menemukan titik damai. Begitupun yang telah terjadi di Indonesia toleransi beragama yang sedang melemah tentunya berdampak pada konflik dan krisis kemanusiaan yang kian berkembang pesat.

Berawal dari Jakarta, Ibu kota negara Indonesia yang tentu jika terjadi sesuatu hal gaungnya akan sampai ke seluruh nusantara bahkan dunia. Gubernur Jakarta saat itu Basuki Tjahaja Purnama atau yang kerap disapa Ahok, melakukan penistaan agama Islam dalam pidatonya di Kepulauan Seribu. 

Indonesia yang hampir 90% beragama Muslim tentu saja tersinggung, dan hal ini dimanfaatkan oleh beberapa okmun yang memang dari awal mendukung intoleransi untuk semakin memanaskan keadaan, lalu diikuti oleh oknum berdasi yang memanfaatkannya untuk kepentingan politik belaka, lalu sebagian yang lain sibuk mempelintirkan berita atau hoax masyarakat Indonesia yang pada dasarnya mudah terpedaya oleh berita, semakin membakar keadaan hingga seorang presiden Joko Widodo harus turun tangan menenangkan keadaan.

Konflik yang sebelumnya hanya berpusat di Jakarta meluas hingga seluruh pelosok nusantara, demo berjilid-jilid yang dimotori oleh salah satu ormas Islam mengajak ratusan ribu hingga jutaan orang dari berbagai penjuru Indonesia berduyun-duyun datang ke Ibu kota untuk menuntut keadilan. Hingga saat demo 4 November 2016 yang sebelumnya sudah diprediksi akan menjadi ricuh menjadi kenyataan, selepas Maghrib sore itu gesekan demonstran dengan pihak kepolisian tidak dapat dicegah hingga meluas terjadinya penjarahan di Alfamart penjaringan Jakarta Utara.

Peristiwa demontrasi 4 November 2017 atau yang lebih dikenal sebagai aksi bela Islam 411 tentu menjadi bukti krisis dan konflik kemanusiaan di Indonesia telah berkembang. Berbagai media luar negeri juga ikut menjadikan peristiwa 411 menjadi headline mereka seperti harian Reuters menuliskan "Tens of thousands of Muslims march in Indonesia against city governor." Lalu harian terkenal Amerika Serikat CNN tak mau kalah menjadikan peristiwa 411 sebagai headline mereka "Thousand rally in Jakarta over governor's alleged Blasphemy." Dan hal itu semakin menyatakan bahwa turunnya toleransi beragama menjadi salah pemicu hadirnya krisis dan konflik kemanusiaan.

Pemerintah seperti tidak mampu menenangkan keadaan yang semakin tidak terkendali akibatnya konflik dan krisis kemanusiaan tidak kunjung mereda, malah cenderung meningkat, seperti kasus kebaktian natal di gedung Sabuga Bandung yang dihentikan oleh salah satu ormas. Peristiwa-peristiwa semacam ini tentu saja membuat resah sebagian masyarakat Indonesia yang khawatir, jika tak kunjung berhenti tidak menutup kemungkinan akan terulang kembali krisis dan konflik kemanusiaan seperti diera reformasi 1998.

Konflik dan Krisis kemanusian di Indonesia di perparah oleh banyak orang yang menjadi lebih sensitif perihal perbedaan, konflik saling tuduh,fitnah dan saling melaporkan seakan-akan dirinyalah yang paling benar menjadi menu 'santapan' wajib setiap hari. Para insan cendekia yang duduk dibangku pemerintahan para wakil-wakil rakyat yang semestinya memberikan nafas keharmonisan lebih suka saling meng-egokan siapa yang menang dan kalah lalu berebut simpati kepada rakyat bahwa dirinya lah yang benar. Lalu para guru yang hakekatnya "di gugu lan di tiru" atau dalam bahasa Indonesia orang yang dipercaya dan diikuti. 

Yang setiap ilmunya akan dipertanggung jawabkan oleh para calon-calon penerus bangsa Indonesia, menjadi salah satu sosok yang bertanggung jawab dalam menanam bibit-bibit intoleransi dan radikalisme, terbukti oleh tertangkapnya para oknum radikalisme dan penyebar berita hoax Intoleransi berprofesi sebagai seorang guru. Tidak bisa dibayangkan jika misal satu sekolah terdapat satu guru saja yang mengajarkan paham intoleransi dan radikalisme, berapa banyak calon-calon penerus yang lahir untuk merusak sejarah bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika di masa yang akan datang.

Kenyataan konflik dan krisis kemanusiaan yang menerpa di Indonesia jika ditilik dari media sosial tentu lebih mengerikan. Banyak orang yang tiba-tiba sok menyamai Tuhan, paling paham soal kitab suci yang mereka percayai, paling berhak untuk menilai seseorang berbuat dosa apa tidak, paling semangat mengkafirkan saudaranya yang berbeda suku,ras dan agama seolah-olah surga dan neraka ada di tangannya. Mereka seakan tak sadar jika mereka menganggap orang lain yang berbeda dengannya sebagai musuh, mereka sama saja menghina Tuhan yang mereka percayai. Apa Tuhan menciptakan perbedaan untuk menjadi sia-sia ? A

pa Tuhan menjadikan perbedaan untuk menciptakan permusuhan diantara umatnya ? Apa untaian kata ayat-ayat suci hanya tulisan tanpa tujuan ? Mari renungkan dan bersama-sama menahan ego masing-masing demi keutuhan Bhinneka Tunggal Ika

Agama, dalam bahasa sansekerta yang artinya 'a' tidak dan 'gama' kacau balau sehingga dapat disimpulkan jika tanpa agama hidup manusia akan kacau balau, namun seiring berjalannya waktu agama malah menjadi biang kekacauan. Dahulunya agama diciptakan sebagai pedoman hidup dengan tujuan dimasa depan manusia bisa saling menghargai,menghormati dan mengasihi sesamanya. Memang hal yang wajar jika manusia sangat sensitif soal agama, lumrah jika marah kalau agamanya dihina atau direndahkan oleh orang lain. 

Namun bukan berarti semua harus dipukul rata, kamu boleh membenci orang yang menghina agamamu tapi tidak dengan agamanya. Paham fanatisme di Indonesia yang diajarkan sejak kecil oleh sebagian orang yang menganggap agamanya sendiri paling benar dan orang lain yang berbeda agamanya dianggap sebagai sosok yang harus dimusuhi, menjadi faktor penting agama menjadi sumbu paling pendek dan sederhana dalam memicu konflik dan krisis kemanusiaan.

Para pemuka agama yang tentunya diharapkan menjadi sosok yang mampu meredakan konflik diantara umatnya terbawa arus akan paham fanatisme yang berlebihan, mereka menjadi sosok yang paling benar dalam menafsirkan ayat, menentukan dosa melebihi malaikat. Mereka seolah lupa pada statusnya yang bisa dikatakan sebagai sosok wakil Tuhan dibumi malah mengeluarkan kata-kata cacian,makian,hujatan diatas mimbar dihadapan ratusan ribu bahkan jutaan umatnya. 

Sesama wakil Tuhan yang berbeda pendapat dengannya akan disebut sebagai munafik,kafir,mendukung agama lain. Tentu saja hal ini membuat paham intoleransi dan radikalisme semakin menguat, lantas siapakah lagi yang harus meredakan konflik dan krisis kemanusiaan di Indonesia??

Apakah kita mau konflik dan krisis kemanusiaan yang berawal dari Jakarta terus menjalar dan perlahan-lahan menghancurkan bangsa Indonesia?? Tentu Indonesia sangat berharap besar kepada para mahasiswa, para pemuda cendekia yang telah berulang kali menorehkan tinta sejarah dalam kemajuan bangsa. Tentu masih teringat 28 November 1928 lalu para pemuda cendekia berikrar suci bertumpah darah satu,berbanga satu dan berbahasa satu atau lebih dikenal sebagai sumpah pemuda dan tentu masih segar dalam ingatan ketika 4 orang mahasiswa Trisakti mengorbankan nyawa mereka untuk tumbal lahirnya reformasi. Menumbangkan rezim dzalim yang berkuasa 32 tahun, mengakhiri konflik dan krisis kemanusiaan 1998.

Kini sudah saatnya para Mahasiswa menyatukan barisan, abaikan egoisitas,radikalisme dan fanatisme yang berlebihan tak peduli tentang perbedaan yang  menyekat, ini demi kelangsungan kemajemukan dan utuhnya Bhinneka Tunggal Ika di Tanah air tercinta ini. Sudah genting keadaannya tanah air memanggil kepeduliaan para mahasiswa. Kembalikan Agama menjadi peredam konflik, kembalikan agama dan tafsiran ayat suci menjadi privasi masing-masing orang, tanpa orang lain harus paham dan mengerti. Seorang muslim tak perlu berkomentar tentang ibadah natal seorang nasrani, Seorang Nasrani tak usah sok paham tentang alasan mengapa Budha memakai patung sebagai perantara doa menuju Tuhan-nya.

Berhenti berkomentar kalau agamanya paling benar, kamu hanya sesama manusia yang hidup bersama di dunia dengan jalan yang berbeda-beda, namun menuju arah yang sama yaitu Tuhan. Sudahi konflik dan krisis Kemanusiaan ini, kembalikan kemanusiaan dan toleransi diatas segalanya " Kemanusiaan itu satu, kendati berbeda bangsa,asal-usul, dan ragamnya. 

Berlainan bahasa dan adat istiadatnya, kemajuan dan cara hidupnya. Semuanya merupakan satu keluarga besar, satu keluarga besar dimana anak-anak masa depan, tidak lagi mendengar nyanyian berbau kekerasan, tidak menuliskan kata-kata bermandi darah, jangan lagi ada curiga,kebencian dan permusuhan '' --Mgr Albertus Soegijapranata (Pahlawan Indonesia Uskup pribumi pertama di Indonesia) Kembalikan pancasila sebagaimana tujuan dibuat, Tanamkan kembali landasan pedoman hidup rakyat Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, Berbeda-beda namun tetap satu jua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun