"Iya sih..."
"Masihkah kau mencintainya?"
"Tentu saja, tetapi entahlah dengan dia..."
"Coba buka komunikasi lagi," usulku.
"Rasanya nggak mungkin deh, dia selalu menyalahkan diriku, katanya yang tak punya rasa toleransi-lah, terlalu mementingkan ibuku-lah dan semacamnya," ujar laki-laki itu.
Aku tidak berkata-kata lagi. Mungkin mereka harus bertemu dengan konsultan perkawinan. Tetapi itu kalau keduanya masih ingin mempertahankan perkawinan itu. Aku melihat ada mis komunikasi diantara keduanya. Kebanyakan orang merasa bangga karena sifat buruk yang mereka miliki. Mereka tidak ingin mengubahnya bahkan menjadikan mereka sombong. Padahal sifat buruk bisa menjadi bumerang. Karena sifat buruk yang terus menerus dipelihara, lama-lama akan merubah cinta menjadi benci, sebab cinta tak bisa memperjuangkan segalanya.
Dan mereka pun menjalani hubungan yang kosong tanpa jiwa itu. Istri mikirin apa, suami mikirin apa, jalan sendiri-sendiri. Bangunan itu tinggal runtuh saja. Dan orang-orang di dalamnya, menjadi patung besi yang dingin antara satu dan lainnya. Tiada lagi nyawa, tiada lagi harapan, bahkan mereka telah berhenti berharap pada sebuah keindahan. Hanya karena ingin mempertahankan sifat buruk dan ego mereka masing-masing.