Dia memang mengatakannya, dari kejauhan, sebelum akhirnya dia membelok dan masuk ke dalam sebuah gang kecil. Dia menambahkan dengan suara lirihnya kepadaku, memutar lehernya, memutar bola matanya ke arahku, "Itu kan, yang kamu mau?"
***
Aku memutar gagang pintu kamar kontrakanku. Teman sekamarku, tidak ada di dalam kamar. Teh hangat yang kubuat satu jam lalu untuknya, masih utuh di tempatnya pertama kali berdiri. Mungkin ia sudah bertambah dingin, dari detik ke detik. Tapi aku tahu, keadaannya tetap lebih baik dari detik ke detik. Secangir teh tak pernah mengatakan dirinya bersedih, diminum atau tak diminum.
Aku mengelus kuping cangkir teh itu yang masih berada di atas tatakannya. Seakan-akan sedang menyelipkan rambut panjang seseorang yang mengganggu wajah cantiknya. Namun entah kenapa, perasaan-perasaan dasarku tiba-tiba saja muncul begitu saja, begitu kuat. Hatiku sakit, membayangkan secangkir teh itu adalah Aliana. Membayangkan yang baru saja terjadi.
Aku memutar gagang pintu kamar kontrakanku dari luar, dan memutuskan meniru tindakan yang dilakukan seseorang yang baru saja ditinggalkan dan patah hati.
Selasa, 14 September 2017