Selain itu, masalah kesehatan jiwa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor psikologis dan sosial, namun juga dipengaruhi kondisi biologis tubuh kita.
Faktor genetik, faktor perkembangan otak dapat mempengaruhi kerentanan seseorang terkena gangguan jiwa.
Jadi, mitos yang mengatakan bahwa seseorang yang terkena gangguan jiwa merupakan orang yang lemah tentu tidak tepat.
Siapa saja dapat mengalami gangguan jiwa. Serupa dengan imunitas dalam kesehatan fisik, kesehatan jiwa juga memiliki "imunitas" yang disebut resiliensi.Â
Resiliensi adalah kemampuan seseorang secara mental dan emosional untuk menghadapi suatu krisis.
Pada waktu tertentu, resiliensi kita bisa saja lemah sehingga lebih rentan terkena gangguan jiwa.
Jika mengalami hal tersebut, sama seperti sakit fisik, maka diperlukan konsultasi dengan psikolog atau psikiater.
Perlu diketahui, masih sering ditemukan orang yang berpikir bahwa gangguan jiwa identik dengan masalah kesehatan jiwa yang berat seperti skizofrenia. Padahal, gangguan jiwa lebih luas dari itu.
Masalah seperti autisme, ADHD, depresi, gangguan cemas, insomnia (sulit tidur), gangguan kepribadian, gangguan penyesuaian, gangguan makan merupakan contoh masalah gangguan jiwa.
Jika ada gejala seperti masalah pengendalian emosi, menarik diri, kesedihan atau kecemasan yang berlebihan, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.
Selain untuk memastikan apakah masih dalam batas normal atau tidak, berkonsultasi juga dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan resiliensi jika ada mekanisme koping yang dirasa kurang tepat.