Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hapus "Siksaan" Emak-emak Ini, Pak Presiden Jokowi

29 Oktober 2019   21:01 Diperbarui: 29 Oktober 2019   21:21 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koq masih perlu ngisi formulir lagi Kang, tanya penulis? Iya jawabnya. Registrasi itu tujuannya hanya untuk mendapatkan nomor antrian untuk mengajukan permohonan paspor doang katanya. Waaalah.. klo hanya untuk mendapatkan nomor dan hari pengajuan berkas koq bisa seribet itu? 

Anak muda ini kemudian menjelaskan bahwa formulir itu ada yang perlu bermaterai enam ribu rupiah. Selain itu, dia menjelaskan perlu melampirkan KTP Asli dan foto copy, KK asli dan foto copy, ijazah/akta kelahiran juga asli dan foto copy, serta surat nikah juga asli dan foto copy. Wah ribet juga pikir penulis.

Biayanya Rp350.000 Pak tambahnya lebih lanjut. Itu paspor dengan 48 halaman sehingga harganya mahal, ditambahkannya lagi. Wah cukup mahal ya Dik kata emak-emak ini. Dulu ketika suami saya masih dinas uang segitu tidak berarti banyak keluh emak-emak ini.

Betul Bu sambung anak muda itu. Saya sendiri juga merasa berat sebab saya ini baru mendapatkan kerjaan di Malaysia. 

Wah dia ini TKI pikir penulis. Penulis yakin banyak lagi TKI dan TKW atau bahasa kerennya buruh migran yang sependeritaan dengan dia. Harga paspor segitu cukup memberatkan banyak orang termasuk para buruh migran dan emak-emak yang suaminya sudah pensiun.

Penulis melihat-lihat dan ambil beberapa foto di halaman depan Kantor Imigrasi ini. Terlihat banyak emak-emak yang kelelahan menunggu antrian di tenda-tenda. Sebagian dari mereka terkesan sebagai Jema'ah Umroh.


Dokpri
Dokpri

Sepengatahuan penulis banyak emak-emak itu, lebih-lebih janda... berumur.. termasuk orang-orang menengah kebawah. Mereka itu menjalankan ibadah Umroh dengan menabung sedikit-sedikit dan dalam waktu yang lama, dengan susah payah dan banyak mendapat bantuan sana sini. 

Mengingat ini ibadah penting dan mungkin hanya sekali dalam seumur hidup, untuk itu mereka rela berjibaku melakukan registrasi online, mengisi formulir, membongkar dokumen-dokumen yang diperlukan, menunggu antrian panjang di tenda-tenda yang panas dan nantinya kehujanan karena musim hujan sudah mulai tiba saat ini serta membayar paspor 48 halaman yang biasanya hanya digunakan satu kali, dua tiga halaman saja, selama hayatnya, seharga Rp350.000.

Menurut mereka, kesemua itu cobaan ibadah yang perlu diridhokan dan menurut penulis.. iya itu cobaan tetapi berbaur siksaan yang tentu saja mereka akan sangat berterima kasih dan sujud syukur jika segala macam keribetan tetek bengek pengurusan paspor ini dapat disederhanakan. 

Segala macam tetek bengek, keribetan, dan siksaan atas emak-emak itu sebetulnya sangat gampang untuk diatasi. Prasyarat utamanya adalah membuat lompatan mindset ala a Quantum Leap Jokowi "sent and delivered." Switching mindset bahwa paspor itu adalah dokumen sakral negara. Paspor itu perlu diposisikan bukan sebagai dokumen yang dapat mengancam keamanan negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun