Mohon tunggu...
Alia Fathiyah
Alia Fathiyah Mohon Tunggu... Freelancer - A mom of 3- Writerpreneur, Getpost.id- IG: @aliafathiyah Twitter : @aalsya - Email: alsyacomm@gmail.com - visit : https://www.aliaef.com - Youtube: VLOG AAL

A mom of 3- Writerpreneur

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pengalaman Backpacking ke Pasar Papringan Temanggung

8 November 2018   21:03 Diperbarui: 9 November 2018   13:58 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Apa cara terbaik menghargai diri sendiri? Dengan traveling salah satunya. Traveling tak hanya memberikan rasa riang, tapi juga rileks.

 Yups!

Sejak resign dari ngantor, sesekali saya selalu berusaha untuk traveling di sela-sela kesibukan domestik menjadi seorang ibu rumah tangga yang juga kadang menulis di blog. Biasanya, dulu jika ditugaskan kantor, saya selalu diservis jika bepergian, mulai dari pemesanan tiket pesawat, penginapan, transportasi, pokoknya hanya duduk cantik saja, nggak ribet sama urusan itu. Tapi kini harus melakukan semuanya sendiri. 

Saya yang tadinya nggak ngerti cara check in, jadi malah ngajarin orang lain. Saya yang nggak pernah menginap di homestay, mau gak mau jadi menginap di sana dengan fasilitas seadanya. Saya jadi 'berteman' dengan yang namanya traveling backpacking atau solo traveling, rasanya? feels so gooodddddd...

Untuk traveling backpacking ini saya merasakan kepuasan tersendiri. Saya bisa eksplor tempat yang unik dan menarik. Saya juga mulai mencoba transportasi kereta api untuk bepergian jarak jauh, saya juga jadi naik kendaraan umum lokal di tempat wisata tujuan, meski ujung-ujungnya naik taksi online sih, Lol.

Beberapa pekan lalu secara tak sengaja saya menonton sebuah video soal Pasar Papringan, Temanggung di Facebook, saya langsung jatuh cinta banget. Saya suka pasar tradisional, saya suka hal-hal yang alami, suka yang berbau vintage, oldskool dan jadul. Jika sedang bepergian, saya selalu berusaha mencari pasar tradisional lokal. Pasti akan ditemukan hal-hal unik, khas tempat tersebut.


Pasar Papringan yang saya lihat tempatnya unik, masih sangat alami dan menyediakan kuliner kampung zaman baheula. Jadul banget pokoknya.
Ternyata Pasar Papringan dibuka hanya setiap Hari Minggu Wage dan Pon, menurut tanggalan Jawa. Alhasil, agar bisa datang sesuai waktunya, saya kontak penyelenggaranya sekaligus minta rekomendasi penginapan sekalian minta petunjuk ke jalan yang benar agar sampai ke Pasar Papringan. Maklum, ini pertama kalinya ke Temanggung.

Kereta Api malam ke Yogyakarta/dokpri
Kereta Api malam ke Yogyakarta/dokpri

Masalah penginapan selesai, saya dan seorang teman, Ari mulai mencari tiket kereta api. Nah, di sini tanpa adanya komitmen saklek, kita sama-sama pengertian aja tugasnya masing-masing. Ari yang mengurusi pemesanan tiket kereta api lewat PegiPegi ke arah Yogyakarta, lalu pemesanan bus ke Temanggung hingga sampai tujuan. Sedangkan saya bagian yang mengontak pihak Spedagi-manajemen Pasar Papringan- serta penginapan.Saya penasaran lantaran tempat ini merupakan salah satu tempat wisata Indonesia yang belum banyak diketahui orang banyak, dan itu bikin saya excited banget. Kita bakal kembali ke masa tempo doloe! Yeay!

The Journey Has Just Begun
Kereta Api malam dari Stasiun Senen membawa saya dan Ari menuju Yogyakarta dengan nyaman. Perjalanan ditempuh selama 8 jam. Sesampai di Stasiun Tugu Yogyakarta itu sekitar pukul 04.00 subuh, sedangkan bus menuju Temanggung sudah terjadwal pukul 08.00 pagi. Lalu apa yang kita lakukan? Setelah sholat subuh, menggunakan becak kita minta diantar ke Malioboro. Ini sebenarnya salah satu bagian yang lucu. Saya lupa kalau Pasar Bringharjo itu adalah pasar batik. Yang ada di dalam pikiran saya adalah semua pasar itu mirip dengan pasar-pasar di Jakarta yang sejak pukul 03.00 dinihari saja sudah 'hidup'.

Alhasil saya dan Ari melongo melihat Maliboro dan Pasar Bringharjo sangat sepi. . "Namanya juga pasar batik mbak, pastinya belum buka," kata si tukang becak dengan polos.

Tadinya niat saya akan merekam momen keriuhan di pagi hari pasar Bringharjo itu dengan kamera video, tapi ternyata tidak sesuai bayangan, ya sudah kita pun menungu duduk di kursi yang tersebar di sepanjang jalan Maliboro. "Pasar akan bunga jam 10 mbak," kata seorang tukang becak lain di Malioboro.

dokpri
dokpri

Duduk menunggu menikmati pagi, saya jadi tahu ada masjid baru di Malioboro. Namanya masjid Siti Djirzanah. Jujur ketika membaca nama masjid itu otak saya berputar, apakah ada istri, anak atau sahabat Nabi Muhammad atau sejarah di kalangan umat Islam wanita bernama Siti Djirzanah. Letih saya berfikir, tahu-tahu saya baca kalau itu nama seorang ibu dari tiga anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya lalu dibuatkan masjid. Semoga pahala dan amal kebaikan dari masjid tersebut selalu mengalir ke ibu Siti Djirzanah, Aamiin.

dokpri
dokpri
Malioboro mulai terang benderang, lalu saya dan Ari mulai hunting sarapan sebelum menuju kantor travel. Ternyata banyak yang berjualan di pinggir Malioboro, mulai dari sayur pecel, gudek, atau cemilan seperti lopis bahkan ada juga penjual jamu. Kenikmatan sarapan itu ditambah dengan kemerduan pengamen jalanan yang melantunkan lagu Iwan Fals.

Baru kali itu saya bisa menikmati Malioboro sesungguhnya. Biasanya saya ke Yogyakarta itu jika sedang liburan akhir tahun atau liburan tahun baru, situasinya sangat ramai dan sesak di Malioboro. Jadi tidak bisa 'leyeh-leyeh' menikmati Malioboro di kala senggang.

Perjalanan dari Yogyakarta ke Temanggung kurang lebih 2 jam. Dari kantor travel, kami menggunakan taksi online menuju Pasar Kandangan yang lokasinya di sebrang homestay.

Sekitar pukul 12.00 saya dan Ari sampai di Homestay Spedagi. Jadi Homestay Spedagi itu memiliki dua tempat, yakni Omah Tani dan Omah Yudhi. Nah, saya memesan di Omah Yudhi yang lokasinya pas di sebrang Pasar Kandangan. Di Omah Yudhi ada beberapa pilihan penginapan, yaitu ada Omah Tua, Omah Gede, Omah Tinggi dan Omah Pojok. Dari semua Omah itu, saya memilih yang murah meriah, yaitu Omah Pojok. Hanya berisi dua tempat tidur tingkat saja, per orang kena bayaran Rp 150 ribu. Ada ruangan lebih di teras depan terbuka langsung ke sawah, itu kita pakai untuk sholat. Sedangkan untuk kamar mandi berada di luar, sekitar 100 meter. Pe Er juga kalau malam-malam mau ke kamar mandi, suasana sepi, sunyi, dikelilingi pepohonan rindang, dan penerangan lampu seadanya.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri

Omah Yudhi tempatnya nyaman, instagramable banget, sepi, sunyi pas banget untuk orang yang ingin refresh jika sudah pusing dengan kebisingan kota besar. Lantaran murah, kita tanpa breakfast, tapi teh, kopi khas Temanggung dan gula bebas dipakai yang berada di sebuah ruangan terbuka, seperti ruangan untuk untuk berkumpul para tamu.

Desain homestay disesuaikan dengan potensi lokal. Semuanya terbuat dari kayu, memanfaatkan material murah dan sederhana tapi jadi terlihat unik serta harmoni dengan alam sekitarnya. Homestay Spedagi ini menjadi salah satu proyek arsitektur pedesaan yang sebagian pendapatannya digunakan untuk membiayai proyek Revitalisasi Desa Spedagi.

ini kamar di Omah Pojok, itu kelebihan ruangan untuk refresh. Namaste/dokpri
ini kamar di Omah Pojok, itu kelebihan ruangan untuk refresh. Namaste/dokpri
Untuk yang pertama kali ke Pasar Papringan saya merekomendasi untuk menginap di sini, lantaran satu manajemen dengan pasar Papringan sehingga lebih mudah menuju ke lokasi.

Fasilitas lain yang saya dapatkan adalah, pihak homestay membantu memesankan ojek yang membawa saya dan Ari sejak pukul 05.00 subuh. Ojeknya sesuai nego, kemarin itu saya membayar per orang Rp 30 ribu. Lokasinya lumayan jauh, lewat pedesaan dan melewati gunung kembar yang sangat indah, Sindoro dan Sumbing. Mengingatkan saya waktu kecil yang sering banget menggambar, dua gunung dilengkapi dengan jalanan, sawah dan rumah. Ternyata memang ada ya.

Gunung Sindoro dan Sumbing/dokpri
Gunung Sindoro dan Sumbing/dokpri
Uang Pring/dokpri
Uang Pring/dokpri

Fasilitas lainnya adalah yang menginap diberi uang pring, sebanyak 12 pring (Rp 24 ribu), ini uang dari bambu yang digunakan untuk aktivitas jual beli di Pasar Papringan. Satu pring itu seharga Rp 2000.

Pasar Papringan
Papringan artinya dari bahasa Jawa itu kebun bambu. Tadinya kebun bambu ini adalah tempat pembuangan limbah rumah tangga masyarakat sekitar Dusun Ngadiprono, Ngadimulyo, Kedu, Temanggung. Imej negaif menjadi tempat yang gelap, kumuh, bau, disulap oleh sebuah LSM Spedagi menjadi tempat berpotensi untuk menjual produk lokal masyarakat sekitar yang berasal dari bambu.

dokpri
dokpri
Pasar Papringan/dokpri
Pasar Papringan/dokpri
Nggak heran, di Pasar Papringan nyaris semua menggunakan bambu. Mulai dari uang pring, piring, gelas, bahkan mainan anak-anak semuanya memakai bambu dengan harga yang relatif murah.Seratus persen yang berjualan adalah hasil kreatifitas warga dusun sekitar. Di Pasar Papringan tersedia makanan-makanan jaman dulu yang sudah sulit ditemui. Makanan ringan olahan dari ubi, singkong, seperti tiwul, jadah, godhogan, sagon, juga ada makanan berat, hasil tani, kerajinan bambu, juga minuman unik.

Khas semua pasar, apapun ada terutama di Pasar Papringan itu kekuatannya adalah kuliner. Namun menurut saya, di Indonesia pasar seperti ini baru ada di Pasar Papringan. Ini bisa dibilang sebagai salah satu tujuan baru untuk wisata di Indonesia. Tidak hanya mengenalkan daerah Temanggung dan Dusun Ngadiprono, Desa Ngadimulyo. Juga ada dua gunung kembar yang indah, Gunung Sumbing dan Sindoro.

Pasar Papringan juga bisa menjadi potensi tujuan wisata baru terutama untuk kekayaan kuliner Indonesia. Pohon-pohon bambu yang menjulang tinggi menambah nilai eksotis dari pasar tersebut. Pasar Papringan mulai dibuka pada 14 Mei 2017, sekitar 80 warga setempat membuka lapak. Mereka berjualan hanya di Pasar Papringan, sehari-harinya mereka tidak berjualan, tapi hanya sebagai ibu rumah tangga dan yang pria melakukan pekerjaan lain. Di sekitar area pasar banyak tersisa bambu hasil karya para warga untuk  dijual.

Saya mencoba beberapa makanan di Pasar Papringan, jujur rasanya enak-enak semua. Seperti Kupat Tahu hanya 4 pring (Rp 8 ribu), Lopis ketan 2 pring (Rp 4 ribu), minuman jamu 1 pring (Rp 2 ribu). Lalu tak lupa saya membeli beberapa kerajinan bambu seperti gelas dari bambu dan batok kelapa 5 pring (Rp 10 ribu), mainan pesawat dari bambu untuk anak 15 pring (Rp 26 ribu). Juga ada hasil tani seperti cabe merah, tomat, sayuran dan lainnya. Pasar ditutup pukul 12.00 siang, tapi sejak  pukul 10.00 sudah banyak lapak yang kosong, artinya dagangan mereka ludes. Pasar Papringan semakin siang semakin ramai dan padat, saya pun melipir untuk  kembali ke Yogyakarta.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri

Ada beberapa tips yang ingin ke Pasar Papringan:

1. Habis sholat subuh lebih baik langsung jalan, paling tidak sampai di pasar itu pukul 5.30 pagi.

2. Jika berencana pingin banyak membeli barang atau makanan, lebih baik langsung menukar uang pring dengan jumlah yang banyak, karena semakin siang antriannya sangat panjang. Memang tidak bisa direfund, tapi dengan banyaknya kuliner menarik, penukaran uang pring tidak akan sia-sia.

3. Lebih baik membawa kotak makanan kosong (lunch box). Makanannya di sana unik dan enak, kalau perut sudah kenyang tapi masih kepingin coba yang lain, bisa ditaruh di dalam kotak makanan untuk dibawa pulang. Mereka tidak melayani pembelian di bungkus (take away).

4. Membawa tas kain tambahan. Di sana dijual keranjang kecil untuk hasil belanjaan, dan tas keranjang ukurannya tidak terlalu besar, bahkan pukul 10.00 saja sudah habis. Jika banyak belanjaan, bisa diatasi dengan tas tambahan yang kita bawa.

Okeh segitu dulu, semoga bermanfaat

Happy Hunting! Happy Eating! Have Fun!

Alia Fathiyah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun