Mohon tunggu...
Ali Muakhir
Ali Muakhir Mohon Tunggu... Penulis - (Penulis Cerita Anak, Content Writer, dan Influencer)

Selama ini ngeblog di https://www.alimuakhir.com I Berkreasi di IG @alimuakhir I Berkarya di berbagai media dan penerbit I (cp: ali.muakhir@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Ada Pusat Laut di Pantai Tanjung Karang Palu

20 Oktober 2015   10:48 Diperbarui: 22 Oktober 2015   17:39 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SETELAH mengapung di udara kurang lebih satu jam setengah dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, pesawat landing juga di Bandara Mutiara SIS Al-Jufrie Kota Palu, Sulawesi Barat. Saya bersama kompasianer Bang Aswi dan Ade Truna yang didapuk menjadi salah satu Tim Risers untuk sebuah expedisi perjalanan darat dari Palu hingga Toraja keluar bandara dalam keadaan ngantuk yang luar biasa. Berutung, panitia sudah menunggu kami, sehingga kami tidak perlu lagi mencari taxi menuju hotel.

Setelah berkenalan dengan panitia, istirahat, dan bebersih sejenak, tepat setelah matahari mulai condong ke Barat, semua tim Risers termasuk saya, Bang Aswi, dan Ade Truna diajak untuk menjajal medan yang akan ditempuh selama dalam perjalanan darat kurang lebih empat hari ke depan.

Menjajal medan? Ke mana? Mata saya langsung terbelalak begitu panitia menyebut sebuah pantai yang sangat terkenal di Kota Palu, Pantai Tanjung Karang.

Pusat Laut

Setelah semua risers menerima kunci kendaraan masing-masing, dengan dipandu kapten risers, seluruh tim risers ekspedisi yang berjumlah lima tim meninggalkan Hotel. Sepanjang jalan suara kapten tak henti-henti memberi pengarahan.

Kendaraan kemudian melewati jembatan lengkung, salah satu jembatan yang menjadi landmark Kota Palu, Masjid Apung, hingga keluar kota Palu menuju Donggala. Kurang lebih satu jam kemudian tiba di Donggala, di mana ada pantai yang sangat terkenal dengan pasir putihnya. Pantai Tanjung Karang. Di pantai inilah terdapat Pusat Laut.

Tiba di pintu masuk destinasi wisata, medan mulai terasa cukup sulit karena melewati jalan yang hanya cukup untuk satu mobil dengan rerimbunan pepohonan dan rumput liar. Jalannya pun meliuk-liuk. Untungnya, sepanjang jalan terlihat laut yang luas, sehingga cukup memberikan harapan akan melihat destinasi wisata yang benar-benar unik dan menarik di sana.

Tanda Biaya Masuk dan Parkir yang Tidak Terawat (Foto @KreatorBuku)

Kurang lebih sepuluh menit kemudian para risers sampai juga di pelataran parkir, sedianya setiap pengunjung dikenai biaya masuk, tetapi karena pantai ini sedang dilakukan renovasi, jadi gratis. Kawasan pantai memang memerlukan banyak renovasi karena sudah tidak terawat. Saya bilang tidak terawat karena fasilitas yang ada hampir semuanya sudah rusak dan aus. Seolah tidak ada upaya untuk memperbaikinya. Warung makan seadanya, mainan anak-anak yang sudah patah, toilet yang kotor, bau, dan airnya tak mengalir.

Satu-satunya fasilitas yang masih terlihat bersih adalah aula yang menghadap laut, beberapa gazebo, dan cottage yang siap untuk disewakan kepada pengunjung. Saya membayangkan, seandainya fasilitas-fasilitas tersebut diperbaiki dan direnovasi, pasti kawasan wisata yang pernah menjadi primadona sejak sekitar tahun 2008 tersebut kembali menarik wisatawan.

Lebih memprihatinkan lagi, Pusat Laut Donggala yang selama ini menambah nilai lebih Pantai Tanjung Karang sekarang ditutup dengan tembok tinggi. Padahal, jika itu menjadi salah satu pusat destinasi selain pantai pasir putih, Pusat Laut cukup diberi pagar pembatas supaya wisatawan mudah menikmatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun