Mohon tunggu...
Aldo Aditiya
Aldo Aditiya Mohon Tunggu... -

Orang yang kebetulan suka mencari tahu tentang berbagai macam hal | Mau baca lebih? https://medium.com/@aldoan | Mau bilang sesuatu? https://twitter.com/aditiya_aldo |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Keluarkan Idemu, Dunia akan Menghakiminya

22 Januari 2018   19:16 Diperbarui: 23 Januari 2018   10:05 1789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: cinema-stache.com

Perlu dikatakan kalau contoh game strategi di atas sangat ideal. Di dunia asli tentunya kita tidak bisa mengetahui mana ide yang bisa mempertahankan posisinya (strategi "baik"), dan mana ide yang hanya prevalen sesaat (strategi "jahat" di awal -- awal game). Kemungkinan terbesarnya, masa prevalensi sebuah ide tidak akan lama, dan akan digantikan oleh ide lain yang lebih kuat dan stabil.

Sepanjang sejarah bukankah itu yang terus terjadi? Ide-ide prevalen yang awalnya dipercayai secara kuat oleh banyak orang, yang kemudian ditantang oleh ide pendatang yang lebih kuat. Ide prevalen kemudian "bertarung" melawan ide pendatang. Pada awalnya akan membuat susah ide pendatang, tapi lama-kelamaan ide prevalen akan dikalahkan oleh ide pendatang yang lebih kuat, dan ide pendatang akan menjadi Ide prevalen yang baru.

 Dan begitu terus putarannya, sampai kita menemukan ide-ide yang sama sekali tidak bisa ditantang. Tentunya, ini tidak akan cepat dicapai.

Implikasi Dunia Asli

pexels.com
pexels.com
Ide yang prevalen akan terlihat dengan mudah di kehidupan sehari-hari. Gadget yang kita gunakan, media sosial yang kita ikuti, tempat hangout yang sering kita tuju, semuanya merupakan ide yang cukup prevalen untuk bisa bertahan dan terus menarik orang untuk menggunakan dan menyebarkankan-nya. Tapi bagaimana dengan ide-ide yang kurang prevalen?

Semua ide berawal sebagai ide yang tidak prevalen. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali orang yang pertama menemukan ide tersebut. Dari sini, merupakan pilihan orang itu untuk menempuh perjalanan mengubah ide tersebut menjadi ide yang prevalen, atau mengabaikannya. Kebanyakan ide akan berakhir diabaikan oleh penemunya.

Di era sekarang sangat mudah untuk mendapatkan informasi. Terlalu mudah bahkan. Sebagai pengguna, kebanyakan dari kita bingung kemana harus memfokuskan atensi kita yang terbatas, sehingga kita lebih cenderung untuk mengikuti ide prevalen yang sudah "terbukti lebih benar" dibandingkan ide yang tidak prevalen. Dari sini memunculkan pertanyaan kepada orang-orang yang ingin menyebarkan ide yang mereka temukan.

Apakah ideku akan dilihat orang lain?

Kadang kita menjawab "Tidak". Kadang kita merasa kalau ide kita tidak bisa bertahan terhadap banyaknya ide yang sudah ada di luar sana. Kita cemas kalau ekosistem ini akan menghakimi ide kita sampai mati. Kita memandang ekosistem ide sebagai sesuatu yang tak kenal ampun.

Aku mau memberikan persepsi lain terhadap ekosistem ini.

Bayangkan ekosistem ide ini sebagai lautan yang, alih-alih terdiri dari air, dia terdiri dari ide. Ide yang kamu miliki hanyalah sebuah gelombang kecil di antara gelombang-gelombang lain yang tersebar seluas lautan. Dengan sendirinya dia tidak akan bisa memberikan efek apa-apa. Tapi dengan riakan yang pas, dan ketika beresonansi dengan gelombang-gelombang lain, gelombang yang kamu mulai bisa berubah menjadi ombak yang jauh lebih besar dari bagian-bagian yang membentuknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun